~Chapter 15~

116 17 1
                                    

"Dia sungguhan masih marah sama gue ya," ucap Vox pada dirinya sendiri. Dia sudah lama menunggu di depan rumah terus memperhatikan jam di tangannya itu.

Jam sudah menunjukkan waktu pukul 7 dan dia harus pergi sekarang jika ia tidak mau telat. Ia akhirnya masuk ke dalam untuk mengambil kunci mobil miliknya dan pergi menuju ke sekolah.

Sesampainya ia parkir, ia langsung segera mencari keberadaan Grey di kelas ataupun di lapangan, tapi ia tidak menemukan pacar yang satunya itu.

"Nih orang pengen jadi bang toyib kayaknya," dumel Vox sambil menghentakkan kakinya ke lantai karena kesal. Iapun memilih langsung ke kelasnya dan duduk disebelah Hani.

"Kesel amat mukanya, emang kenapa sih?"

"Han, jalanin cinta itu susah banget ya ternyata. Lama - lama gur capek sendiri berasa cuma gue yang niat."

Hani terdiam, dia sendiri belum pernah pacaran ataupun suka sama seseotang jadi ya dia lebih memilih diam.

"Gpp kok kalau lo diam gue ngerti alasannya, lebih baik begitu daripada sok nasehatin padahal dirinya belum tentu bener," ucap Vox sekali dengan senyum pedih.

Teng.. teng.. teng...

Dan dengan ini Vox memilih untuk fokus ke pelajarannya daripada membebani pikirannya.

.
.
.

"Eh! Itu Grey kan, mungkin lo ajak dia bicara atau apa, hubungan kalian berdua bisa balik normal," ucap Hani sambil menunjuk ke arah kantin yang penuh itu.

Vox terdiam sebentar dan ia menarik nafas dalam - dalam berusaha menyakinkan dirinya, "Doain aja semoga semua baik - baik aja."

Vox berjalan mendekati meja Grey yang terdapat dua orang itu, Grey dan temannya yang Vox tidak kenal.

"Grey, kita perlu bicara," ucap Vox sambil memegang tangan Grey. Grey hanya diam bahkan tidak berniat untuk melirik.

"Grey, plis, kalau lo marah sama gue, kesel sama gue, silahkan lo marahin gue sampai lo puas. Gue tau gue salah dam gue akui gue salah, tapi kalau lo diam aja kayak gini, hubungan kita gak akan membaik," ucap Vox sekali lagi dan Grey hanya terus diam.

Vox menghela nafasnya lelah, "Kayaknya cuma gue ya yang berniat hubungan kita membaik. Gue tunggu kabar putusnya dari lo."

Dan Vox pergi meninggalkan kantin tanpa memanding kembali Grey. Dia capek, dia capek hatinya dimainkan seperti ini.

"Berantem lo? Padahal barusan aja kemarin lusa, lo booming jadian sama Vox hingga seluruh murid pada histeris," ucap teman Grey, Rafael a.k.a Rafa.

"Diem aja, lo gak ngerti urusannya gimana."

"Jelas gue gak ngerti, gue bukan cenayang," ucap Rafa ketus membuat Grey menghentikkan makannya.

"Kemarin gue jj sama dia, dan dia liat foto gue sama Jennifer saat itu dan karena dia, foto itu gak sengaja robek, padahal tuh foto cuma ada satu dan gue gak punya soft filenya," ucap Grey panjang lebar.

Rafa mengangguk - angguk mengerti, "Orang kepo itu udah biasa Grey, Vox pacar lo dan memang patut dia kepo, secara cewek mana yang gak sakit hati liat foto pacarnya berduaan sama cewek lain."

"Tapi, kalau dia penasaran, kenapa dia gak tanya langsung coba?"

"Dan lo yakin lo siap untuk beberin semuanya?"

Pertanyaan Rafa membuat Grey terdiam berpikir sejenak, ia lalu mendrngus kesal ketika membenarkan ucapan Rafa. Tak ia pungkiri, kalau ia memang gak siap.

"Cewek itu punya jangka waktu kesabaran, dari ucapannya aja gue ikutan sedih juga. Well, gue tunggu kabar putusnya jika lo gak segera bertindak."

"Gue gak akan putus darinya," sahut Grey cepat membuat Rafa menaikkan alisnya dan tersenyum jahil. Menyadari ia dijebak, Grey langsung mendengus kesal.

"Lo bayarin ini dulu, gue mau nyusul Vox," ucap Grey segera berlari keluar dari kantin.

"VOX!" panggil Grey setelah ia berhasil mengejar Vox. Vox membalikkan badan dan menatap dingin Grey.

"Ayo kita bicara," ucap Grey membuat Vox menelan ludah kesal. Kalau diancam gitu, baru sadar. Dasar!

"Gue ada urusan sama Hani, tunggu sampai pulsek aja," ucap Vox lalu menarik tangan Hani tapi, gerakannya terhenti ketika teman Grey datang dan menarik tangan Hani yanh satu lagi.

"Hey! Sori, lo Hani kan teman Vox, gue Rafael dan gue butuh urusan sama lo. Silahkan Vox ngobrol sama Grey," ucap Rafa yang tiba - tiba datang dan menarik tangan Hani meninggalkan Vox dan Grey berdua sekarang.

"Jadi? Lo mau ngomong apa?" Tanya Vox sambil mengalihkan pandangan dari Grey. Ia takut jika ia beneran diputusin gimana!?

"Dia Jennifer, cewek yang lo liat di foto itu."

Vox terdiam sebentar menunggu kelanjutan dari Grey.

"Dia kakak tertua gue dan gue yakin lo juga liat foto itu saat ke rumah gue. Dan menurut gue, dia cewek kedua setelah mommy yang berhasil masuk ke hati gue."

"Apa yang terjadi?" Tanya Vox yang menyadari situasi gak enak ini.

"Dia bunuh diri karena cintanya gak terbalas, gue gak nyangka aja kenapa dia sebegitu nekat untuk mengakhiri nyawanya hanya untuk cowok yang gak pernah mandang dia, sori gue malah lampiaskan kemarahan gue sama lo."

Grey mendekat ke arah Vox dan memeluk Vox yang tidak seberapa tinggi itu membuat kepala Vox terbenam dalam dadanya.

Grey mencium pucuk kepala Vox dan memejamkan mata, "Jadi, maafin gue ya cebol?"

"Disaat begini lo masih aja ngejek gue, ya ya dodol, lo dapat permintaan maaf dari gue," ucap Vox malu - malu membalas pelukan Grey.

"Btw, ini masih di sekolah," lanjut Vox membuat Grey melepas pelukannya dan memalingkan wajah karena malu apalagi semburat merah yang tak bisa ia sembunyikan.

"Aduhh, pacar Vox lucu deh. Takut putus beneran kan? Pasti lo suka sama gue, mangkanya begitu," sahut Vox jahil membuat Grey menjitak kepalanya pelan.

Bukannya terdiam, Vox malah terus menggodanya dan membuat Grey menarik tangan Vox untuk mengantrakannya.

Seenggaknya lo udah jadi diri lo yang gue tau, batin Grey

Thx Grey, lo mau percaya sama gue, batin Vox

Dan ya biarlah waktu mengenang kembalinya mereka.

VoxGreyWhere stories live. Discover now