Chapter 4

170 9 0
                                    

 "Aku harus pergi. Kau jaga ibu di sini, ya."

"Tapi..."

"Aku tidak akan kembali sebelum mendapatkan itu. Jadi kau yang harus melindungi ibu dan menggantikanku di sini. Mengerti?"

"...Baiklah."

"Pintar. Aku pergi dulu, ya, Orfeo. Kakak sayang padamu. Kita berdua pasti...

...Bisa melindungi kerajaan ini."

***

"Yang Mulia!"

Hah!

Sontak kedua mata Orfeo terbuka. Suara panggilan Frezel menyadarkannya seketika. Pandangannya yang buram perlahan menjadi jelas. Dan hal pertama yang ia lihat adalah ekspresi Frezel yang begitu khawatir, serta langit-langit bercat putih yang tak asing di matanya. Lelaki itu lalu menegakkan tubuhnya, berusaha untuk duduk. Rasa nyeri di kepala membuatnya mengerang kesakitan. Setelah rasa sakitnya reda, Frezel pun memberikan segelas air hangat untuk diteguk Orfeo.

"Anda berkeringat banyak sekali, apa Anda bermimpi buruk? Anda baik-baik saja?"

Frezel langsung menghujaninya dengan pertanyaan, terlihat begitu khawatir. Saat Orfeo menyentuh dahinya, ia baru sadar kalau ucapan Frezel benar.

"Aku hanya merasa kepalaku sakit."

Orfeo yang kini sudah merasa agak mendingan, lalu memandangi sekelilingnya. Ternyata benar kalau ia sedang berada di kamarnya. Setelah pingsan malam itu, ia tak ingat apa-apa lagi. Ia juga tak mengerti kenapa kepalanya begitu sakit saat sosok misterius itu menampakkan diri. Perasaan cemas menghantuinya, tapi melihat sinar mentari membanjiri seisi ruang kamar, membuatnya menghela nafas lega untuk sesaat.

"Oh iya, Tuan Hedros mana?"

Sosok pria yang semalam menarik tangannya tiba-tiba itu juga tidak ia lihat batah hidungnya pagi ini.

"Beliau sudah pulang setelah ikut mengantar Anda sampai ke Istana. Tampaknya ia buru-buru sekali, jadi dia permisi lebih dulu."

"Begitu, ya. Aku belum sempat mengucapkan terima kasih padanya." Orfeo berkata dengan lirih. Tapi mengingat Hedros masih bekerja di kota setidaknya mengurangi kekecewaannya. Jadi Orfeo masih bisa mengucapkan terima kasih kapanpun saat ia bertemu lagi dengan Hedros.

"Anda ingin memakan sarapan Anda sekarang? Biar saya persiapkan."

"Ah, iya. Letakkan saja di meja makan, akan kusantap nanti."

Dengan perintah Orfeo, Frezel segera melenggang pergi. Bangkit dari tempat tidurnya, Orfeo kemudian keluar dari kamar.

Perasaannya benar-benar tak nyaman jika hanya sekedar berdiam diri di kamar. Biasanya dia akan melakukan aktifitas lain dengan tenang setelah malam bulan purnama itu berakhir, tapi sekarang malah sebaliknya. Banyak hal yang menjadi beban pikirannya. Merasa satu masalah selesai, justru muncul masalah lainnya. Dan masalah yang ia hadapi itu berkaitan dengan negara yang ia lindungi.

Buku itu...

Sembari berjalan menyusuri koridor, Orfeo mengingat kembali apa yang ia dengar malam itu. Yang samar-samar masih berbekas di kepalanya, sebelum semuanya menghilang karena ia pingsan.

"Berikan kami sang pengguna Ulia..." Orfeo bergumam pelan, "Ulia itu kan..."

Buku yang dicari kakak.

Berdiri tepat di depan sebuah pintu, Orfeo perlahan membukanya. Sebuah kamar luas yang tak berpenghuni berada di balik pintu. Sebuah kamar yang tak kalah luasnya dari kamar Orfeo sendiri. Lengkap dengan tempat tidur, lemari besar, meja, sofa, dan lukisan-lukisan terpajang di dinding. Jendela yang dibuka oleh pelayan membiarkan angin menyapu debu-debu yang menumpuk di setiap sudut barang. Meski tidak ada penghuninya, namun kamar itu selalu dibersihkan sehingga tidak tampak seperti dibiarkan begitu saja. Langkah kaki Orfeo terasa berat setiap kali melewati kamar yang sangat sukai itu.

Deep Sea MermaidWhere stories live. Discover now