Chapter 18²

1.8K 241 124
                                    


"Aku tak ingin kau terbebani. Aku tak ingin kau terluka. Dan setelah semua yang terlanjur itu, aku tak ingin kau mati"

Salju telah berhenti turun, meninggalkan bekas-bekas gundukan putih di atas tanah yang tak lagi terlihat rupanya

Oops! Această imagine nu respectă Ghidul de Conținut. Pentru a continua publicarea, te rugăm să înlături imaginea sau să încarci o altă imagine.


Salju telah berhenti turun, meninggalkan bekas-bekas gundukan putih di atas tanah yang tak lagi terlihat rupanya. Berkas cahaya matahari malu-malu menyorot di balik awan yang bergerak mengikuti laju angin. Di bawah pohon yang dedaunannya tertimbun salju, Ren berdiri. Memandangi pedang kayu sepanjang satu meter yang ia genggam pada tangan kanannya. Menimbang-nimbang taktik yang ia bisa kembangkan dari kemampuan yang Gael sudah ajarkan. Ia bahkan hampir terjaga selama semalaman untuk meningkatkan kemampuan fast sight-nya. Penglihatan cepat. Penglihatan yang berguna untuk melihat kejadian beberapa detik ke depan. Kemampuan yang akan berguna untuk bertarung. Yah, kalau saja aku bisa melakukan tindak cepat. Ren memutar pedamg kayunya. Ia menghela napas, menyadari refleks dan kemampuan berpedangnya sangat kurang. Menguasai Flash sight pun rasanya hampir tak berguna.

"Aku menyuruhmu ke arena latihan tidak untuk berdiam di sana, Ren." Gael mencibir di tepi arena latihan. Ia duduk di salah satu bangku tepi sembari melipat lengan.

Ren hanya tersenyum kecut, tak berminat menyahut. Ia menyapukan pandang, mencari sosok Vier yang akan menjadi lawannya. Namun, yang ia temukan hanya arena latihan yang membeku. Tanpa sosok laki-laki safir. "Di mana Vier?"

Gael menautkan alis, lantas ikut celingukan. "Belum datang?" tanyanya, "tunggu sebentar." Laki-laki itu kembali duduk melipat lengan, mengabaikan Ren yang mulai membeku.

Tak lama, Vier muncul. Ia tampak berjalan santai tanpa beban terlambat. Padahal, Ren sendiri hampir jadi sebongkah daging beku. Ren mengumpat. Laki-laki selalu seenaknya.

"Maaf." Vier berkata sembari tersenyum kecut. "Ada sedikit urusan," lanjutnya sembari menatap Gael. Ketua OSIS itu mengangguk seakan mengerti urusan yang dimaksud Vier.

"Silakan kalian mulai."

Ren menghela napasnya. Ia berjalan meninggalkan pohon tempatnya bernaung. Menghampiri Vier yang sudah terlebih dulu masuk ke arena latihan. Gadis itu mengayun-ayunkan pedang kayunya pelan. Sedikit pemanasan sebelum menghadapi tukang tebas seperti Vier. Ia tak mau KO sekali Vier mengayunkan pedangnya. Tak berguna.

"Siapa yang menyuruhmu menggunakan pedang kayu?" Vier bertanya dengan nada yang tak bisa dikatakan ramah. Entah apa yang merasuki kepalanya itu.

"Hah?" Ren mengerutkan dahi sembari memandangi pedang kayunya.

Vier menjentikkan jari, mengumpulkan elemen air di telapak tangannya. Saat elemen itu berkumpul, dikibaskan lengannya dengan cepat. Di saat bersamaan, sebuah long sword biru transpara terbentuk mengikuti arah kibasan tangannya.

Ren hanya melongo memperhatikan. "Aku tak harus melakukan itu juga, bukan?" tanyanya. Ia sudah lama sekali tidak mengubah elemennya menjadi sebuah benda. Sampai tak ingat bagaimana cara melakukannya.

Prince or Princess: MEMORIESUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum