~Chapter 9~

173 15 5
                                    

"Thx, udah nganterin gue kesekian kalinya," ucap Vox sambil memberikan helmnya.

"Hidup gue begini amat ya," ucap Grey mengomel menerima helm berian Vox.

"Jangan melenguh terus. Gue mau ngomong sesuatu, seminggu ini lo jangan antar-jemput gue soalnya papa gue ada di rumah. Gue gak mau sampai papa gue tau," ucap Vox dengan senyum walau di dalam hatinya, dia merasa sedih.

"YESSS! akhirnya, seminggu ini bebas dari lo. Gue pergi dulu," ucap Grey lalu pergi menjalankan motornya.

"LO KOK JAHAT BANGET SIH!!!"

——-

Grey sedang menikmati makannya sementara kedua temannya masih asik ngomong hal yang gak penting yang tak perlu diceritain. Ia melirik sebentar kesekeliling kantin dan tak menemukan keberadaan Vox sama sekali.

"Dia gak dijemput, gak berangkat sekolah?" Ucap Grey lirih ke dirinya sendiri. Makannya pun tak lahap dan segenap rasa khawatir muncul di hatinya. Ia cemas sebagai teman, mungkin*

"Bilang aja kali kalau lo kangen sama your doi," ucap Gio yang melihat kegelisahan Grey, berteman dengan Grey sejak smp kelas 7 membuat dia tau sikap Grey.

"Sapa bilang gue kangen?" Tanya Grey sewot tak terima walau hati berkata lain.

"Daripada lo nyesel, tanya aja sama temennya," kata Christ yang kali ini ngomong. Membuat Grey bimbang seketika, hatinya dibuat bingung antara gengsi dan sebagainya.

"Aishh...! Gue pergi dulu, tuh cewek ditinggal sebentar udah bikin stress aja," ucap Grey yang beranjak dari duduknya menuju Hani yang sedang makan sendirian di bagian pojok.

"Vox mana?" Tanya Grey to the point.

"Dia tadi izin ke uks, kayaknya dia sakit deh," ucao Hani menjawab setelah terkejut sebentar. Ia tak menyangka Grey yang terkenal cuek itu akan menanyakan keberadaa Vox.

"Oh, thx."

Dia langsung keluar kantin, hatinya bercampur aduk sekarang. Apa ia harus mengunjungi Vox atau tetap kembali ke kelas melanjutkan pelajaran? Jujur saja, membuat keputusan adalah hal tersulit bagi Grey.

"Apa gue harus kesana ya?" Tanya nya.

"Peduli apa sih sama tuh cewek? Biarin aja napa sih! Bukannya ini yang lo mau?" Ucao Grey terus menerus melawan hatinya yang bimbang. Sayang perkataan dan tindakan berbeda, kakinya melangkah cepat ke arah uks ingin melihat keadaan Vox.

Sesampainya dia disana, ia melihat Vox sedang tertidur nyenyak diatas kasur. Ia menelan ludah merutuki dirinya yang sudah datang disini.

"Apa yang gue lakuin sih?" Ucap Grey lirih, ia segera pergi sebelum seseorang melihat tapi, tangannya ditahan seseorang.

"Ternyata lo peduli juga sama gue," ucap Vox yang sudah membuka matanya, ternyata ia bukan tertidur hanya saja menutup matanya.

"Lo jangan kegeeran, gue kesini biar gak jadi omongan orang - orang. Males gue dengarnya," elak Grey walau wajahnya sudah sedikit memerah karna malu. Ia sekarang sangat menyesal.

"Kata - kata khas lo keluar lagi. Gue yakin lo beneran khawatir sama gue, btw thanks udah jenguk gue disini."

"Lo napa gak pulang aja sih? Bikin gue harus datang kesini ninggalin pelajaran. Tapi, kalau gue gak disini, gue jadi bahan pembicaraan orang. Baru aja gak gue jemput sehari lo udah sakit, gimana sampai seminggu kalau gitu."

"Tuh kan lo khawatir, buktinya lo bisa bicara panjang lebar kayak tadi."

"Jangan sampai gue tinggal."

