Part 20

5K 218 0
                                    

Air muka Rio berubah drastis ketika membaca surat yang baru saja disodorkan Dio. Ia tak menyangka Clara seserius ini dengan ucapannya. Semalam, ketika Rio menginjakkan kaki di rumahnya, tak ada sedikitpun tanda-tanda Clara berada di rumah itu. Rio kira Clara akan pulang kerumah mereka. Tapi nyatanya tidak. Hal itu membuat Rio panik. Kepanikannya semakin bertambah dengan munculnya surat gugatan cerai dari Clara.

"Dimana Clara sekarang?"
"Maaf yo. Untuk hal itu, aku benar-benar tidak tahu. Clara hanya menelfonku untuk menyerahkan ini denganmu. Ketika aku ingin bertanya dia ada di mana, sambungan telfon sudah ia putuskan sepihak. Aku tak berniat menelfonnya kembali, karena mungkin Clara butuh waktu sendiri."

Rio menghela nafasnya lelah. Mengapa saat Rio mulai membuka hati untuk Clara, wanita itu semakin sulit untuk digapai. Memang semua ini salah Rio. Tapi Rio sudah berusaha menjelaskan yang sejujurnya.

"Katakan pada Clara. Aku tak akan pernah mensetujui gugatannya sampai ia memintanya sendiri dihadapanku."

Dio menegakkan badannya menghadap Rio dengan serius.
"Dengarkan aku baik-baik. Aku tak tau apa yang sebenarnya terjadi antara kau dan Clara. Tapi aku yakin Clara tak akan bertindak seperti ini jika ia masih bisa menahannya. Dan sekarang Clara tak bisa. Aku bersahabat dengan Clara tidak hanya sehari dua hari, kami bersahabat sudah hampir 10 tahun. Jadi lebih baik bicarakan ini dengan kepala dingin. Clara sedang emosi. Temui dia. Tapi jangan menyakitinya lagi. Aku pergi."

Dio berjalan ke arah pintu ruangan Rio, keluar dari sana. Meninggalkan Rio dengan santai. Sedangkan yang ditinggalkan, berusaha mencerna kata-kata yang barusan sahabat istrinya itu ucapkan.

°°°

Clara menatap handphone di sampingnya dengan sedih. Bahkan ketika ia pergi pun tak ada panggilan apapun dari Rio. Jangankan telefon, sms saja tidak ada. Setidak berharga itukah Clara bagi Rio?.

Drrrtt.. Drrtt
Clara dengan cepat mengangkat telefonnya tanpa melihat username sang penelfon. Clara berpikir, mungkin saja itu Rio. Tapi setelah mendengar suara di seberang, ternyata Dio.

"Hei Cla?."
"Hei. Gimana Dio? Sudah kau berikan padanya?."
"Sudah. Hanya saja,, Rio tak ingin menandatanganinya. Dia bilang, dia tak akan pernah mensetujui gugatanmu jika kau tak menemuinya."

Clara menghembuskan nafasnya lelah. Bahkan saat saat seperti inipun Rio masih tetap menyulitkan jalan Clara untuk bebas.

"Aku tak bisa Dio. Aku tak mampu untuk menemuinya."
"Claa.."
"Kumohon apapun caranya bujuk dia untuk menandatangani surat itu."
"Are you okay?."

Hati Clara tercubit. Di saat seperti ini bukan suaminya yang mengkhawatirkannya tetapi orang lain.

"Claa?. Kau tak menyahut?. Cla sebenarnya di mana kau sekarang?. Kirimkan alamatmu dan aku akan ke sana. Kau butuh tempat untuk bercerita. Aku sahabatmu Cla."

"Datanglah. Griya's Apart no.879. Jangan beritahu siapapun tentang alamatku. Ku mohon."
"Baiklah. Aku janji."

Setelah itu sambungan telefon terputus. Clara beranjak dari duduknya menuju dapur. Setidaknya ia harus menyiapkan sesuatu untuk menyabut kedatangan sahabatnya itu. Bukan sekedar sahabat. Dio. Dio Kenzy Wiratama. Sahabat sekaligus mantan Clara.

Dulu, Dio orang yang menemani hari-hari Clara sampai suatu saat ia memilih menikah dengan Rio dan meninggalkan Dio. Karma itu ada. Buktinya Clara merasaknnya sekaranng. Walaupun Clara tau Dio tak mungkin menyumpahinya dengan karma itu. Tapi, siapa yang bisa mengelak. Karma adalah takdir Clara sekarang.

ClaRioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang