[18] : Penghujung Musim Gugur

6K 1.2K 94
                                    


Seingat ketiga pemuda itu, ruangan Master Cedrik tidak pernah sewangi ini sebelumnya. Sebelumnya memang wangi sih, tapi begitu Arsen, Ken dan Maxime masuk ke ruangan itu wangi yang asing memasuki penciuman mereka. Meski wangi itu sama menyenangkannya seperti wangi yang sebelumnya. Ditambah lagi, ruangan Master Cedrik sekarang dipenuhi lilin-lilin disetiap sudutnya.

"Kalian menyukai wanginya?"

Ketiga pemuda itu menoleh ke belakang, pintu ganda itu sudah kembali terbuka tanpa suara dan Master Cedrik masuk ke dalam dengan senyuman. Ketiganya tidak menangkap ada tanda-tanda Master Cedrik akan memarahi mereka atau memberi hukuman, karena suasana hati Master Cedrik sepertinya sedang baik, dilihat dari senyum yang mengembang di wajahnya.

Ketiganya menjawab dengan anggukan.

"Aku baru saja dapat kiriman lilin aroma terapi dari temanku di sebrang teluk sana. Lumayan juga, untuk menghilangkan stress." Mata Cedrik lantas menatap ketiga pemuda itu satu persatu dengan tatapan tajamnya. "Sangat membantuku menghilangkan stress karena ulah anak-anak yang suka membuat kekacauan."

Ken menelan ludahnya, "Master Cedrik.." suaranya seperti tercekik. "S-saya minta maaf soal kekacauan kemarin. Tolong jangan hukum Arsen dan Maxime, mereka tidak bersalah."

"Tapi Ken berbuat seperti itu karena saya, Master. Saya juga pantas dihukum." Arsen maju ke depan, dia tidak mau Ken menerima hukumannya sendirian.

"Saya juga bersedia dihukum, Master. Mereka teman saya, saya tidak mungkin membiarkan teman saya dihukum sendirian."

Cedrik tersenyum, tatapan matanya yang tadi tajam berubah menjadi teduh kembali. Kedua tangannya berada di belakang badannya, sementara itu jubahnya melambai menyapu lantai selagi dia melangkah ke kursinya. "Jadi, kalian sekarang sudah berteman?"

Ketiganya mengangguk kompak, meski tidak berani menatap Master Cedrik.

"Aku senang kalian akhirnya berteman. Lalu, siapa yang bilang aku akan memberi kalian hukuman?"

Ketiga wajah itu mendongak serempak, dilihatnya wajah Master Cedrik yang nampak geli yang mungkin hampir tertawa kalau dia tidak cepat berdehem, mengembalikan wibawanya.

"Aku tidak akan memberi hukuman pada kalian, anggap saja ini karena keberanian dan kesetiaanmu Ken, dan juga kau, Maxime."

Wajah Maxime merona karena dipuji, akhir-akhir ini dia sering mendapat pujian. Maxime jadi senang. Apa dia terlihat norak sekarang? Maxime tidak perduli, kebahagiaannya hari ini sudah cukup untuknya.

"Aku hanya ingin memastikan tidak ada kesalah pahaman lagi diantara kalian, dan sepertinya Arsen sudah membuat keputusan yang tepat. Meskipun tindakan Ken kemarin sangat berbahaya, aku harap kau tidak melakukan hal itu lagi, Ken." Cedrik tersenyum penuh arti. Ken mengangguk mengiakan dia memang tidak berniat melakukan hal bodoh itu lagi.

"Kalian boleh kembali sekarang, sebentar lagi waktunya makan malam." Lalu fokus Cedrik beralih pada Maxime, "tapi aku ingin bicara sebentar dengan Maxime."

Ken menyentuh punggung Maxime, Maxime membalas dengan anggukan. Maxime menatap punggung kedua temannya yang menjauh keluar, tak lama pintu itu sudah tertutup kembali hanya menyisakan Maxime yang masih memandang ke sana.

"Maxime."

Maxime menoleh pada Cedrik yang sudah duduk tegap di kursinya, sementara kesepuluh jarinya yang saling mengait berada di meja. Dari tatapan matanya, Maxime bisa menebak kalau Cedrik akan membicarakan hal yang serius dengannya. Seingat Maxime, Cedrik hanya bicara serius padanya satu kali, waktu itu saat memberitahunya bahwa Hades membakar habis pegunungan Lacnos bersama suku itu.

Constantine #1 : Perkamen Suci Lacnos ✔Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora