chapter 26²

1.6K 208 158
                                    

Ren membuang muka kesal, menghindari menatap wajah Vier yang masih sibuk menahan tawa. Harga dirinya terlukai karena Vier melihatnya mengenakan pakaian penari timur yang luar biasa itu. Rasanya sangat memalukan. Jika bisa, ia ingin mengikat tubuh Vier, membungkam mulutnya, dan menguburnya dalam peti. Sebisa mungkin membuatnya tak bisa mengoarkan hal memalukan itu. Manik-manik sialan!

"Berhenti tertawa!" Ren menyikut pinggang Vier saat mereka berdua memijak area luar yang bersalju. Angin musim dingin kembali bertiup, memberai-beraikan helaian rambut Ren yang masih dalam kondisi kepang karya Eva yang membuat risih.

"Aku hanya ... Kau tahu, mengagumi gaunmu yang tadi." Vier kembali menyengir.

"Itu bukan gaun!" Ren menarik kesal syal Vier hingga laki-laki itu terhuyung.

Walaupun syalnya ditarik hingga hampir terlepas, Vier belum berhenti tertawa. Ia malah makin membuat Ren gemas hingga mendecak beberapa kali. Saat hendak merajuk dan berhenti berjalan agar Vier menghentikan tawanya itu, Vier menarik tangannya. Lantas, mendorongnya masuk ke sebuah mobil yang terparkir tak jauh dari mereka.

"Apa yang kau--" Ren hendak memprotes, tapi Vier melempar sebuah syal hingga menutup wajahnya, kemudian menutup pintu mobil. Ia mengintrupsi seseorang di kursi kemudi untuk menjalankan mobilnya.

"Diam dan pakai syal itu. Di luar AirStreet akan lebih dingin."

"Sebetulnya kita mau ke mana?"

Ren merapat ke jendela yang berembun. Mereka mulai menjauh dari area AirStreet dan turun ke jalanan aspal dengan jalur menuruni bukit. Pepohonan pinus berkelebat di kanan dan kiri. Di depan, bangunan-bangunan kota terlihat kecil dengan kerlapan lampu yang mulai menyala. Pemandangan kota dari atas yang pernah berklebat dalam penglihatan hoffan-nya.

"Kau bilang butuh gaun, bukan?" Ren mengangguk. "Kita akan cari gaun," lanjut Vier makin membuat Ren mengerutkan dahinya.

"Kau seharusnya mencocokan pakaian dengan pasanganmu, bukan? Kau akan dapat kesempatan bagus untuk memenangkan kompetisi pasangan dansa serasi. Siapa pun pasanganmu, pasti kalian berdua akan terlihat sempurna." Ren mengalihkan pandangannya ke arah lampu jalanan dan pepohonan yang rimbun. Jalanan aspal masih berupa turunan yang entah kapan akan berakhir.

"Aku belum punya pasangan dansa," ujar Vier membuat Ren membulatkan mata. Ia lantas menghela napas dan ber-oh ria. Namun, hatinya bergejolak. Ini artinya ia masih punya kesempatan memiliki pasangan dansa. Yah, kalau saja laki-laki itu bersedia, maka kelas dansanya tak akan berakhir sia-sia.

"Memangnya kau belum ikut undian?" Merasa mobil yang ia tumpangi belum memberikan tanda-tanda akan berhenti, Ren memulai perbincangan kembali setelah terdiam beberapa saat.

"Ada tugas di kuil yang tak bisa kutinggal."

Sudah Ren duga, laki-laki itu selalu sibuk. Rasa-rasanya Ren jarang melihatnya bersantai. Sekadar jalan-jalan menghirup udara segar perbukitan di sekitar AirStreet, atau meninggalkan tugasnya yang menumpuk. Memangnya dia tidak lelah? Ren mengalihkan pandangannya dari jendela. Manik emasnya menatap Vier yang memandang lurus ke depan. Memperhatikan jalanan beraspal yang memasuki wilayah kota. Wajah laki-laki itu terlihat sangat segar. Tak ada setitik rasa lelah yang tergambar, seolah tak ada kegiatan berarti yang menyita waktunya. Ren bahkan lihat dengan jelas Vier tak memiliki kantung mata, padahal ia tahu laki-laki itu tak banyak tidur. Tugasnya sebagai sky sudah banyak--bahkan sampai akan kehilangan peluang menjadi penerus takhta.  Belum lagi kesibukannya sebagai ketua Elite. Ia harus bolak-balik dari AirStreet ke Royal High School. Dia benar-benar tangguh.

"Ren!"

Ren terhentak saat Vier menyerukan namanya cukup keras. Rasa-rasanya jantungnya mau copot karena terkejut.

Prince or Princess: MEMORIESWhere stories live. Discover now