Chapter 9

96 6 2
                                    

"Kau harus ingat ini terus ya, Arlunna..."

Suara itu bergema, dari kejauhan yang tak diketahui.

"Manusia itu berbahaya."

Terasa familiar, namun saat mencari sumber suaranya, yang dapat ia lihat hanyalah kegelapan yang tak ada ujungnya.

"Kita tak boleh mendekati mereka, apapun alasannya."

Namun ia tahu, kalimat itu, nada ucapan itu, pernah ia dengar sebelumnya.

"Jadi berhati-hatilah."

"Arlunna!"

Sontak kedua mata sang duyung terbuka. Terasa begitu berat. Dan masih sedikit samar-samar pandangannya. Tubuhnya terasa lemas. Bahkan untuk menggelengkan kepala saja tak bisa. Setelah cukup lama ia mencoba menenangkan dirinya, Arlunna akhirnya dapat sedikit menggerakkan kepalanya untuk melihat ke sekeliling. Namun bukan laut tempat tinggalnya yang ia dapati, justru kegelapan. Di kanan, kiri, depan, dan belakangnya terdapat kaca yang tebal. Kaca-kaca tersebut membentuk seperti tabung berbentuk kotak panjang yang membatasi pergerakannya.

Ini...di mana?

Arlunna mencoba mencari tahu tentang keadaannya saat ini tanpa bersuara. Panik, takut, dan gelisah merasuki pikirannya, namun ia harus tenang. Dengan tubuh yang perlahan mulai kembali bisa digerakkan, Arlunna mencoba naik. Saat itu baru ia sadari, benda berat yang mengikat tangan dan ekornya sudah dilepas. Rasanya masih sakit, dan ada bekas merah terlihat jelas di pergelangan tangan Arlunna. Tetapi setidaknya, ia bisa bebas berenang kembali.

Meski begitu, yang Arlunna dapat lakukan hanyalah berputar-putar di tempat saja. Tempat yang sempit membuatnya sedikit sesak. Dan benda besar yang menutupi kaca tersebut tak bisa membuatnya melihat ke luar. Setakut apapun ia saat ini, Arlunna tak bisa berteriak minta tolong. Ia tak mau manusia-manusia mengerikan yang menangkapnya sampai melukainya. Merasa tak bisa berbuat banyak, Arlunna memilih diam di tempat dan berharap tak ada apapun yang akan terjadi.

"Apa? Ayah akan segera pulang?"

Dalam kegelisahan yang terus menghantui, Arlunna tiba-tiba mendengar suara seseorang. Diikuti dengan suara langkah kaki yang semakin mendekat. Arlunna mencoba mendengar suara tersebut dengan seksama. Namun suara manusia yang ia dengar sama sekali tak ia kenali.

Hedros...? Ah, bukan. Siapa itu?

"Iya, Yang Mulia. Baginda Raja akan segera kembali dari perjalanan Beliau dalam beberapa hari lagi." Terdengar suara lainnya ikut menyahut, yang jauh lebih berat daripada suara pertama.

"Bukannya urusannya belum selesai? Kenapa ia tiba-tiba memutuskan untuk pulang?"

"Saya tidak tahu, Yang Mulia. Begitu laporan dari para pasukan telah diterima, Beliau langsung memutuskan untuk pulang."

"Makanya benda ini di bawa ke sini, ya. Pasti ada urusannya dengan ini."

Arlunna yang terus mendengarkan, tak bisa menangkap maksud pembicaraan mereka. Yang ia tahu, suara itu sedikit berbeda dari manusia-manusia yang tadi menangkap dirinya. Meski belum mengerti sepenuhnya, Arlunna tak bisa mengendurkan kewaspadaannya. Bagaimanapun juga, ia sedang dalam situasi berbahaya.

"Apa kau sudah melepas borgolnya?"

"Sudah, Yang Mulia. Sesuai permintaan Anda."

"Dia tak mati, kan?"

"Saat saya periksa tadi, sepertinya ia masih hidup. Mungkin efek obatnya akan hilang sebentar lagi."

Arlunna semakin takut. Ia tahu kalau yang sedang dibicarakan itu adalah dirinya. Tapi ia tak tahu harus berbuat apa. Perasaannya sedikit panik.

Deep Sea MermaidWhere stories live. Discover now