"Eh jangan dong, aduh!" Vox tiba - tiba memegang kepalanya ketika ia merasakan berat dikepalanya melanda lagi.

"Eh! Lo kenapa? Perlu gue beliin makanan?" Tanya Grey secara spontan melihat tingkah Vox membuat Vox tertawa kecil dibuatnya.

"Gue cuma pura -pura lagi," ucap Vox dengan senyum gelinya. Dia semakin senang melihat reaksi Grey yang lucu itu.

"Bye! Gue tinggal," ucap Grey yang langsung meninggalkan Vox. Vox langsung menghentikkan tawanya dan sedih? Ia tak tau itu apa, tapi, yang ia yakini, ia merasa bahwa ada sesuatu yang hilang darinya secara terpaksa.

"Dia bener -bener ninggalin gue sendirian ya?" Tanya Vox lirih melihat tidak ada tanda - tanda Grey kembali.

"Apa bercandaan gue kelewatan?"

Vox terus melirik ke arah pintu berharap Grey datang tapi, setelah sepuluh menit kemudian, ia tidak menemukan keberadaan Grey. Iapun kembali untuk tidur dengan hatinya yang sedikit kecewa. Belum sempat matanya terpejam, pintu uks terbuka dan melihatkan Grey dengan sekantong kresek ditangannya.

"Nih gue beliin bubur sama air putih,"ucap Grey sambil membuka bungkusan buburnya. Vox tersenyum ceria kembali melihat bahwa Grey masih peduli dengannya.

"Nih makan, lo bisa makan sendiri kan?"ucap Grey

Vox menggelengkan kepalanya, "Gue kan lagi sakit, tubuh gue gak kuat buat makan sendiri."

"Terus lo maunya apa? Gue nyuapin lo gitu? Jangan mimpi ketinggian, nih ambil."

Vox mengambil bungkusan bubur itu, belum ia menyendokkan bubur ke mulutnya, sendok bubur itu jatuh membuat berserakan diatas selimut. Vox menggigit bibirnya merasa bersalah dan kecewa pada tubuhnya tak berkompromi.

"Duh makan aja lo gak bisa, siniin buburnya,"ucap Grey sambil membersihkan bubur yang jatuh berserakan tadi. Ia dengan terpaksa menyuapi Vox yang diam - diam menyembunyikan senyumannya.

"Lo kalau mau senyum, senyum aja gak usah ditahan," lanjut Grey membuat Vox tertawa kecil.

"Gue aneh aja ngelihat lo baik sama gue, biasanya kan lo ngomongnya pedes."

"Gue baik salah, gue jahat salah. Mau lo apa sih?"

"Maunya gue? Gak tau, btw kalau lo care sama gue, apa ini pertanda lo suka sama gue?"

"Sampai kapan kepercayaan diri lo hilang? Gue kan udah ngomong alasannya."

"Kalau lo kayak gini terus, bisa - bisa gue yang jadi suka sungguhan sama lo," ucap Vox membuat Grey berhenti menyuapi Grey. Ia diam sebentar dengan wajah datarnya membuat Vox tak tau apa yang ia pikirkan sekarang.

"Jangan suka sama gue, gue gak mungkin bales perasaan lo," ucap Grey dingin membuat keadaan yang hangat menjadi suram. Vox berpikir bahwa ia sudah salah ngomong.

"Gue ngerti kok, mangkanya gue udah pasang benteng tapi, jangan salahin gue kalau gue suka sama lo, habisnya muka lo cakep sih."

"Heh Cebol! Lo niat gak suka sama gue apa enggak sih? Gue harus pergi."

Grey berdiri membuang bungkusan bubur yang sudah habis, belum sempat ia keluar, ia menoleh sebentar ke arah Vox.

"Jaga diri lo baik - baik, Cebol," ucap Grey tersenyum kecil sambil menutup pintu uks pelan. Ucapan Grey membuat Vox malu sekaligus senang, ia tidak menyangka Grey akan menghawatirkannya sampai segitunya.

"Kayaknya gue emang beneran suka sama lo, Dodol."

VoxGreyWhere stories live. Discover now