-Prolog-

562 30 0
                                    



Jangan pernah memandanginya...

Jangan pernah mendengar nyanyiannya...

Jangan ambil uluran tangannya...

Karena pada malam di mana kau mendengarnya memanggilmu di lautan lepas, itu adalah malapetaka bagimu...

Ucapan yang sama selalu terdengar dari bibir ibunya, berkata bahwa makhluk-makhluk berparas cantik bersisik emas adalah yang paling mengerikan yang ada di laut. Dongeng pengantar tidur malam itu bagai nasihat yang sudah turun-temurun terus diceritakan ke setiap anak. Berbagai pengalaman terkait makhluk mitos yang dimaksud juga sering disampaikan para pelaut dengan bangga. Mereka membusungkan dada sambil menceritakan betapa cantiknya paras dari makhluk yang pernah mereka temui sewaktu berlayar di laut. Sebagian yang menganggapnya nyata, tertawa dengan puas. Sebagian lainnya yang mengetahui sesuatu yang mengerikan dibalik ceritanya, hanya bisa terdiam dalam kesunyian.

Derap langkah kaki kuda terdengar bergemuruh di jalanan di dalam hutan. Kegelapan menyelimuti pepohonan yang berjejer di kanan kiri. Para hewan buas yang tertidur, menggerakkan telinga-telinganya mengikuti suara berisik yang terdengar dari kejauhan. Terdengar pula suara gerobak yang diikat ke seekor kuda, melaju kencang dengan terburu-buru. Sebuah lampu lentera menerangi jalanan yang sepi, disambut angin malam yang menyapu wajah dengan kasarnya. Malam yang seharusnya menenangkan itu seketika berubah menjadi menegangkan.

Arah laju kuda berputar mengikuti jalan setapak yang berkelok-kelok, menyebabkan gerobak yang dibawanya menjadi oleng. Namun mereka—orang-orang yang berkelanana di dalam hutan tersebut sedang diburu waktu, sedang ditekan oleh sesuatu yang harus mereka capai. Keringat dingin mengucur dari pelipis mereka tanpa henti, dan udara dingin mulai menusuk kulit. Suara berisik dari dalam gerobaknya membuat kosentrasi hampir buyar. Terlebih suara hentakan kaki yang keras dan rasanya hampir membangungkan hewan apapun yang mendengarnya. Karena sudah tak tahan, akhirnya salah satu dari mereka mengeluarkan sebilah pisau dan mengarahkan ujungnya ke leher seorang anak yang sejak tadi memberontak.

"Diam."

Satu kata perintah itu berhasil membuat kaki sang anak tertekuk, tak lagi membentur ujung kakinya pada pintu gerobak yang terkunci. Sorot mata tajam melayang ke wajah sang anak yang sedang ketakutan tak bisa bergerak. Mulut, kedua tangan, dan kedua kakinya terikat dengan kuat. Lemas, lelah, dan takut, semua perasaan itu bercampur di dalam diri sang anak yang tak bisa berbuat apa-apa. Saat ia melirik ke sekelilingnya, tak ada satu benda pun yang sekiranya dapat ia jadikan sebagai pembebas dirinya. Hanya terlihat beberapa drum kayu dan sebuah kotak besar di sampingnya. Satu-satunya pilihan baginya hanyalah diam di bawah perintah orang dewasa berpakaian serba hitam yang tak akan memberinya ampun jika ia melawan.

Semakin lama terasa semakin jauh perjalanan yang ditempuh. Bahkan untuk keluar dari hutan ini saja memakan waktu lebih dari 3 jam. Itupun jika mereka masih dapat hidup. Karena setiap kali mereka melihat ke belakang, deru langkah kaki kuda terdengar semakin mendekat. Sebuah pasukan terlihat tak jauh dari gerobak mereka, membawa pedang-pedang tajam yang siap dilayangkan.

"Mereka disini!" teriak seorang pria, dan dibalas dengan pecutan kuda yang terdengar keras. Laju gerobak mereka pun bertambah kelajuannya dan meninggalkan pasukan kuda yang mengejar mereka di belakang. Beberapa drum yang ada di dalam gerobak dijatuhkan, guna melapisi jalanan dengan minyak tanah. Bahkan salah seorang dari mereka, menjatuhkan sebuah korek dengan sepercik api, perlahan membakar jalanan hingga kobarannya menjadi besar.

Hal itu tak membuat pasukan kuda yang mendatangi mereka, menyerah begitu saja. Secepatnya mereka menghindar, bahkan berbelok arah demi menghindari kobaran api yang menyeruak sampai ke pepohonan. Sebuah isyarat tangan diberikan dan jumlah kuda yang semula ada lima, kini tinggal tiga. Dua kuda lainnya melaju lebih dulu, menuju ke arah kanan dan kiri gerobak dalam kecepatan tinggi. Sebuah pedang siap menusuk roda kayu gerobak dari setiap sisi. Sembari menunggu waktu yang pas, tiga kuda yang tadi tertinggal ikut maju, bersiap di belakang dua kuda lainnya.

