Chapter 12²

2K 241 61
                                    

Pukul tiga lebih dua puluh tepat, Ren mengemasi barangnya. Beranjak pergi meninggalkan Ballery yang duduk termenung menunggu sift-nya selesai. Ia nampak sama halnya dengan buku-buku berdebu di rak sudut. Jengah menanti waktu.

"Aku duluan, Ballery!"

Ballery manggut-manggut. Pasrah untuk berdiam seorang diri di perpustakaan. Merutuk dalam hati akan betapa teganya teman satu sift-nya yang izin dengan alasan tak jelas. Membebankan seluruh tugas piket di perpustakaan padanya.

Ren tersenyum kecut sebelum meninggalkan Ballery sendirian. Ia melangkah melewati ambang pintu. Tugas piket pertamanya sungguh melelahkan. Apalagi tugasnya hanya duduk menunggu peminjam buku yang datan dan pergi tanpa jadwal. Itu sama saja mengumpankan diri pada rasa jengah dalam penantian.

Ren mendengkus. Tangannya meraba isi tas, mencari kartu pintar saat dirinya sampai di area asrama. Lorong area asrama lumayan lengang. Tak banyak yang berlalu-lalang. Hanya ada beberapa orang yang jalan malas-malasan, atau mendudukan diri di tepian lorong sekadar untuk bersantai dan membaca buku.

Selepas melewati beberapa pintu-pintu kamar yang tertutup rapat bagai kotak pandora yang enggan dibuka, Ren sampai di kamarnya. Ia hendak membuka pintu, tapi orang dalam lebih cepat lima detik darinya. Eva keluar dari dalam kamar dengan wajah terkejut.

"Ren, kau mengagetkanku!" gerutnya sembari mengelus dada. Merasakan jantungnya sempat memacu detaknya.

"Maaf, tapi aku tak melakukan apa pun." Ren berkata seadanya. Gadis itu memberi isyarat pada Eva untuk menyingkir dari pintu agar ia dapat membersihkan diri dari lengketnya keringat.

Ren masuk. Didapatinya Anne dan Cecil tiduran di atas karpet. Mencemili keripik kentang rasa rumput laut, sembari menyimak video dari laptop Anne. Musa, seperti biasanya. Duduk anteng di kasur sembari menyimak buku, tanpa terusik oleh seberapa bisingnya Anne dan Cecil di bawah sana.

"Hei, Ren!" Cecil mendudukkan diri kala melihat Ren masuk dan menutup pintu. "Kami hampir saja meninggalkanmu jika kau tak lekas pulang." ia kembali memasukkan keripik kentang dalam mulut, lantas mengunyahnya hingga menimbulkan bunyi kraus.

"Aku akan mandi cepat." Ren melepas sepatu flat dan meletakkannya di rak samping pintu. Ia melempar tas ke atas kasur sebelum meraih handuk.

"Cepat sedikit, ya," ujar Anne, "kita tidak akan kebagian tempat untuk melihat latihan mereka."

"Ah, tenanglah!" Ren mengibas-ibaskan tangannya. "Luca bahkan baru saja pergi dari perpustakaan." ia menimpali. Bukannya langsung masuk ke dalam kamar mandi, Ren malah bersandar di depan pintu. Sangat tidak nyaman jika Anne mengajaknya bicara saat ia ada di dalam kamar mandi.

"Luca? Apa dia suka membaca?" Cecil bertanya antusias.

"Hmm, ya. Dia meminjam cukup banyak buku."

"Kurasa kita harus masuk klub perpustakaan." Anne menyahut. Tangannya yang menjepit keripik kentang bergerak-gerak mengkuti bicaranya. "Beruntung sekali bisa bercengkrama dengan orang-orang populer," simpulnya kemudian.

Musa yang mendengar perbincangan mereka bertiga meletakkan bukunya kembali ke atas nakas. "Tidak semua orang populer suka membaca, Anne," sangkalnya, "jika kau ingin bertemua banyak orang populer sebaiknya kau jadi anggota inti OSIS. Yang kau temui di perpustakaan kebanyakan adalah anak-anak biasa yang dapat julukan kutu buku."

"Kalau itu anak-anak gendut berkacamata tebal, aku tidak mau." Anne bergidik. Mengelus kedua lengannya yang tiba-tiba meremang.

"Kau berniat mandi, 'kan, Ren?" Musa beralih menatap Ren yang masih belum bergerak di depan pintu.

Prince or Princess: MEMORIESWhere stories live. Discover now