Chapter 5

102 11 0
                                    


Kemarilah.

Aku di sini.

Tanpa mengindahkan teriakan Arlunna, Allenzel terus berjalan. Tubuhnya terasa ringan dan kakinya melangkah tanpa beban. Gelap, hanya ada kegelapan sejauh mata memandang. Tanpa tahu ke mana tujuannya, yang Allenzel lakukan hanyalah bergerak ke arah sumber suara. Bisikan-bisikan lembut yang tanpa henti menarik tubuhnya, menggerakkan kaki kecilnya tanpa ia sadari. Menyusuri hutan seorang diri, tanpa ada satu orang dewasa pun di sisinya.

Pohon-pohon yang semula menyembunyikan cahaya rembulan perlahan, semakin jauh Allenzel berjalan semakin sedikit pohon yang ada di sekitarnya. Hingga Allenzel tiba di sebuah hamparan rumput yang luas, membentang dikelilingi pepohonan. Bulan pun menampakkan wujudnya dengan jelas. Menerangi pemandangan di hadapan Allenzel. Namun kaki Allenzel terus berjalan, dengan pelan hingga ia berhenti tiba-tiba di depan sesosok pria tinggi berjubah hitam yang bagai telah menunggu kedatangan lelaki kecil itu.

"Ya, kemarilah."

Saat tangan pria misterius itu terulur, saat itu pula Allenzel tersadar. Kegelapan yang terus membungkus pandangannya kini menghilang seketika. Membangunkan Allenzel kembali ke realita. Menampakkan apa yang sebenarnya ada di hadapan Allenzel. Saat Allenzel menyadari siapa dan di mana ia sekarang, lelaki kecil itu hanya terdiam. Tak dapat berkata apa-apa, tak juga berteriak. Ekspresinya cukup terkejut, tapi tak menunjukkan ketakutan. Bahkan saat pria berjubah itu mendekat, Allenzel tak beranjak dari tempatnya.

"Buku itu." Jarinya menunjuk ke buku tebal yang dipegang pria misterius tersebut. Kemudian ia membuka kedua tangannya, meminta barang tersebut. "Punyaku."

"Kalau begitu kemarilah, ambillah punyamu ini." Pria berjubah itu kembali memanggilnya. Menyuruh Allenzel untuk datang mendekat.

Dan perlahan, Allenzel yang tak menunjukkan ketakutan sedikitpun, melangkah mendekati pria misterius tersebut. Setiap langkah yang ia ambil, membuat bayangan-bayangan misterius di sekitar Allenzel bergerak. Semakin dekat, semakin besar pula bayangannya. Bahkan ketika Allenzel sudah hampir menjangkau buku tersebut, sosok bayangan yang ada di kakinya perlahan membesar. Siap menelan Allenzel hingga tak tersisa.

"Bagus, jadilah milikku, Pengguna Ulia."

***

Kratak! Kratak!

Suara tapak kuda yang menghentakkan tanah menggema di sepanjang jalan. Di dalam gelapnya malam, Hedros melaju sembari menaiki kudanya, menyusuri jalan setapak di tengah hutan. Batu permata yang ada di kalung yang ia kenakan bercahaya. Menjadi satu-satunya penerangan bagi Hedros.

Keringat dingin mengucur dari pelipisnya. Jantungnya berdetak cepat. Kengerian menjalar ke seluruh kulit. Hedros pun mencoba fokus ke jalanan di hadapannya meski sulit. Pikiran-pikiran buruk menghantui isi kepalanya. Tapi pria itu harus tetap tenang atau ia akan celaka.

Tak mungkin. Tak mungkin. Jangan katakan kalau Allen...

Hedros mengepalkan tangannya, menahan ketakutan yang terus menyesakkan dada. Cahaya yang ada di kalungnya berkedip-kedip. Semakin menambah kekhawatiran di diri Hedros.

Apa terjadi sesuatu padanya?

Pria itu terus bertanya-tanya dengan cemas. Melihat cahaya di kalungnya yang terus berkedip-kedip, Hedros menambah kecepatan kudanya. Rasanya semakin cemas saat memikirkan tentang Allenzel yang ia tinggalkan sebentar di rumah. Meninggalkannya dengan Arlunna seorang mungkin pilihan yang tepat, tapi setelah mengalami beberapa kejadian, tampaknya Hedros harus memikirkan ulang keputusannya. Apakah sihir-sihir yang ia pasang di sekitar rumahnya saja sudah cukup? Hedros benar-benar harus pulang untuk memastikan semuanya.

Deep Sea MermaidWhere stories live. Discover now