Melihat hal itu, tiga pria dewasa yang ada di dalam gerobak, saling berpandangan dan mengangguk akan sesuatu. Tali pengikat kuda pun dilepas mereka, dan salah seorang dari ketiganya menaiki kuda, melarikan diri di dalam kegelapan sembari membawa anak yang mereka culik. Dua orang lainnya bersiap menyerang seluruh pasukan kuda dengan melompat ke arah mereka dan melayangkan pedang. Satu orang pasukan yang berada di sisi kanan gerobak dapat meloloskan diri, dan lanjut mengejar seorang penculik yang sudah lebih dulu meneroboh kegelapan.

"Berhenti!" Seru seorang pasukan seraya menambah kecepatan kudanya, berusaha meraih tangan sang anak yang hampir dapat ia capai. Namun semakin ia raih, semakin jauh kuda penculik tersebut hingga ia kesulitan mengejar. Jalanan pun terlihat menanjak, menaiki sebuah tebing yang di bawahnya terdapat laut lepas yang dalam. Suara ombak menyisir tebing terdengar jelas, dapat dibayangkan betapa dekatnya laut dengan mereka. Jika tak berhati-hati, maka kuda akan tergelincir dan langsung terjatuh ke laut.

Tak ada pilihan, akhirnya ia mengeluarkan pedang dari sarungnya, lalu melayangkannya tepat ke arah sang penculik. Reaksi cepat pun diberikan, dan terdengar bunyi dentingan dua besi saling beradu. Sebilah pedang tajam lainnya terlihat dari sebelah tangan penculik tersebut, menangkis ayunan pedang yang akan memotong tubuhnya. Dalam kecepatan kuda yang semakin kencang, kedua pedang terus beradu, mencari celah yang dapat menghabisi lawan dalam sekali tebas. Beberapa ayunan pedang seorang pasukan kuda berhasil membuat lawannya kehilangan keseimbangan, hingga kuda yang ditungganginya oleng. Ditambah dengan jalanan yang licin, kaki-kaki kuda penculik itu kehilangan kecepatannya. Hanya satu hal yang terlintas di dalam benak penculik tersebut, yang tak lagi memiliki pilihan apapun. Di belakang, tak terlihat kedua teman-temannya yang seharusnya sudah tiba di samping kudanya. Apakah mereka sudah berhasil menghabisi pasukan penyelamat, atau justru sebaliknya? Membayangi hal itu membuat sang penculik mendecakkan lidahnya, terlihat kesal.

Sedetik kemudian, anak kecil yang dibawanya kabur dilepaskannya begitu saja. Sebelah tangan yang sejak tadi memegangnya erat, kini balik mendorongnya ke arah berlawanan sekuat tenaga. Di mana jurang berada, di tempat tertinggi yang tak pernah terpikirkan oleh anak itu. Tepat di bawah tebing yang tinggi, gelombang laut yang ganas bagai siap menerkamnya. Dengan kedua tangan dan kaki terikat, ia tak bisa menjangkau tangan penyelamatnya. Bahkan dirinya sendiri tak bisa berteriak meminta tolong. Tubuh anak itu jatuh begitu saja, terjun bebas dari ketinggian belasan meter dan masuk ke laut yang begitu dalam. Tepat saat itu, ia merasakan seluruh tubuhnya hampir membeku karena gelombang laut yang bercampur udara malam terasa seperti es. Tatapan keputusasaan mengisi harapan terakhirnya untuk tak tenggelam semakin dalam. Namun apa daya, hanya kegelapan yang mengisi pandangan di kedua iris mata sewarna samuderanya saat ini.

Jangan pernah memandanginya...

Perlahan seluruh tubuhnya mati rasa, dan kesadarannya menghilang ditelan lautan. Cahaya rembulan menyinari permukaan laut yang menelan tubuh anak itu pelan-pelan. Suara teriakan yang ia dengar, terasa begitu jauh. Hilang entah kemana.

Jangan pernah mendengar nyanyiannya...

Kekuatannya bagai diserap kuat-kuat oleh sesuatu yang tak terlihat. Dan semakin lama, ia tak lagi menghiraukan apapun yang akan terjadi padanya. Namun di saat itu, dapat ia rasakan kedua tangan dan kakinya bebas. Tali yang sejak tadi membelenggunya dengan kuat dilepaskan entah oleh siapa. Tubuhnya yang lemas pun terangkat—tidak, lebih tepatnya ada yang mengangkatnya. Seseorang dari bawah memegang tubuhnya, membawanya naik hingga ke permukaan.

Jangan ambil uluran tangannya...

Dalam sisa kesadarannya, matanya melirik ke sosok seseorang yang mengenggamnya kuat. Berusaha melihat jelas dalam kaburnya pandangan mata adalah hal tersulit. Hanya sosok seorang gadis berambut coklat panjang yang dapat ia lihat, dengan kulit putih pucat yang halus disinari refleksi cahaya di permukaan laut. Gadis itu tak sedikitpun menoleh ke arahnya, dia tengah sibuk mengangkat anak tersebut tanpa suara. Sebelum ia bisa melihat apa yang terjadi selanjutnya, kedua matanya terpejam, dengan bayangan wanita itu membekas dalam ingatannya.

Ingatan yang takkan ia lupakan seumur hidupnya.

Yang akan mengubah pikirannya tentang betapa indahnya laut karena telah melepasnya dari belenggu yang kuat.

Deep Sea MermaidМесто, где живут истории. Откройте их для себя