ASEAN || 4. Satu Kelompok

4K 491 64
                                    

Menjadi mahasiwa itu harus siap korban waktu tidur dan waktu santai. Airin tahu itu. Yang menjadi ciri khas seorang mahasiswa adalah mata panda, apalagi mahasiwa kedokteran. Airin mungkin sudah lupa rasanya tidur nyenyak. Mamanya selalu mendapati Airin tertidur di meja belajar dengan berbantalkan tumpukan kertas dan buku tebal.

Dan untuk hari ini, Airin tidak tidur sama sekali. Sebenarnya, ini salahnya juga. Ia tidak menyicil dari jauh-jauh hari dan selalu menunda mengerjakan tugas ini. Dan pada akhirnya dia harus melakukan cara kebut satu malam.

Airin berjalan dengan langkah gontai memasuki gedung. Melewati seorang lelaki yang berdiri di depan pintu masuk sambil menelepon seseorang. Ia sama sekali tidak peduli pada sosok cowok yang kini menatapnya itu. Hingga tiga langkah, sosok tinggi tersebut menghadangnya.

"Tumben gak sama Yuan, Rin. Yuan mana?"

Airin mengangkat kepala. Mendapati wajah sepupunya yang kini berdiri di depannya sambil membenarkan letak tas yang disampirkan asal di pundak. Kaisar.

"Eh buset. Lo abis jagain pos ronda?" Kaisar menahan tawa mendapati kantung mata yang menghitam di bawah mata Airin. Sudah berapa malam gadis di depannya ini tidak tidur?

Airin tak peduli. Ia menguap lebar. "Lo ngapain di sini?" Sebenarnya ia malas bertanya. Sudah tahu Kaisar pasti mencari belahan hatinya. Sang adik, si Windy. Atau mencari Yuan untuk menjadi babunya.

"Ngelihat adek gue, gak?" Tuh kan, benar.

"Ya mana gue tahu, Bujang. Baru juga nyampe!" Airin nyolot. Melangkah mendahului Kaisar. Sementara lelaki sawo matang itu mendadak ciut. Airin sedang dalam mode danger and beware. Biasanya, rentan menggigit orang. Maka, Kaisar mengalah.

"Kalo ketemu, kasih tau ya. Gue nunggu!" Dia agak berteriak ketika langkah Airin mulai menjauh. Entah gadis itu mendengar atau tidak.

Saat tiba di kelas, sapaan pertama Windy yang menyambutnya. Pastilah wajahnya ketara sekali sangat butuh tidur hingga Windy bisa melihat dari jauh, bahkan tanpa kacamata minus. "Sistem kebut semalam, Rin?" tanya gadis itu dari meja seberang. Sementara yang ditanya mendengus sebal. Segera menaruh tas di mejanya sendiri, kemudian duduk.

"Kira-kira Pak Kumis dateng jam berapa?" Alih-alih menjawab pertanyaan Windy, Airin malah balik bertanya.

Windy diam sebentar, mengecek arloji di pergelangan tangan kirinya. "30 menit mungkin. Lo datang kepagian."

Memang benar. Sengaja. Airin malas bermacet-macet ria.

"Ada waktu kali ya buat tidur."

"Lo dateng pagi-pagi cuma buat tidur di kelas?"

"Shttt..." Airin memberikan isyarat agar Windy diam. Hendak merebahkan kepalanya, namun mengangkatnya lagi ketika sadar sesuatu. "Yuan mana?" Dia baru sadar bahwa tidak melihat Yuan dimanapun. Biasanya gadis itu akan datang paling pagi hanya untuk makan di kafeteria kampus. Entahlah alasan apa yang membuat Yuan begitu menyukai menu kantin.

"Ke Jepang."

"Ngapain?"

"Wisuda kakaknya."

Airin mengangguk mengerti. Dia mulai merebahkan kepala di atas meja. Menggunakan tangannya sebagai bantal. Lima detik kemudian, kembali bangkit. Membuat Windy yang awalnya sudah siap khusyuk dengan buku bacaannya malah menoleh kembali.

ASEAN (TELAH TERBIT)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt