Chapter 4²

2.5K 255 269
                                    

Aula utama Royal High School hampir penuh. Kursi-kursi yang berderet pun hampir semua terisi. Di antara jajaran kursi paling depan, para anggota Elite--yang sudah nampak rapi dengan seragam khusus mereka--duduk dengan mengangkat wajah mereka tinggi-tinggi. Siap menyaksikan pelantikan pemimpin mereka yang baru.

Di antara jajaran bangku yang hampir mencapai barisan terbelakang, Ren terduduk di samping Rezel. Ia hanya meringis penuh penyesalan kala Rezel marah padanya. Ini salahnya. Jika saja ia bisa lebih cepat, mungkin, mereka berdua bisa dapat tempat duduk sedikit ke depan.

"Sudahlah, Rezel ..." Ren menarik lengan baju seragam Rezel. Berharap laki-laki itu memerhatikannya. "Berhenti marahnya," mohonnya.

Rezel tak menyahut. Jangankan mengangkat bibir, mendengarkan pun sepertinya enggan. Ren hendak berakata lagi, namun, dihentikan oleh suara mikrofon yang menyala dari titik pembawa acara. Ia mendengus. "Sudah dimulai."

Serentetan acara yang panjangnya mirip gerbong lokomotif mulai berlangsung. Mulai dari sambutan beberapa orang hingga pesan dan kesan untuk ketua sebelumnya dari beberapa perwakilan. Ren menghela napas. Yang terdengar hanyalah suara yang terhantar lewat mikrofon. Wajah-wajah mereka terhalang kepala-kepala yang berjajar hingga barisan terdepan. Mustahil bisa melihat Vier dengan jelas.

"Hei, Rezel!" panggil Ren, "apa kita bisa dapat foto Vier yang bagus dari sini?" tanyanya tanpa mengharap jawaban dari Rezel. Dirinya sudah tahu, Rezel pasti akan mengatakan tidak.

Rezel berdeham. "Menurutmu?" tanyanya dengan nada sarkastik. Manik zamrudnya melirik tajam. Menguarkan aura mengancam yang membuat Ren merasakan gelnyar-gelenyar aneh yang membuat bulu romanya meremang.

Ren mendengus. Ia menyerah. Tak mau lagi bertanya pada Rezel untuk saat ini. Ia benar-benar menyusahkan orang saat marah. Tak bisa diajak komunikasi dengan benar.  Ren sibuk melamun, hingga suara pembawa acara--yang menggelegar bergema di seluruh ruangan--menyatakan kini saatnya puncak acara. Penobatan Vier sebagai ketua Elite yang baru.

Ren menegakkan tubuhnya. Mengusahakan dirinya bisa melihat sosok laki-laki bermanik biru itu di depan sana. Ia terperangah. Hampir-hampir tak percaya dengan penampilan Vier di depan sana. Ia nampak umm ... memukau dengan setelan biru dan terbalut jubah kebesaran. Umbai rambut yang biasanya ditatanya rapi di depan dahi, kini dirapikan ke belakang. Memperlihatkan dahinya. Ren melihatnya lebih jeli lagi, menelisik Vier dari atas sampai bawah--walau sedikit berjinjit-jinjit mengintip dari balik tubuh orang-orang yang dipersilakan berdiri--dengan saksama. Memastikan dia Vier yang ia kenal.

Namun, di balik penampilan Vier yang berlipat seratus kali, yang membuat Ren semakin ternganga adalah orang yang berdiri di sisinya. Pakaiannya hampir sama dengan milik Vier, tapi dengan gradasi warna yang berbeda. Digenggamnya sebuah pedang bersarung--yang orang bilang itu pedang kepemimpinan Elite, gladius. Dia, laki-laki itu, Ren merasa sangat familier dengannya. Ia ingat betul, laki-laki itu adalah sosok pirang yang muncul awal dirinya ada di Royal High School. Orang dengan kata-kata mengesalkan yang membuat Ren naik darah. Dia orang yang mengendarai mobil yang digunakan untuk menjemput Ren saat itu. Juga orang yang menurunkannya sembarang di gerbang terluar Royal High School, padahal saat itu Ren belum tahu menahu tentang wilayah Royal High School.

"Rezel!" Ren berbisik sembari menyenggol lengan Rezel yang ikut berdiri di sisinya. "Laki-laki itu siapa?" ia memberi isyarat dengan kerlingan mata.

"Kau tak tahu siapa dia?" Rezel menggeleng kepalanya tak percaya. "Dia Ken.R.Leanque. Ketua Utama Elite, atau lebih tepatnya mantan untuk saat ini."

"Apa!?" Ren berseru cukup keras, hingga beberapa orang menengok ke arahnya. Ia lekas membekap mulut dengan telapak tangan. Memasang senyum kecut--tanda maaf--pada beberapa orang yang menatapnya.

Prince or Princess: MEMORIESWhere stories live. Discover now