[10] : Apa yang kau pikirkan?

6.9K 1.3K 145
                                    

Maxime,  bersiul - siul menyenandungkan sebuah nada asal yang dia ciptakan secara spontan. Seolah perjalanan mereka menapaki jalan setapak berbatu yang terhalang kabut tebal dan suasana gelap itu adalah sebuah perjalanan wisata anak sekolah dasar ke taman hiburan. Tidak terpengaruh dengan dua pemuda lain yang berjalanan di belakangnya merasa terganggu dengan siulan Maxime. 

Mereka memutuskan berjalan ke barat, itu menurut petunjuk Maxime, yang bahkan Ken dan River tidak tahu darimana pemuda itu mendapatkan petunjuk kalau mereka berjalan ke arah yang benar. Suara burung gagak ikut meramaikan siulan Maxime yang semakin bersemangat.

"Max, bisakah kau hentikan siulanmu itu ?" Ken protes karena menurutnya suara itu sangat menganggu. "Kita bukan sedang pergi tamasya." 

Maxime menghentikan siulannya, yah, setidaknya, dia masih bersenandung dalam hati.

"Argh! sekarang suara itu berada di dalam kepalaku!" Kesal River sambil menghentakan kakinya, karena siulan Maxime malah melekat dipikirannya.

Mendapat protes dari dua orang itu, Maxime hanya tertawa, "Santai sajalah, kalian berdua itu terlalu tegang." Jawaban Maxime yang kelewat santai itu menimbulkan dengusan Ken.

"Santai ? bagaimana aku bisa santai kalau tadi kita hampir saja mati?" Perdebatan itu terus berlanjut, saat mereka mulai mengambil jalan setapak yang mendaki, sedikit licin karena lumut dan lembab.

Maxime menyunggingkan senyum miringnya, "Tapi kalian tidak mati kan ?"

"Bukan tidak, tapi belum." Celetuk River yang berjalan di belakang Ken. "Itu baru satu makhluk yang kita hadapi, belum makhluk lain. Entah apa lagi yang akan kita temui nanti." 

Maxime menghentikan langkahnya, berbalik menatap dua pemuda yang memasang wajah jengkel, yang justru terlihat lucu menurut Maxime. Kedua tangannya terlipat ke perut. "Kalian pasti menyadari, sejak kita meninggalkan troll tadi, sepanjang jalan, kita diikuti dan diperhatikan." Maxime mengalihkan pandang ke sekeliling hutan yang gelap dan berkabut. 

"Ya, dari tadi aku dengar suara berdesis, suara menggeram, dan suara yang lain." River ikut mengedarkan pandangan tapi tidak menangkap bayangan apapun yang sekiranya muncul untuk menyerang mereka. 

"Tapi sejauh ini, mereka sepertinya tidak berniat mendekati kita." Ken menimpali.

"Itu karena ada aku." Maxime tersenyum bangga.

"Kau ? apa hubungannya denganmu ?" Ken belum menyadari hubungan keberadaan Maxime di sana dengan makhluk - makhluk yang seperti tidak berani menampakan diri pada mereka, seolah takut, hanya berani memperhatikan dari jauh.

"Karena mereka mencium bau darah Hades padaku, mereka tahu aku keturunan penguasa mereka. Dan mereka, tidak akan berani menyakiti tuan mereka sendiri." Maxime menjelaskan, lalu tersenyum lembut. "Mungkin mereka memang makhluk berbahaya, tapi mereka memiliki kesetiaan yang besar terhadap tuan mereka." Maxime melanjutkan langkahnya.

"Jadi, alasan Master Cedrik memintamu untuk ikut ke sini, sebagai jimat penangkal ?" tanya Ken sarkas.

Maxime menyemburkan tawanya, membuat kening kedua pemuda itu berkerut heran. Sepertinya, Maxime adalah orang yang mudah tertawa pada hal - hal yang sebenarnya tidak lucu, aneh. 

"Yah, kalian bisa menganggapnya seperti itu, kalau anggapan itu bisa membuat kalian senang. Aku sendiri tidak masalah, aku senang bisa berjalan - jalan seperti ini, keluar dari kastil. Bukankah terus berada di sana sedikit membosankan ? lebih seru berpergian bersama teman - teman seperti ini, iya kan ?" Maxime meminta persetujuan tentang pendapatnya pada Ken dan River.

"Aku bukan temanmu." Ken cepat - cepat menampik.

"Aku juga." River ikut - ikutan.

Maxime tertawa lagi, "Baiklah - baiklah, aku di sini sebagai jimat pelindung kalian berdua." 

Constantine #1 : Perkamen Suci Lacnos ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang