ASEAN || 23. Rasa Ini

2.3K 345 59
                                    

"Lo kenapa dah, Rin?" Windy menatap bingung ke arah sahabatnya yang kini berjalan beriringan di sampingnya.

Selama berjalan di koridor sehabis datang dari perpus, Airin hanya diam dengan tatapan kosong, hanya fokus pada lantai putih di depannya. Bahkan saat di perpus tadi, Airin juga hanya fokus pada buku dan sama sekali tak mengeluarkan suara. Sedikit membuat Windy merasa khawatir. Namun, sedari tadi ditahan-tahan untuk tak bertanya. Tapi sekarang, dia sudah tak bisa menahan lagi.

Bukannya menjawab Windy, Airin malah menghela napas. Teringat akan kejadian pagi tadi, hatinya mendadak terasa sedikit nyeri entah karena apa. Itu juga yang membuatnya tak bersemangat.

"Aku cinta kamu." Airin menarik napas sebelum akhirnya melanjutkan kembali ucapannya yang masih tertahan di tenggorokan. "Kamu setuju kalo kita pacaran aja?" Melepas segala gengsi dalam dirinya, ia memberanikan diri untuk menyatakan semuanya lebih dulu. Merasa tak mau membuang waktu. Mereka sama-sama menunjukkan ketertarikan, lalu apa yang ditunggu?

Sean segera melepas pelukannya secara tiba-tiba. Sementara Airin mengangkat kepala untuk menatap Sean yang hanya diam dengan tatapan yang sulit diartikan. Bukannya menjawab penyataan Airin, Sean mengulurkan tangan untuk menghapus jejak air mata di pipi si cantik, lalu tersenyum lembut.

"Aku shalat dulu." Sehabis berucap, Sean bangkit.

Atensi Airin lurus menatap tubuh Sean yang mulai menjauh dengan mata masih berkaca-kaca. Belum sempat ada beberapa langkah, Sean sempat berbalik.

Bersimpuh lagi di hadapan Airin, mendekatkan wajah, membuat Airin reflek menutup mata. Kemudian, mendaratkan kecupan singkat di kening gadisnya. Sukses membuat Airin mematung dengan pelupuk mata basah, jantung berdebar tak karuan, seolah baru saja terkena sengatan listrik. Namun, bibir Sean masih setia terkatup rapat.

Tak ada suara, tak ada jawaban, tak ada di antara mereka yang terlibat percakapan lagi. Asean benar-benar pergi membersihkan diri ke kamar mandi. Sementara Airin hanya diam dengan dada sesak.

Apa dia ditolak?

"-Rin?"

Hening.

"Airin?"

"Hah?" Airin menoleh dengan tatapan bingung ke arah Windy. Sementara gadis berambut pendek itu menatapnya dengan tatapan menyelidik.

"Lo kenapa?" tanya Windy hati-hati. Ia hanya merasa Airin sedang dalam mood tak baik.

"Gak apa-apa." Airin menggeleng pelan, kembali menghela napas.

Windy berdecak. "Lo udah berapa kali menghela napas kaya gitu? Asma, hah?" Lalu memutar bola mata. "Dari tadi cuma diem. Kenapa, sih?"

Airin memutar bola mata. "Gue diam salah, giliran cerewet salah. Mau lo apa, Windy Paradina?"

"Ini beda. Lo ada masalah, ya?"

"Gak," sanggah Airin.

"Bohong."

"Enggak, Win." Airin menjawab dengan malas.

"Gara-gara Kaisar ya? Dia cerita apa sih malam itu sampe bikin lo nangis?" tebak Windy asal. Dia bahkan menceburkan kakaknya sendiri ke dalam kolam sampai Kaisar demam karena pria itu membuat Airin menangis.

ASEAN (TELAH TERBIT)Where stories live. Discover now