-Chapter 5~

171 18 3
                                    

"Wah kelihatannya kita benar - benar jodoh deh, liat saja, makanan dan minuman yang kita pesan sama," ucap Vox duduk di depan Grey yang sendirian. Ia tersenyum sangat lebar sementara Grey hanya menampilkan muka datarnya.

Grey beranjak dari duduknya sebelum makanan dia habis, tapi tentu saja Vox tidak membiarkan Grey pergi begitu saja. Ia menahan tangan Grey membuat Grey terpaksa menoleh.

"Lo jangan pergi dulu dong, tunggu makanan gue habis dulu."

"Ngapain gue harus nunggu lo? Lo emang sapa?"

"Gue calon pacar lo, jadi gimana sama perjanjian yang gue buat kemarin, lo setuju kan?"

"Lo lebih bego daripada yang gue kira. Lo pasti udah tau jawabannya."

"Kenapa sih lo gak mau nerima gue?"

"Lo beneran mau tau?" Tanya Grey dengan mengangkat sebelah alisnya dan Vox mengangguk penasaran.

"Karna lo itu pengganggu," ucap Grey sambil melepaskan tangan Vox dengan paksa. Vox pun dibuat cemberut olehnya. Ia kembali ke mejanya semula dimana Hani masih makan.

"Gak berhasil ya? Setidaknya, lo berhasil satu langkah lebih baik dibanding lo kenalan dulu," ucap Hani membuat Vox bangkit kembali.

"Kayaknya dia harus dibujuk lebih lagi."

Vox pun mengangguk - angguk memikirkan rencana kedepannya. Ia tak boleh menyerah disini, tidak sebelum Clara mengakui kemenangannya. Ia tak akan diam, ia harus membuat Grey setuju akan perjanjian yang dia buat dengan begitu ia bisa menjatuhkan harga diri Clara sebagai karma.

"Gue pergi dulu, dia pasti lagi latihan sama teman - temannya. Lo gak papa kan gue tinggal sendiri?" Tanya Vox khawatir. Ia tau kalau Clara gak akan tinggal diam dipermalukan kemarin.

"Gue gak papa kok, tenang aja," jawab Hani dengan yakin.

"Baguslah, bye."

Vox menuju lapangan dan terlihat Grey sedang bercakap - cakap dengan teman satu timnya. Ia menuju kesana dan tersenyum lebar apalagi melihat Grey yang dongkol padanya.

"Tak bisakah kau tak menganggu sehari saja?" Tanya Grey dengan nada pasrah yang terisyarat disetiap perkataannya.

"Tentu saja tidak, gue akan menganggu lo sampai lo menjawab iya."

"Dan lo selalu tau jawaban gue adalah tidak."

"Masa sih? Kalau gue bisa ngerubah jawaban lo gimana?"

"Tidak akan bisa."

"Wahhh! Grey punya pacar, sejak kapan lo?" Tanya teman Grey yang sedari tadi diam melihat mereka bertengkar. Grey langsung melempar bola basket yang berada di tangannya yang dapat dihindari oleh temannya.

"Kalian temannya Grey kan? Doakan aja dia pacaran sama gue," ucap Vox dengan senyum manis andalannya.

"Lo jangan kepedean."

"Udah Grey terima aja napa sih? Toh dia gak buruk - buruk amat, tidak bermaksud menyinggung," ucap teman Grey yang menghindari lemparan Grey tadi.

"Dengerin tuh, terima aja. Biar ada hot news di sekolah ini," ucap teman Grey yang lain dan membuat mereka tertawa terbahak. Vox terus memasang poker face nya, ia sungguh berterimakasih pada teman Grey yang mendukung.

"Kalian bisa pada diam gak?" Tanya Grey ketus ke temannya, tentu saja itu tidak berhasil, yang ada malah tertawa mereka lebih keras dari yang semula.

"Aish, gini nih, lo datang malah bikin tambah gue malu. Lo ikut gue," ucap Grey ke Vox dengan menunjukkan jari ke Vox. Tentu saja Vox dengan senang hati mengikuti, bisa jadi Grey menerima perjanjiannya.

Grey dan Vox sampai di taman belakang sekolah yang memang cukup sepi karna pada dasaranya murid -murid lebih menyukai kantin.

"Jadi, lo mau ngomong apa sama gue? Lo pasti setuju kan?" Tanya Vox percaya diri membuat Grey menggelengkan kepala kebingungan melihat tingkah laku Vox.

"Kali ini, gue bakal ngomong serius sama lo. Jangan deketi gue lagi, jangan datang pas gue latihan, jangan nunggu gue selesai latihan, dan jangan ajak gue ngomong lagi."

"Woah woah, gak bisa begitu dong. Gue udah ngomong ke lo kalau gue gak akan nyerah, gue bakal deketi lo hingga lo mau jadi pacar gue."

"Lo bisa dibilangi apa enggak sih. Gue tau lo bego tapi, kebegoan lo lebih parah dari yang gue duga. Lo itu sudah masuk terlalu jauh sama lingkungan gue, lo itu terlalu mengganggu, jauh lebih mengganggu daripada Clara. Sebaiknya lo pergi dan ingat kata - kata gue," ucap Grey lalu pergi tapi, Vox berhasil mencegatnya.

"Gue tau kalau gue mengganggu, gue tau kalau gue gak diinginkan sama lo. Ya, gue tau semua itu. Tapi, gue mau nyoba ngomong sama lo. Clara itu perlu dikasih pelajaran, dia selalu membuli orang lain dan menganggap dirinya diatas segalanya."

Vox mengambil nafas sejenak, "Dia buli teman gue, dia bahkan nyuruh gue berlutut minta maaf pada dia padahal dia yang salah. Apa lo gak kesal ngelihat teman lo digituin? Apa lo gak kesal harga diri lo diinjek - injek sama orang yang gak punya otak kayak Clara? Gue yakin lo kesal juga."

"Apapun alasannya, itu tetap urusan lo sama Clara, gue gak peduli," ucap Grey lalu pergi dan kali ini Vox sama sekali tak mencegatnya.

"Gue tau lo peduli, cuma lo gak mau menunjukkannya," ucap Vox lalu pergi. Tanpa disadari Vox, Grey menoleh sebentar ke arah Vox dengan tatapan datarnya, lalu pergi setelah ia berdecak kesal.

Vox berjalan di sekitar koridor mencari Hani, tapi di kelas maupun di kantin, ia tak menemukannya. Ia pun memutuskan mencari Hani di toilet dekat kelas. Ia melihat kedua teman Clara yang menunggu di salah satu bilik toilet dan itu membuatnya curiga.

"Kalian bukan penjaga kan? Minggir!" Perintah Vox tapi, kedua teman Clara itu hanya tersenyum sinis tanpa minggir satu jarak sedikitpun.

"Gue gak takut sama lo, buat apa gue harus ikut perintah lo?" Tanya seorang dari mereka berdua yang digerai.

"Oh, jadi lo takut sama Clara, kalian pencundang banget, mau saja dijadikan babu olehnya. Kalau misalnya lo disuruh berlutut di tengah lapangan, apa kalian juga menuruti nya?"

"Jancok lo, mulut lo beneran butuh di jepret kali ya," jawab seseorang yang rambutnya dikuncir satu.

"Jadi kalian beneran gak mau minggir, baiklah, lo minta gue dengan cara kasar rupanya."

Vox mencengkram tangan mereka berdua membuat mereka kesakitan. Oh lupa mengatakan, kalau Vox pernah belajar bela diri waktu SD agar tidak seorangpun dapat mengganggunya. Ia menarik mereka membuat mereka terjatuh. Lutut mereka terlihat luka.

"Gue gak mau nyari masalah sama kalian berdua secara gue anak baru. Lebih baik, kalian pergi sekarang daripada lo ngalamin lebih buruk dari ini," ucap Vox dengan nada datar. Vox menatap tajam mereka berdua dan mereka berdua lari ketakutan.

Vox membuka toilet itu dan benar saja Hani ada disana dengan keadaan basah kuyup. Bau bekas pel tercium jelas dan itu membuat Vox bertambah marah.

"Clara yang lakuin ini ke lo kan?" Tanya Vox dan Hani mengangguk.

"Dia benar - benar harus dikasih pelajaran rupanya," ucap Vox kesal. Ia bisa saja melukai Clara sesuai yang ia mau, lagipula papa nya termasuk donatur sekolah ini, sayang ia tak ingin mencari masalah yang jauh lebih ribet.

"Gue ambil baju ganti lo, lo disini dulu aja."

Vox keluar dari toilet dengan mengepalkan tangan, "Kayaknya, gue harus cepet - cepet nyelesain tantangan ini."

---
👆👆 Lihat foto okk

VoxGreyWhere stories live. Discover now