ASEAN || 26. Bukan Pelakor

2.3K 307 42
                                    

Kepala Airin hampir pecah. Banyak sekali tugas kuliah yang menumpuk, ditambah lagi harus membeli buku-buku kedokteran yang tebalnya masyaallah. Bukan masalah belinya, sepertinya itu hal mudah baginya, karena pasti ayahnya yang akan mengeluarkan uang. Airin hanya tinggal duduk menunggu buku itu datang di hadapannya. Semudah itu.

Tapi, tidak untuk Sean. Dia pusing bukan kepalang saat harus membeli buku-buku itu. Seandainya punya uang, mungkin ini tak akan masalah. Ilmu tak dapat dihargai bergepok-gepok uang. Ilmu itu mahal. Tapi, Sean benar-benar merasa uang memang dapat membeli segalanya sekarang ini. Semua manusia butuh itu. Tak munafik.

Saat Krish melemparkan segepok uang ke hadapannya, seharusnya ia merasa senang karena saudaranya itu mau membantunya yang sedang kesusahan. Tapi bagi Sean, itu bukan bantuan. Itu hinaan. Ia tak suka lagak Krish yang seolah lebih segala-galanya darinya. Apalagi saat tahu kakak tirinya itu mencium Airin.

Seharusnya Sean tak semarah ini. Airin bukan siapa-siapanya. Perlu ditekankan. Lalu apa yang membuatnya seolah perlu sekali menghajar Krish? Karena ia cinta, tapi tak mau mengikat apa-apa.

Merasa terlalu terburu-buru, terlalu cepat, terlalu tiba-tiba, dan macam-macam pemikiran lainnya.

Sejak kecil, Krish dan mendiang Kirana mendapatkan semua perhatian ibunya. Meski ayah kandung mereka berdua tak pernah muncul kembali di kehidupan mereka, tapi keduanya mendapatkan kasih sayang dari Dean, ayah kandung Sean. Kasih sayang Dean sama rata antara Sean dan kedua kakak tirinya.

Tapi, semakin lama, semuanya berubah.

"Bang?" Tirta yang duduk di sebelah Sean sambil menyedot susu stroberi kesukaannya mendadak merasa harus memanggil lelaki yang duduk terdiam tepat di samping kirinya.

Sedari tadi, Sean tak berbicara sama sekali. Ralat, maksudnya dari kemarin. Sejak tahu Airin disentuh kakak tirinya, pria itu mendadak seperti mendapati istrinya tidur dengan pria lain. Padahal Airin bukan siapa-siapanya.

Tirta tahu betul Sean menyukai Airin. Yang diherankannya, kenapa pula Sean berlama-lama untuk menjalin hubungan? Bahkan, Airin yang menyatakan cinta duluan. Pemuda itu hanya tinggal menjawab 'iya' atau paling tidak, mengangguk seperti pangeran kerajaan saat ditawari seorang putri cantik jelita dari kerajaan seberang.

Tapi, sepertinya Sean merasa bukan seorang pangeran yang berhak mendapat kehormatan untuk menyunting putri raja terhormat seperti itu. Ia hanya rakyat jelata. Bukan apa-apa. Ia hanya pria biasa yang setiap hari memandikan kuda-kuda yang ditunggangi pangeran, namun kebetulan bertemu dengan sang putri ketika mengantarkan kuda yang sudah di bersihkan.

Filosofinya katanya begitu.

"Udah ah. Daripada lo macem orang bego aja, bengong begini doang, mending lo jadian aja deh sama Mbak Airin itu." Tirta kesal sendiri.

Masalahnya, bukan hanya Sean yang jadi sangat pasif. Meskipun Sean memang jarang berbicara, tapi tak pernah sependiam ini. Kerjanya jadi tak semangat, salah mencatat pesanan pelanggan dan banyak lagi. Diam-diam membuat Tirta mengumpat dalam hati, mengapa pula jalan pikiran Sean ini ribet sekali. Jika suka, jadian. Sudah.

"Lo gak ngerti."

Sudah cukup. Tirta muak.

"Terserah. Nanti juga lo nyesel sendiri kalo dia digondol kucing jantan yang lain." Sehabis berucap, Tirta berlalu untuk kembali melayani pelanggan yang tadi sempat memanggilnya. Sementara Sean hanya diam menatap kosong lantai di depannya.

ASEAN (TELAH TERBIT)Where stories live. Discover now