~Chapter 1~

451 20 5
                                    

---

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

---

"Vox, tolong bantu papa angkat barang," ucap papanya yang sedang mengangkat beberapa barang. Voc menoleh dan segera membawa beberapa kerdus masuk ke rumah barunya.

Dengan headset yang ia kalungkan di lehernya, ia memperhatikan rumah barunya. Jelas terlihat lebih modern dibanding rumahnya dulu. Rumah ini mempunyai dua lantai, gaya klasik putih yang memecah warna rumah ini. Ia keliling sebentar di luar rumah dan menyadari adanya taman yang luas. Rindang dan sejuk, itulah yang ia gambarkan.

"Bagaimana rumah barunya? Kau suka?" Tanya papa nya yang sudah mengangkat barang masuk ke dalam rumah. Ia mengangguk sebagai jawaban lalu masuk ke rumah bersama papa nya.

"Pilihlah kamar yang kau suka," ucap papa nya. Tanpa menjawab, ia naik ke lantai dua. Ada sekitar tiga kamar di lantai dua, membuat ia bertanya - tanya kenapa papa nya membeli rumah sebesar ini untuk mereka berdua. Ia akhirnya memilih kamar yang berada di tengah - tengah dua kamar lainnya.

Disaat ia masuk, ia ditampilkan dengan one single bed yang berselimut warna emas, disebelahnya terdapat lampu meja yang menyala terang. Meja belajar dengan lemari buku sedang di bagian pojok, TV didepan kasur serta meja rias yang berada di sebelah TV. Lemari baju yang bergeser dengan gaya klasik melengkapi semua. Satu jendela besar dengan korden. Ada beberapa boneka li*e yang terletak disana sebagai hiasan dan satu pigura diatas kasur abstrak.

"Kamu sudah menemukan kamarmu, ambil barangmu dibawah sendiri ya, papa mau membereskan barang - barang lainnya dulu," ucap papa nya yang melintas didepan kamar.

"Ya pa," ucap Vox, dua kata pertamanya di rumah barunya ini.

Vox turun ke bawah setelah berganti baju, mengambil beberapa kerdus yang berisi barangnya. Seperti boneka, baju, buku, make up, dan sebagainya. Ia menata seluruh barangnya dengan rapi dan melihat seragam barunya.

"Pindah lagi," ucap Vox lirih lalu menghela nafas. Ia mengelus seragam barunya itu, kemeja putih dengan lengan pendek, vest bewarna krem yang sama dengan rok nya. Rok seragam ini memang didesign khusus dengan celana, serta dasi pita bewarna merah kotak - kotak.

"Semoga saja ada hal yang seru," ucapnya dengan senyum miring. Sikap diam itu hanya karna ia kesal sebab kepindahannya.

Ia mengambil satu novel kesukaannya, menyalakan lagu dari ipod lalu berbaring di kasur dengan pulas. Sekitar tiga puluh menit kemudian, pintu kamarnya terbuka dan menampilkan wajah papanya yang girang.

"Ayo makan dulu, habis itu lanjutin baca bukunya," ucap papanya. Vox menaruk bukunya kembali dan mematikan ipod nya. Ia turun ke bawah dan melihat berbagai masakan yang terlihat lezat terhidang diatas meja.

Ia duduk dihadapan ayahnya, mengambil beberapa nasi dan lauk yang ia diatas piring. Memakannya dengan lahap karna memang ia tak sarapan.

Rosana Vox Tannie, itulah nama kepanjangannya. Ia biasa dipanggil Vox dibanding nama pertamanya. Karna ia menganggap namanya terlalu girly untuk gadis secuek dia. Ia memang hanya tinggal dengan papanya, mamanya sudah meninggal walau Vox tak yakin. Ia tau ada sesuatu yang di sembunyikan papanya, tapi ia tak pernah tau rahasia itu.

Ia saja tidak ingat muka mamanya seperti apa, sikapnya seperti, dan berbagai hal yang bersangkutan dengan mamanya. Tidak ada foto mamanya yang dipajang, mungkin karna papanya ingin menyembunyikan rahasia itu. Papanya bekerja sebagai CEO sekaligus owner keturunan perusahaan. Papanya anak tunggal sehingga ia memiliki semua warisan kakek neneknya. Selain itu, papanya termasuk jago masak untuk seukuran cowok.

Ia memang tidak terlalu dekat dengan papanya, mungkin itu bersangkutan dengan masa lalu yang ia lupakan. Ia tak ambil pusing dengan itu, ada kalanya rahasia lebih baik disimpan dibanding dibeberkan.

"Kamu gak mau keliling komplek sini?" Tanya papanya.

"Gak, terlalu membosankan," ucap Vox singkat. Ia bukan tipe orang yang mudah bergaul, lagipula ia terlalu malas untuk keluar dibawah sinar terik matahari.

Sikapnya di sekolah dan di rumah memang sedikit berbeda. Sama - sama pendiam, tapi saat ia sekolah, ia lebih tertarik dengan hal - hal seru, ia juga banyak bicara walau selisih perbandingannya sedikit.

"Aku ke kamar dulu," ucap Vox datar lalu naik ke atas tanpa melirik papanya sama sekali.

"Walau ingatanmu terhapus, ternyata sikapmu masih sama," ucap papa Vox lirih menatap gadis semata wayangnya itu. Ia mengepalkan tangannya, merendam emosinya. Kejadian itu sudah lama berlalu, tapi masih saja sama. Ia tak bisa lupa kejadian itu.

Vox terlarut dalam bacaannya. Sepintas, ia ingin menjadi karakter utama perempuan. Rasanya hidup dunia novel sangat indah dibanding realita. Punya keluarga harmonis, kakak yang sayang, pacar yang cakep, sahabat yang tulus, dan sebagainya. Sayang, itu hanya di dunia fiksi.

"Kapan duniaku berubah seperti ini ya?" Tanya ia pelan ke dirinya sendiri, tapi ia cukup sadar kalau itu tidak akan terjadi. Setelah cerita buku itu selesai, ia menaruk kembali bukunya dengan rapi lalu masuk ke kamar mandi yang memang ada didalam kamarnya.

Sebenarnya Vox cantik dan menawan. Rambut bergelombang warna coklat  keturunan warna papanya, matanya coklat dengan alis yang cukup tebal. Bibirnya tipis bewarna pink. Kulit bewarna putih karna pada dasarnya ia tak suka keluar - keluar. Apalagi kalau gak ada temannya.

Ia mungkin tak merasa cantik karna ia cuek dengan penampilannya. Ia saja lebih senang pakai baju longgar atau T-shirt dibanding dress atau rok. Ia saja tak memakai bedak saat keluar. Beda cerita lagi jika ia pergi menemui teman dekatnys.

Selesai ia mandi, ia berbaring kembali diatas kasur dan menutup matanya. Ia menyalakan hp nya dan membuka ig miliknya. Melihat beberapa foto idola nya sekaligus beberapa barang yang ia suka. Ia melihat video di hpnya lalu tertawa kecil ketika melihat hal yang lucu.

Setelah videonya selesai, ia menyalakan TV nya dan tertampil berita soal kecelakaan beruntun.

DEG!!

Vox memegang kepalanya erat, sangat sangat erat. Di benaknya seakan ada yang ingin keluar, sesuatu yang bahkan ia tak tau itu apa. Ia tiba - tiba melihat seorang gadis kecil meraung - raung sembari menangis, didepannya tergeletak seseorang yang berlumuran darah. Keadaan yang gelap membuat ia tak melihat dengan jelas.

Kepalanya semakin mereda perlahan, pegangannya semakin renggang. Ia sangat terkejut, hal itu sebenarnya sudah biasa jika ia melihat berita kecelakaan di TV ataupun baca berita di koran atau HP. Ia tau gadis kecil itu, gadis yang meraung - raung itu adalah dirinya sendiri. Tapi, kenapa ia sama sekali tak ingat?

Sekelebat pertanyaan melintas dipikiran Vox,

Apa itu adalah mama ku?

---
Kembali lagi bersama nih Author tercantik sejagat raya, terima kasih! Hehehe

Jangan tinggalkan lapak ini dulu atau kalian ketinggalan momen baper pemeran kedua tokoh ini nantinya.

So stay tune...

Tanggal 6 Agustus 2020, Aku Indigo akan publish teman2 ❤

VoxGreyWhere stories live. Discover now