Pada Akhirnya Aku Pun Berhenti

641 11 0
                                    

Hell-o its me haha. Aku disini. Seperti ingin berteriak namun tertahan. Seperti ingin mengungkapkan, namun sulit diucapkan. Seperti ada sesuatu yang menjanggal, tapi terpendam.

Ingin rasanya aku mengatakan, aku loh disini yang berjuang mati-matian sampe jungkir balik, tabrak depan, delapan tanjakan, sepuluh turunan, lima pengkolan. Oke abaikan, balik ke topik. Aku loh disini yang mati-matian, ngilangin gengsi. Padahal aku tau, kalo kamu bakal nyuekin aku dan gak akan pernah ngeliat ke arah aku. Tapi sekali lagi aku tau, kalo disini, cuma aku yang berjuang. Sedangkan yang diperjuangkan, malah memilih orang lain. Sekali lagi, aku gak apa-apa kok, asal itu bikin kamu, si bayangan, merasa nyaman.

Rasa sesak bertubi-tubi. Rasa sakit, menyelekit. Rasa kecewa, tak terbendung.

Remuk tak berbentuk. Perih tak terasa. Terluka tak terlihat.

Segitu gak pentingnya kah? Oh, bukan. Segitu gak menariknya kah? Atau, segitu gak terlihat kalo ada aku disini, yang bertahan padahal sudah dijatuhkan berkali-kali?

Kamu, si bayangan terlalu asik diperjuangkan. Sehingga kamu gak sadar, kalo disini ada aku yang berjuang buat kamu.

Lalu? Setelah ini, apa yang harus aku lakukan? Si bayangan sudah pergi menghilang tanpa meninggalkan jejak kabar. Yang ia tinggalkan hanya jejak kenangan, dan jejak perasaan.

Ada banyak yang ingin aku sampaikan. Namun, kata pun tak cukup untuk mengatakan apa yang aku rasakan.

Begini, ya, rasanya, berjuang sendirian. Berjuang gak sebercanda itu, apalagi soal perasaan. Percayalah, ini rumit. Lebih rumit dari rumus matematika.

Jika perjuangan aku selama ini terlalu mengganggu kehidupan kamu dengan dia, aku mundur yaa? Karena mungkin, hati sudah terlalu sakit untuk tetap bertahan pada satu orang yang gak sadar bahwa ada aku.

Pada akhirnya aku pun berhenti.
Selamat tinggal, si bayangan.

-DSA-
9:50

Tanpa KepastianTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon