[14] : Dia Sadar

6.7K 1.2K 104
                                    

Kelima pemuda itu berderap keluar dari lift, tergesa. Bertabrakan dengan anak lain yang tidak sengaja menghalangi kelimanya menuju ruang kesehatan. Saat mendengar Arsen sudah sadar, saat itu juga mereka meninggalkan sarapan mereka di meja. Mereka sudah menunggu hampir 2 hari, bahkan Ken sedikit merasa ragu, kalau-kalau obat itu tidak bekerja pada tubuh seorang werewolf.

"Aww!"

Kedua tubuh itu bertabrakan, yang satu membentur tembok dengan buku-buku yang dibawanya terjatuh ke lantai marmer, yang satu lagi terhuyung dan harus dipegangi kawannya agar tidak jatuh.

"Max! maaf aku tidak sengaja." Ken mengusap dadanya yang berbenturan dengan tubuh Maxime tadi.

"Tidak apa-apa." Maxime memungut buku-bukunya, "Kenapa kalian buru-buru sekali?"

"Arsen sudah sadar!" Ken berteriak antusias.

"Benarkah? Syukurlah, aku ikut senang." Maxime tersenyum tulus, dua lesung pipinya kembali terlihat diwajahnya. Benar-benar tidak menggambarkan wajah seorang anak dewa alam bawah.

"Kami mau menjenguknya, kau mau ikut ?" Aro menawarkan.

"Sepertinya tidak, tidak sekarang. Kalian tahu kan, Arsen terlihat seperti akan membunuhku setiap kali kami bertemu." Meski Maxime menjawab sambil tersenyum, namun senyum itu terlihat sedih dan kesepian. "Tapi aku benar-benar senang, obat itu berhasil menyembuhkannya. Sampaikan saja salamku padanya, walaupun aku tahu dia tidak mengharapkan itu dariku." Maxime sedikit tertawa, canggung.

River tersenyum lembut, menepuk lengan Maxime beberapa kali, "Kami akan sampaikan, dan Max, warna rambutmu yang sekarang bagus juga." River menunjuk pada rambut Maxime yang sekarang berwarna hijau mint.

Maxime menyentuh ujung rambutnya, "Aku pikir warna ungu terlalu mencolok untukku. Mint lebih baik. Oh, bukankah kita ada kelas pagi ini ? professor Rowena, aku akan sampaikan kalau kalian akan terlambat karena menjenguk Arsen dulu. Baiklah Sampai bertemu lagi." Maxime melambaikan tangan sebelum melanjutkan langkahnya dan hilang di belokan koridor.

"Kalian yakin dia anak Hades ? sepertinya terlalu nyentrik untuk anak dewa kematian." Rex mendengus geli.

***

Ini, adalah kali pertama mereka melihat Ken menangis. Sungguhan menangis, mereka bisa melihat air mata jatuh ke pipi werewolf muda itu. Memeluk Arsen yang berusaha menenangkan temannya, berulang kali berkata dia baik-baik saja, dan mengucapkan terima kasih karena sudah mencarikan obat untuknya.

"Aku berhutang budi seumur hidupku padamu, Ken." Begitu kata Arsen, dan itu membuat tangis Ken semakin menjadi-jadi.

Sementara yang lain hanya meringis saling pandang, antara ingin tertawa tapi juga haru melihat kedua teman itu. Sampai River maju, wajahnya sedikit menunduk, namun dia beranikan untuk menatap mata Arsen yang masih menepuk-nepuk punggung Ken.

"Arsen, aku benar-benar minta maaf. Kalau bukan karena aku, kau tidak akan.."

"Kalau bukan karena keberanianmu, mungkin Ken tidak akan bisa mendapatkan obat untukku."

Pipi River merona, "Aku tidak melakukan apa-apa, dia dan M-"

"Kau harus istirahat sekarang, Arsen." Potong Ken, melepaskan pelukannya. Mengusap hidungnya yang memerah. Sungguh, ini memalukan. Tapi dia benar-benar senang melihat Arsen sudah lebih baik.

Arsen mengangguk, "Kalian kembalilah ke kelas."

Ken mengusap lengan Arsen, lalu berdiri. "Aku akan mengunjungimu lagi nanti."

"Cepatlah sehat, Gladiator Arena menunggumu."

"Oh tidak, Prânzişor  lebih menunggumu, Arsen. Kau pasti tidak suka dengan makanan yang diberikan Madam Emma padamu kan ?"

"Kalau kau sudah keluar dari sini, aku akan membantumu belajar. Kau sudah sedikit tertinggal."

Arsen terkekeh, kenapa dia rasanya sangat merindukan kegaduhan teman-temannya itu. Sepertinya Arsen sudah mulai betah di sana. Mungkin Arsen sudah bisa menerima kalau sekarang, tempat ini adalah rumah barunya.

***

Kursi yang mirip singgasana itu menghadap tepat ke depan sebuah perapian, nyalanya berkobar. Seakan api itu tidak akan pernah padam. Dinding bata berwarna cokelat, dihiasi kepala-kepala binatang, tengkorak menggantung, di sudut ruangan, dua ekor anjing neraka berwarna hitam pekat sedang bergelung tidur meski dengan telingannya yang tetap siaga jika sewaktu-waktu sang majikan memanggilnya.

Sementara itu, sang tuan rumah tengah duduk santai di kursinya, menyesap teh hangat buatan sang isteri, dewi Persephone yang tentu saja menyajikannya dengan wajah bersungut-sungut karena suaminya itu selalu menuntutnya ini dan itu, ditambah lagi dengan dilarangnya dia ke dunia atas. Menambah rasa kesalnya pada sang suami abadinya itu.

"Tuanku Dewa Hades, apa anda baik-baik saja? apa aku perlu membawa lagi roh manusia untuk anda?" seorang makhluk pendek dengan kuku-kuku jari gemuk juga wajah seperti tikus mondok itu bertanya pada sang tuan yang tengah membelakanginya, duduk di depan perapiannya.

Tangan Hades terangkat, lalu mengayun-ayun. "Tidak perlu, Elezar. Yang kemarin itu sudah cukup membuat tenagaku sedikit pulih." Lalu tubuh itu bangun dari kursinya, gesekan sepatunya pada lantai papan mengkilap mengisi ruangan yang hening itu. "Aku tidak menyangka, aku bisa terluka hanya karena sihir aneh banga werewolf." Hades tertawa mengejek, kaki jenjangnnya mendekat pada Elezar yang menunduk dalam di depan tuannya yang menjulang tinggi.

Elezar, pelayan setia Hades itu sedikit bernapas lega karena sang tuan berbicara padanya dalam rupa yang normal, Hades dengan rambut cepak berwarna kecokelatan dengan sepasang mata hijau zambrutnya, kumis dan jenggot yang dia biarkan tumbuh di garis wajahnya yang keras, jubah hitam panjang yang menyapu lantai kayu ketika tubuhnya berjalan, lengkap dengan pin tengkorak yang tersemat di dada jubah itu. Hades terlihat seperti pria dewasa biasa meski dengan aura hitam menakutkan yang begitu terasa. Lain lagi kalau dia sudah menunjukan wujud lainnya, iblis raksasa dengan tanduk di kepala serta api yang berkobar di sekelilingnya, dan itu hanya Hades tunjukan ketika dia benar-benar sedang marah atau akan menggertak musuh-musuhnya.

"L-lalu, apa yang akan tuan lakukan sekarang? kalau tuan memberi saya perintah, saya akan mencari dua half werewolf yang tersisa itu, dan membawanya kehadapan tuan." Suaranya terdengar seperti cicitan.

"Jangan dulu, aku baru saja mendapat sebuah pesan dimana mereka berada sekarang. Terkadang, seekor singa harus sedikit bersabar untuk bisa melumpuhkan mangsanya. Kita tunggu sampai titik balik matahari musim dingin. Saat salju turun di tempat itu, warna putihnya akan berubah menjadi merah darah, aku akan menggulingkan Olympus dan menguasai dunia." Suara tawa Hades menggelegar, api diperapian berkobar terang di belakangnya.

***

Arsen, membuka lebar-lebar jendela kamarnya. Merasakan hembusan angin yang rasanya hampir seminggu ini tidak dia rasakan karena harus berbaring terus di ranjang ruang kesehatan. Tidak enak. Badannya terasa pegal-pegal, padahal Arsen sudah merasa baikan sejak beberapa hari lalu, namun Madam Emma tidak mau mengambil resiko kalau tahu-tahu Arsen ambruk kembali. Jadilah, dia baru keluar dari ruang kesehatan tadi pagi.

Ken sudah pergi ke kelas lebih dulu, meninggalkan sebuah pesan di atas tempat tidur karena temannya itu tidak sempat untuk menunggu Arsen keluar dari ruang kesehatan. Katanya, hari ini mereka ada ujian lisan. Arsen kesal, dia pasti sudah ketinggalan banyak pelajaran. Meskipun Axel sering membawakannya catatan pelajaran, tetap saja rasanya berbeda sekali kalau tidak belajar di kelas. Diam-diam Arsen jadi merasa kerasan di sana, dia baru menyadarinya saat dia hanya berbaring sendirian di ruang kesehatan yang sepi, sepertinya dia mulai merasa tempat ini adalah tempatnya, tempat mereka, dia dan juga Ken.

Arsen bersandar pada bingkai jendela, matanya menatap pada hutan kabut yang jauh di sana. Lalu mengalihkan pandang pada beberapa pengurus kebun sedang mengurusi kebun anggur yang berada tak jauh dari menara selatan. Arsen sedang merenungi sesuatu, sesuatu yang mengusiknya saat dia sedang sekarat kemarin. Sebuah mimpi. Dia yakin itu bukan mimpi biasa, Arsen bisa merasakannya. Mimpi itu membuatnya takut, entah kenapa. Mimpi tentang kehancuran suku Lacnos,.

Mimpi tentang.. kehancuran Constantine.


Tbc

Constantine #1 : Perkamen Suci Lacnos ✔Where stories live. Discover now