Part 10 : Cukup Seperti ini saja

172K 11K 221
                                    

Tolong tandai typo dan rancu

Greya berpikir jika dirinya sendirian dalam hal memikirkan nasib Angel putrinya. Tapi sungguh tak ia sangka, jika ibu Tirinya, Andara dan saudaranya, Dino juga mengkhawatirkan Angel.

Baru saja Dino menghubunginya menggunakan nomor tak dikenal. Pasti Adiknya ini meminjam ponsel orang lain, karena setahunya Dino tak pernah punya pulsa untuk menelepon.

Dino menanyai usahanya sampai mana. Mengapa tak kunjung memberi kabar perihal Angel.

Iya. Saudaranya itu marah-marah, karena menganggap Greya santai saja menghadapi masalah ini. Jadi karena emosi, Greya membalas dengan amarah pula, dan berujung dengan keributan.

Iya. Mereka selalu begitu. Tak pernah tak ribut jika sudah berbicara.

Namun meski begitu, Greya tetap tesenyum karena ada tiga orang yang mengharapkan kembalinya Angel sekarang. Dia, Andara, dan Dino. Meski kasar dengan putrinya, dia tahu jika Andara dan Dino peduli pada putrinya. Meski kadang sikap kasarnya tak bisa sama sekali diberi toleransi.

Membanting tubuh ke kasur, setelah ribut dengan adiknya melalui saluran telepon. Greya, menelungkup untuk menyembunyikan wajahnya ke dalam bantal. Ia menangis lagi.

Dua minggu. Dia terus menghitung hari sejak Angel dibawa rentenir itu. Dia terus menanti, kapan kiranya ia memiliki uang untuk menebus sang putri.

"Jadi? Apa alasan Anda menanyakan hal ini? Siap menerima solusi dari saya?"

Greya menggeleng, ketika ucapan Elzir beberapa hari silam teingat.

Tawaran pria itu masih ia pertimbangkan, mengingat tak ada yang bisa ia lakukan kecuali menerimanya.

Menjadi pelacur seorang pria. Sungguh. Ia bukan anak berbakti hingga ingin mengikuti jejak sang ibu dengan menjadi pelacur. Tapi bagaimana jika hanya ini satu-satunya cara agar ia bisa membebaskan sang putri?

Bidadari tanpa sayapnya pasti begitu ketakutan sekarang. Dan ... bagaimana jika anaknya sakit? Bagaimana jika anaknya tak bisa tidur? Bagaimana nasib putrinya.

"Ya ampun, Pa. Mati kenapa mesti ninggalin hutang, sih? Kenapa yang diwarisin itu nasib malang?" Dia berbalik, menatap langit-langit kamar. "Ma ... lihat. Anak mama lagi mikir jadi pelacur, atau anaknya yang dijual karena hutang papa. Ini loh hasil dari masa lalu kalian. Seneng?" Dia terpejam, seiring isakan yang mengencang. "Kenapa kalian harus nikah, kalau akhirnya malah begini? Jangankan ngasih kehidupan bahagia. Sekedar kasih normal aja kalian ngga mampu. Bodoh!"

Dia mencengkram sprei di sisi tubuh, berusaha untuk tak berteriak, memaki kedua orangtuanya yang sangat ia yakini sedang bermandikan air mendidih di neraka.

"Bodoh banget sih, kalian?!"

Tok Tok!

Ketukan pintu membangkitkan tubuhnya segera. Greya menghapus air mata, dan langsung membukakan pintu. "Tuan?" sapanya pada pria berpenampilan casual yang berdiri di depan pintu.

"Aku mau pulang. Kamu ikut?"

Tanpa berpikir, Greya lantas menggeleng. "Tidak tuan. Saya di sini saja."

Meneliti wajah pucat Greya, dan sembab di kedua mata wanita itu, Elzir lalu mengangguk. "Oke." Dia kasihan pada wanita itu. Tapi sisi iblisnya, meminta ia untuk tak peduli saja. Toh Greya tampaknya enggan menuruti syaratnya. Dan Elzir juga enggan membantu dengan Cuma-Cuma.

Uang dua milyar bukan lah jumlah yang sedikit.

"Aku pulang malam. Kamu ngga perlu masak untuk makan malam."

Crazy MaidWhere stories live. Discover now