End and Begining

7.6K 1.2K 147
                                    

River, masih berusaha mencerna apa yang terjadi dalam diam. Bukan hanya dia, tapi teman-temannya yang lain juga sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Mereka mendapatkan fakta baru, bahwa River ternyata adalah keturunan Count Vladimir, sama seperti Vernon.Setelah semua hal yang terjadi di luar, Cedrik meminta anak-anak lain kembali ke kastil, beristirahat, atau mengisi perut, sementara Aro,Rex,River,Axel,Ken,Arsen dan Maxime diajaknya ke ruangannya.

"Ini tidak mungkin." Akhirnya River buka suara, "bahkan aku tidak tahu siapa orang tuaku. Tidak mungkin kalau aku.."

"Itu mungkin saja, kalau kau bilang kau tidak tahu siapa orang tuamu. Bisa saja, salah satu dari mereka adalah keturunan Count Vladimir." Cedrik menyesap teh panasnya hati-hati.

"Tapi, aku.. Count Vladimir.." Bahkan River tidak pernah membayangkan kalau dia adalah salah satu dari keturunan vampire tertua itu. Ada harapan baru dalam diri River juga ada rasa takut yang datang bersamaan dengan itu, kenapa dia ditinggalkan? Ataukah, mereka tidak tahu bahwa River itu ada?

Axel menggenggam tangan River, memberikan kekuatan untuk menghadapi kenyataan tentang asal-usulnya. Dia, pun teman-temannya yang lain juga pasti sama terkejutnya dengan River. Axel tahu, selama ini River diam-diam selalu berharap kalau dia bisa menemukan sedikit petunjuk tentang siapa keluarganya, darimana dia berasal, mengapa ditinggalkan. Sekarang, River sudah tahu darimana dia berasal, dia adalah keturunan Count Vladimir, River bukanlah half blood sembarangan. Apakah setelah ini, River akan tetap tinggal dengannya? Atau justru River akan pergi untuk mencari keluarganya? Meninggalkan Axel dan neneknya.

"Apa, Master tahu sesuatu tentang ini?" tanya River setelah beberapa saat diam dengan pikirannya.

Cedrik tersenyum kecil, "Setiap pertanyaan yang kau ajukan, terkadang kau sendirilah yang harus menjawabnya." Lalu Cedrik berdiri, berjalan menuju mejanya, menarik laci terakhir dari meja itu. Mengeluarkan sebuah botol kecil seukuran jari kelingking berisi cairan bening, yang mereka yakini isinya bukan air biasa.

"Mungkin, ini bisa membuatmu menemukan jawabannya." Cedrik menyerahkan botol kecil itu pada River.

River mengamatinya sebentar, sebelum pandangannya beralih pada Cedrik yang setia menatapnya. "Apa ini?"

"Air mata naga merah, itu sangat berharga dan langka. Konon, kalau kau meminum itu kau akan mendapat penglihatan dari semua pertanyaanmu. Mungkin itu yang kau butuhkan, River. Menemukan jawaban dari pertanyaanmu."

River memandang botol itu lagi, "Terima kasih Master."

"Kalian sudah bekerja keras hari ini, pahlawan-pahlawan Constantine." Cedrik menatap ketujuh pemuda itu satu persatu. "Sepertinya kalian perlu mengisi perut, aku sedari tadi mendengar perut Maxime menggeram kelaparan." Cedrik mengerling pada Maxime yang mengusap tengkuknya malu.

Ketujuh pemuda itu keluar dari ruangan Cedrik, suara berderit pintu kayu ganda yang tertutup itu membuat mereka berjengkit kaget. Ketujuhnya melangkahkan kaki menyusuri lorong, menuruni tangga melewati aula utama.

"Uh, sepertinya ada yang menunggu pahlawan satu ini." Goda Ken sambil menyenggol bahu Maxime.

Gwyneth, berdiri di tengah aula utama. Senyum menggembang, jelas dia tunjukan untuk sang kekasih yang wajahnya berseri senang disambut oleh Gwyneth.

Arsen menepuk punggung Maxime cukup kencang, membuat Maxime sedikit terhuyung ke depan sembari mengusap punggungnya yang panas. "Selamat bersenang-senang," goda Arsen disambut tawa teman-temannya yang lain, lalu berjalan meninggalkan Maxime menuju aula makan.

Namun, baru beberapa meter keenam pemuda itu melangkah. Sebuah tangan mengalung di leher Aro dan Rex. Maxime, berdiri diantara mereka sambil tersenyum jahil yang membuat lesung pipinya terlihat. Sementara teman-temannya memandanginya dengan raut wajah bingung.

"Kenapa kau ada di sini? Bukankah Gwyneth menunggumu?" tanya Aro.

"Iya, tapi aku lebih ingin pergi bersama kalian. Dia akan selalu menungguku."

Teman-temannya mendengus geli mendengar kata-kata Maxime yang kelewat romantis.

"Ah.. sebentar lagi kita akan mendapat libur. Aku tidak sabar pulang ke rumah." Rex merentangkan tangannya.

"Tapi sebelum itu, kita akan ada ujian dulu." Axel mengingatkan membuat Rex cemberut.

"Bisa tidak, kau tidak merusak suasana? Rasanya aku lebih memilih mengalahkan tulang-tulang itu dari pada ujian." Gerutu Rex.

"Hey, mungkin nanti kita menemukan hal menarik saat liburan." Ken menatap ke kanan dan kirinya.

"Seperti petualangan baru?" sambung Aro antusias.

"Ah, kemanapun itu petualangan baru apapun itu. Aku ingin kita melakukannya bersama-sama." Maxime melepaskan rangkulannya, lalu berjalan mendahului. "Yang terakhir sampai di aula makan, pecundang!" teriak sang putera Hades lalu segera berlari.

"Hei!"

Teriakan protes mereka menggema di lorong, ketujuh pemuda itu berlari saling susul menyusul, gelak tawa mereka ikut meramaika langkah kaki saling mengejar. Tertawa seolah tidak ada hari esok, merangkul seolah tidak ingin melepaskan.

Tidak ada yang tahu hari esok akan seperti apa. Tidak ada yang tahu, kalau ini adalah awal dari semuanya. []



Bersambung ke Constantine #2 : Bangkitnya Illuminati

Constantine #1 : Perkamen Suci Lacnos ✔Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum