Part 8 : Pembantu yang malang

197K 11.6K 279
                                    

TOlong tandai typo dan rancu

Sepanjang perjalanan, Greya terus mengumpati tuan durhaka dalam hati. Terus memperolok ucapan pria itu yang mengatakan dia cukup profesional.

Profesional tai!

Profesional dengan menikmati tubuh seseorang, kemudian dibuang begitu saja?! Kalau begitu, iya, lelaki itu profesional. Profesional dalam melakukan hal maksiat.

Tanpa peduli pada penumpang lain, Greya menariki rambutnya sendiri karena kesal. Kesal pada dirinya yang terlalu pasrah. Diam saja ketika dicium. Diam saja ketika diperlakukan begitu murah.

Tapi dia memangnya mau apa? Melawan? Lalu kehilangan pekerjaan? Lalu jadi gembel di jalan, karena tak bisa membayar hutang, sementara putrinya diculik rentenir sialan itu untuk dijual!

SETAN!

Posisi wanita itu serba tak mujur. Maju salah, mundur pun salah. Protes sial, tak protes dianggap dungu, bodoh, penakut. Eeh memangnya pembantu mana yang memiliki keberanian menentang majikan? Keberanian yang orang seperti dirinya punya sudah dibeli oleh gaji. Andai berani menentang juga, resiko ditanggung sendiri.

Tiba di apartemen tuan durhaka bajingannya, Greya langsung merebahkan tubuh yang tulang-tulangnya terasa dilolosi. Emosi memang selalu menguras tenaga. Greya terpejam, diam sesaat untuk menenangkan dirinya. Namun baru sepersekian menit saja, dering ponsel segera membuat dirinya bangkit dari ranjang.

Dengan cepat, ia mengambil ponsel yang ada di tas selempang yang ia bawa tadi. Nama pemanggil pada layar ponselnya membuat ia susah payah menelan saliva. Menarik napas dalam, berharap semoga tak mendapatkan berita buruk, Greya menjawab panggilan itu.

"Hal—" Belum menyelesaikan sepatah kata, Greya langsung terpejam mendengar makian dari seberang.

"Brengsek!! Lo pindah ke mana, pecun?! Gue cari tempat kerja lo katanya lo pindah?! Lo mau anak sama ibu lo mati?! Jangan kabur lo, sebelum semua hutang orangtua laknat lo itu lunas, babi!!"

Ketika kata kasar terakhir masuk ke dalam pendengaran wanita itu, Greya mengerjap. Babi, Pecun. Baru saja ia dimaki begitu! Sialan! Dia tak berani membalas.

"Aku ngga kabur, bang. Aku pindah ke tempat anaknya majikan."

"Alah! Persetan sama alasan lo!! Sekarang gimana? Kapan lo mau datang buat ngelunasin hutang?!"

"Bang, aku ngga bisa kalau disuruh ngelunasin. Aku Cuma bisa—"

"Cuma bisa apa?!"

Tunggu aku selesai ngomong kenapa? Jangan di-cut gitu aja.

Greya menggigit lidahnya, sebelum menjawab. "Nyicil."

"NYICIL BAPAK LO MATI?!!"

Puji Tuhan, sudah.

"Sesuai perjanjian. Cepat lunasi. Gue tunggu hari minggu di tempat gue."

"Bang tap—"

"Nanti gue jemput anak lo."

"BANG!! Tolong jangan bawa-bawa anak." Gemetar, Greya tepejam erat menahan air mata yang ingin jatuh.

Hidungnya sudah terasa berat, sakit menjalar dari tenggorokkan hingga ke ulu hati.

"Ngga ada toleransi! Gue tunggu lo hari Minggu."

"Bang! Bang Takur! Bang--BANGSAAAT!"

*

Entah bagaimana rasa masakan yang ia masak. Tak peduli jika nanti Elzir akan memprotes, atau memarahinya. Ibu satu anak itu merasa kosong. Bahkan ketika melakukan pekerjaannya, sepenuh hati lari pada sang putri yang sudah dibawa rentenir sialan itu.

Crazy MaidWhere stories live. Discover now