~Chapter 8~

173 16 3
                                    

"Dia sungguhan gak mau jemput gue ya?" Tanya Vox ke dirinya sendiri. Sempat rasa sedih melingkupi hatinya, ia kira, ia dan Grey sudah mulai agak deket sebagai teman maksudnya.

"Ya udah deh, gue naik mobil aja."

Belum sempat Vox masuk ke rumahnya, ia mendengar suara klakson motor di depan pagar. Ia berlari melihat dan terkejut melihat Grey dengan motornya sudah berada disana.

"Sori gue telat, tadi harus nganter barang dulu," ucap Grey setelah melepas helmnya. Ia mengernyit kebingungan melihat Vox masih berdiri di tempat tanpa ada tanda - tanda bergerak.

"Cepetan lo naik, gue tinggal nih."

"Eh jangan dong! Gue kan masih terkejut, gue kira lo gak mau jemput gue. Ternyata lo masih mau nuruti kata - kata gue," ucap Vox sambil naik ke motor Grey.

"Hm..."

Grey langsung menjalankan mootornya menuju sekolah dengan kecepatan yang tinggi karna memang ia telat. Untung saja Vox tidak terlalu mengomel soal kecepatan uang digunakan Grey. Sampailah mereka di sekolah, Vox menunggu hingga Grey pun juga turun.

"Lo ke kelas sana!"perintah Grey tapi, Vox hanya menggelengkan kepala tanda ia tak setuju.

"Mau lo apa terus?"lanjut Grey dongkol.

"Jangan marah - marah gitu. Lo kan sebagai pacar yang baik dan peduli, lo harus nganterin gue ke kelas," ucap Vox membuat Grey tersenyum miring.

"Lo punya kaki buat jalan dan punya mata buat liat. Jangan kayak orang susah aja yang perlu dituntun," ucap lalu meninggalkan Vox yang terlihat tersinggung dengan ucapan Grey. Vox menghentakkan kakinya kesal lalu berjalan ke kelasnya, sungguh kalau saja bukan tantangan ini, ia tak mau berpura -pura dengan Grey.

——

"Lo lagi marahan sama Grey?" Tanya Hani yang sudah dua hari ini demam. Dan itu membuat Vox senang karna ia datang di waktu yang tepat.

"Biarin aja, gue males ngomong sama dia."

"Kayaknya, lo harus cepet baikan deh sebelum Clara curiga sama lo."

"Ya masa gue duluan sih yang minta maaf! Yang salah kan dia, lagipula kalau orang pacaran gak ada namanya berantem itu bukan pacaran. Juga, taruk dimana harga diri gue sebagai perempuan?" Ucap Vox membeberkan curahan hatinya. Hatinya sungguh panas karna Grey hari ini, membuat mood dia buruk saja.

"Terus lo maunya apa? Nunggu terus, sampe kiamatpun Grey gak mungkin minta maaf sama lo. Dia kayaknya santai - santai aja tuh, gak kayak lo yang seperti cacing kepanasan."

Vox cemberut dan menoleh ke tempat Grey berada dan memang benar apa yanh dikatakan Hani. Grey terlihat menikmati makanannya sambil ngomong dengan kedua temannya. Hal itu menambah kekesalan Vox.

"Ihhh! Kok dia gak peka sih?" Tanya Vox mengaduk minumannya.

"Dia pacaran sama lo aja paksaan, mana mungkin dia mau berbaikan sama lo, yang ada dia malah seneng lepas sama lo."

"Lo benar juga sih, ya udah deh. Gue duluan ya Han!"

Vox langsung beranjak dari duduknya dan duduk disamping Grey mengganggu pembicaraan mereka. Grey langsung berdecak kesal pelan agar tak terdengar siapapunm sementara itu Vox senyum ceriah.

"GPP kan kalau gue gabung?" Tanya Vox dan teman Grey menggangguk spontan.

"Kalian yang pas itu di lapangan bareng Grey kan? Gue belum kenalan, kenalin nama gue Vox, nama kalian berdua sapa?" Lanjut Vox tanpa memperdulikan Grey yang menatapnya datar.

"Gue Gio dan ini Christ."

"Kalian kok betah sih temenan ama Grey, dia kan ngeselin."

"Emang udah nasib mau diapain lagi coba,"jawab Gio yang diangguki Christ.

"Yang seharusnya, gue yang nanya sama lo. Lo kok bisa sih pacaran sama nih curut, lo tau sendiri sikapnya dia gimana," ucap Christ membuat Gio tertawa terbahak.

"Kalian berdua pergi sono!" Usir Grey tapi, kedua teman Grey hanya tertawa.

"Gue ngerti kok. Lo mau berduaan ama pacar lo kan? Kita pergi aja, takut jadi nyamuk gue," ucao Gio yang pergi dengan Christ sebelum Grey melempar sesuatu.

"Lo lagi, gue kira lo udah nyerah karna ucapan gue tadi pagi," ucap Grey tersenyum sinis.

"Jangan cuek gitu, lo aja kasih gue makan kok. Gue tau lo sebenarnya khawatir sama gue."

"Gak usah kegeeren, gue lakuin itu biar urusannya gak panjang."

"Masa sih? Eh, gue gak bawa lagi loh," ucao Vox bohong berharap Grey akan membelikkan makanan lagi.

"Lo gak usah bohong, gue liat lo makan kok."

"Tuh kan lo merhatiin gue. Oh iya, lo gak merasa bersalah gitu sama omongan lo di pagi tadi?"

"Gak."

"Lo kok jahat banget sih, gue tersinggung loh, seengaknya lo minta maaf kek atau apa kek. Bikin gue gak kesel gitu loh,"ucap Vox memukul tangan Grey pelan. Grey menghentikkan makannya lalu menoleh ke Vox.

"Apa!?" Sewot Vox melihat tatapan Grey yang intens itu. Grey mendekatkan wajahnya ke wajah Vox membuat Vox grogi seketika.

"Terus, lo maunya apa? SAYANG,"ucap Grey sambil menekankan perkataannya. Ia lalu mundur ke belakang melihat Vox yang tersipu malu.

"Lo jangan nge-gas dong. Santai aja lah."

"Jujur aja, lo ngerepotin banget sih menurut gue. Bukan bermaksud buat nyinggung, itu kenyataannya."

"Halah! Kalau gue gak ada, palingan lo kangen sama gue. Karna gue baik, ya udah deh, gue minta maaf duluan kalau sikap gue terlalu ganggu lo."

"Tuh lo sadar," ledek Grey.

"Jangan mulai lagi dong, gue berusaha buat suasana kondusif loh ini."

"Gak usah sok pinter lo pakek bahasa formal lagi."

"Kok jadi gue yang serba salah. Ya udah deh gini, gue minta maaf dan karna kita udah baikan, lo nganter pulang gue ya."

"Karep lo deh." Grey lalu pergi meninggalkan Vox yang melongo melihat tingkah lakunya.

"Oh iya, roti yang gue kasih kemarin gak gratis," ucap Grey lalu pergi begitu saja membuat Vox terdiam untuk kesekian kalinya.

"Hei! Hei! Tungguin gue napa,"ucap Vox mengikuti Grey dari belakang.

VoxGreyحيث تعيش القصص. اكتشف الآن