~Chapter 11~

161 21 4
                                    

"Lo gak sekolah?" Tanya Vox melihat Grey yang menggunakan seragam datang di pagi hari ke rumahnya.

"Kalau gue disini berarti gue gak ke sekolah. Lo nanya tapi, jawabannya sudah pasti."

"Ya namanya juga basa - basi, gue serba salah didepan lo. Orang tua lo gak marah lo bolos begini?"

"Bolos itu sudah kewajiban murid sebagai anak SMA kalau lo mau tau. Orang tua gue masih diluar kota sekarang, mereka gak akan tau."

"Lo jahat banget sih sama orang tua lo. Mereka pasti sekarang khawatir sama lo."

"Daripada lo yang gak mau ngaku ayah lo sapa," ucap Grey membuat Vox diam tidak berkutit. Vox merasa kesal tapi, itu kenyataan yang tak bisa ia hindarkan. Ia harusnya tau untuk tidak beradu mulut dengan pacar satu nya ini.

"Eh! Gue mau ngomong, gue hari ini belajar masak loh," ucap Vox membuat Grey menoleh.

"Lo kan lagi sakit, lo kok malah masak sih," dumel Grey yang Vox hanya balas dengan cengiran.

"Lo khawatir ya? Tenang aja, penyakit gue udah gak terlalu parah kok, besok palingan sudah bisa masuk sekolah lagi. Gue tau kalau gue ngangenin, makasih loh udah kangen sama gue."

"O"

"Teganya lo, karna lo udah masakin gue kemarin, lo nyoba masakan gue ya," ucap Vox sambil menaruk sepiring nasi goreng merah di depan Grey. Sejenak Grey ragu, bagaimana kalau Vox salah membedakan gula dan garam? Bagaimana kalau sebenarnya nasinya gak matang? Bagaimana kalau, bagaimana kalau, bagaimana kalau.

"Gue tau apa yang lo pikirin, gue gak bisa masak bukan berarti gue bodoh. Coba aja! Pasti bakalan enak! Walaupun gue belum nyoba seh."

Grey mengambil sesendok dan memakannya, ia terlihat berpikir sebentar sambil mengunyah.

"Bagaimana? Enak?" Tanya Vox menggebu - gebu.

"Enak," jawab Grey singkat sambil memakan sesuap lagi.

Vox memicingkan matanya tak percaya, "Biasanya kalau cowok ngomong enak pasti gak enak, gue pertama kali masak loh ini."

"Dibilang enak gak percaya, terserah lo aja."

Vox akhirnya mengambil sesuap nasi goreng buatannya. Ia langsung membulatkan mata ketika mulai mengunyah, ia langsung bertepuk tangan meriah seperti anjing laut ynag bahagia. Ia rasanya ingin bersujud bersyukur sekarang.

"Gue baru tau kalau gue pandai masak, aduh ini suatu kebanggan bagi gue."

"Dibilangi gak percaya, eh udah tau malah sombong. Plis deh, ini hanya nasi goreng, salah satu makanan paling gampang yang dimasak," ucap Grey sambil tersenyum sinis puas membuat Vox kesal.

"Hei, hei! Ini suatu langkah yang bagus menjadi calon istri yang baik buat lo," ucap Vox cepat hingga ketika ia sadar dengan ucapannya itu, ia hanya terdiam malu dengan semburat merah di pipinya.

"Orang tua lo gak ada? Gue mau izin bentar buat ketemu sama anaknya," ucap Grey setelah menyelesaikan makannya.

Vox cemberut memajukan bibirnya layaknya bebek, "Orang tua gue pergi kerja, udah biasa kok itu."

Vox mengambil piring Grey hendak mencucinya tapi, prang... piring itu terjatuh ke lantai hingga berceceran. Untung saja Grey dengan sigap meletakkan tangannya di pinggang Vox menahan tubuh Vox agar tak terjatuh.

"Lo masih sakit aja bela - belain masak, buat ambil minum aja lo susah. Bisa gak sih sekali aja lo peduliin diri lo sendiri dibanding lo peduli sama gue," ucap Grey cepat dan bertubi - tubi.

"Tadi gue udah lumayan sembuh, gue yakin itu," ucap Vox dengan lemah. Ia menggelengkan kepala ketika merasakan pandangannya mulai menggelap.

"Eh!" Pekik Vox kaget ketika merasakan tubuhnya digendong oleh Grey secara bridal style.

"Diam aja, gue gendong lo ke kamar," ucap Grey sambil menatap Vox yang sudah bersemu merah.

Grey segera berjalan ke kamar Vox dan menidurkan Vox di atas kasurnya. Saat Grey hendak pergi, Vox menahan lengan Grey dan menatapnya sayu.

"Lo disini aja, kalau gue ada apa - apa gimana?" Sahut Vox kesal. Dia kan mau diperhatiin.

"Gak aman buat cewek sama cowok di satu kamar, gue akan nunggu lo di depan pintu dan pintunya gue buka. Jadi lo tenang aja, gue gak akan ninggalin lo."

Dan Grey benar - benar melakukan apa yang ia ucap, ia duduk bersila tepat di depan kamar Vox dengan pintu yang terbuka terus merhatiin Vox yang terbaring itu.

"Lo sebegitu khawatirnya ya? Lo udah mulai suka sama gue kan?" Ucap Vox dengan pedenya.

"Tolong jangan geer, kalau lo sakit lebih parah dari ini, gue sendiri yang repot," ucao Grey sambil memutar kedua bola matanya memhuat Vox yang tadinya tersenyum langsung cemberut.

"Gue ngerepotin banget ya buat lo, sori gue sakit," ucap Vox sedih dan memutuskan untuk tidur.

"Ya, lo emang ngerepotin."

Beberapa jam kemudian, Vox menghalangi cahaya lampu dengan tangan ketika ia sudah bangun, berusaha beradaptasi dengan cahaya yang masuk ke liang dua bola matanya.

Saat ia melihat ke arah pintu, ia tak melihat Grey disana. Ia cemberut, sedih dan kesal sebenarnya karena itu berarti Grey sudah pulang tanpa menunggunya.

"Jahat banget sih sebagai pacar," ucap Vox lirih.

Ketika ia sudah merasa lebih baik, ia bangkit dari tidurnya dan hendak keluar untuk mengambil segelas air.

Ia kemudian terkejut dan menutup mulutnya yang terbuka lebar itu.

"Grey, ternyata lo masih disini ya," ucap Vox dengan pelan takut membangunkan Grey yang sedang tertidur dengan bersender di dinding. Jelas ia tidak melihat Grey dari sudut pandangnya tadi.

Vox menunduk mendekatkan diri ke Grey dan mencium dahi Grey pelan.

"Kalau lo gak suka sama gue, jangan bikin gue berpikir lo suka dong. Kalau gue baper, emang lo mau tanggung jawab?" Kata Vox dengan sedih.

Ia tersenyum kecut pada dirinya sendiri dan masuk ke dalam kamarnya lagi. Ia mengambil sebuah sarung yang ada di lemarinya dan menyelimuti Grey dengan sarung tersebut.

"Lo ganteng banget sih, kalau gue beneran suka sama lo gimana?"

Voxpun akhirnya turun setelah puas memandangi wajah Grey yang tampan itu.

Tapi, tanpa ia sadari, Grey membuka matanya perlahan sambil memegang dahinya dan rona merah mencuat keluar di pipinya.

"Cebol, cebol."

VoxGreyWhere stories live. Discover now