Part 16 : Menanti yang tak pasti

162K 10.4K 285
                                    

Tolong edit kalimat rancu dan typo yah

Greya berdiri menatap lampu jalanan dan gedung yang mulai tampak seperti bintang dari jendela besar di belakang meja kerja Elzir yang memintanya menanti dari saing tadi, dan hingga malam menyambut, si tuan durhaka terhormat tak kunjung datang.

Beberapa saat lalu Greya sempat tidur di sofa sudut karena lelah menanti, sekaligus menahan lapar yang mendera. Makanan Elzir yang ia bawa tak sama sekali disentuh, karena takut jika nanti tuannya datang, makanan telah tandas, masuk ke dalam perut wanita itu yang keroncongan.

Jadilah, di ruang kerja Elzir yang cukup luas itu Greya hanya diam menunggu, sesekali tidur, mengisi perutnya yang lapar dengan air putih, lalu memandang bintang yang tercipta dari gedung-gedung dan jalanan di kota Jakarta, berharap dengan begitu rasa sesak di dadanya sedikit terobati.

Dia tahu, hanya pembantu di sini. Patut menuruti perintah majikan. Tapi, tidak seperti ini juga. Dibiarkan menanti berjam-jam tanpa kepastian.

Berusaha menahan sekuat tenaga, namun air matanya jatuh jua. Memandang bintang dari cahaya lampu di luar sana ternyata tak sama sekali mengurangi kesedihannya. Duduk meringkuk di belakang kursi kerja tuan durhaka yang belum kunjung tiba, Greya meniup udara pada permukaan kaca, dan mencipta pola-pola abstrak di sana.

Senyum sedikit tersungging, kala ia menulis sebuah nama. Angel. Bidadari kecilnya yang selalu ia rindukan. Kira-kira sedang apa sekarang? Apakah ibu dan adiknya menepati janji untuk menjaga Angel tanpa siksaan lagi?

"Angel ... mami kangen," bisiknya ketika gundah karena yang dinanti tak kunjung tiba, berganti rasa sesal yang menggebu.

Andai ia tak menerima pekerjaan menjadi pembantu, setidaknya ia tak perlu mengalami hal seperti ini. Bisa bebas menemui putrinya, dan tak perlu menjadi wanita simpanan. Mungkin dia masih akan menjadi buronan bang Takur, tapi ... mengapa rasanya itu jadi lebih baik, dibandingkan menjadi wanita penghangat kasur yang siap dioper dengan pria lain jika majikannya telah bosan?

Mengingat ucapan Elzir tadi pagi membuatnya takut. Takut jika dirinya akan dijadikan bola oleh pria itu. Dilempar ke sana sini untuk melayani yang sama mata keranjangnya dengan si majikan durhaka.

Memeluk lutut, Greya terpejam, berusaha membuang gundah, rindu dan penyesalan. Dia kembali kelaparan, dan sepertinya menanti sambil tidur lebih baik, daripada menanti sambil menahan perut yang keroncongan. Rasanya sudah mulai perih.

"Tuan durhaka sialan," lirihnya pelan sebelum memutuskan diam, berusaha tak menangis lagi.

*

Dengkur halus pria itu dinikmati Marsya, yang bergelung di samping sang pria. Wanita blasteran itu tersenyum setiap menemukan kerutan dalam dari wajah tampan yang ia perhatikan. Tertidur saja, pria itu tampak masih berpikir keras. Dia berdecak. Sebenarnya apa sih yang ada di kepala pria ini. Tak pernah sekalipun tak berpikir keras.

"Engg!" geraman pria itu langsung terdengar seolah tahu sedang dibicarakan.

Marsya tersenyum lembut. "Bangun tuan tidur?"

Pria itu memincing, melirik wanita di sampingnya dan tersenyum. "Aku ketiduran," katanya lalu berdiri pelan, mengurut kening.

"Heem ... setelah berpisah berminggu-minggu, aku punya ekspetasi terlalu tinggi waktu akhirnya bisa ketemu lagi sama kamu." Tapi yang ia dapatkan hanya ciuman singkat yang tak memiliki ujung, karena Elzir malah tertidur.

Elzir hanya mengukir senyum. Tak menyangka Marsya akan menyusulnya ke Jakarta, padahal yang ia tahu, Marsya masih belum menyelesaikan kuliahnya di Inggris. Dia terkejut, saat keluar dari ruang meeting, ia mendapati si gadis berambut pirang, yang langsung memeluknya erat, memicu rasa penasaran beberapa karyawan yang tampak peduli pada kehidupan seorang Elzir.

Crazy MaidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang