8

1.8K 298 2
                                    

"bakal lebih lengkap kalo kamu kasih rinciannya, Ta."

Attala hanya mengangguk kepada Pak Sutaji yang sedang memberi tanda kurung kurawal berukuran selebar tembok cina dikertas skripsinya.

Hari ini Attala datang ke kampus karena kebetulan Pak Sutaji juga sedang ada disini. Maklum, ngajar di beberapa tempat membuatnya jadi terlihat sangat sibuk. Mahasiswa yang dibimbingnya paling cuma bisa ngelus dada, contohnya Attala.

Khusus yang belum dikoreksi saja yang diprint oleh Attala, sebab yang lain pun sudah dikoreksi melalui email.

"nih, rapihin. Kapan mau selesai skripsi kalo bentukannya kayak begitu," Pak Sutaji menggerutu sambil menyerahkan lembaran kertas tersebut pada si pemilik.

"makasih Pak, saya permisi."

Usai mengucapkan itu Attala pergi, meninggalkan ruang dosen dengan perasaan hampa karena lagi-lagi harus merevisi abis-abisan.

"ini yang bego gue apa tu dosen mabok materi ya?" gumam Attala setelah menutup rapat pintu.

"Attala!"

Hanya dengan mendengar suaranya saja Attala sudah tau pasti siapa yang memanggilnya. Ya, Juna tiba disebelahnya dan langsung merangkul akrab sahabatnya itu. Sembari melangkahkan kaki melewati koridor utama kampus.

"tumben, kangen lo sama gue ya?" ucap Juna enteng, seenteng badannya yang kurus.

Sudut bibir Attala naik karena tersenyum, "kangen Sutaji iya." balasnya.

Diliriknya kumpulan kertas dalam genggaman Attala, "revisi lagi?" tanyanya.

Attala mengangguk, "kayaknya gue bakal lulus pas gue udah empat puluh tahun deh, Jun."

Sontak Juna langsung terbahak mendengarnya. Apalagi yang bilang begitu Attala, dengan ekspresi benar-benar menyesal kenapa harus mendapat dosen pembimbing sejenis Pak Sutaji.

Jangankan Attala, Juna saja tidak sanggup membayangkan seperti apa sulitnya hanya untuk mendapatkan kalimat 'lanjutkan...' dari dosen itu. Bisa-bisa rambut cokelat gelapnya yang lurus berubah menjadi kribo seperti sarang burung.

Attala jadi ikut tertawa karena melihat reaksi Juna yang sampai berjongkok di lantai.

"Jun, nyebut. Jangan malu-maluin gue," bisik Attala sebab apa yang dilakukan mereka mulai mengundang tatapan dari beberapa orang yang berada disekitar sana.

Juna beranjak, menyenggol lengan Attala untuk segera melanjutkan langkah.

Ganti Attala yang merangkul temannya itu agar mempercepat gerakannya. Tak ada cara selain menyeret Juna pergi karena tu orang kalo udah ketawa susah berhentinya.

Sesampainya di kelas Attala, Juna langsung tergeletak dilantai. Bagi seorang yang tingkat kenormalannya melebihi ambang batas macam Juna, kelas kosong tak boleh di sia-siakan. Diikuti Attala duduk lesehan dengan meja dosen sebagai sandaran.

"untung gue gak sama dia juga, bisa gila gue Ta!" serunya.

Attala tertawa.

"lo juga bimbingan, Jun?" yang ditanya mengangguk, "kenapa gak email aja sih?"

Juna memutar matanya, "yang ada gue bisa mati busuk nungguin tuh email dibales," sesaat ditarinya nafas dalam-dalam, lumayan sesak juga abis ketawa. "mending gue samperin langsung daripada gue gak sidang-sidang." lanjutnya.

Attala mengangguk-anggukan kepala, mengerti dosen pembimbing Juna adalah supermom dari semua dosen yang ada. Sibuknya melebihi Pak Sutaji, soalnya dia pegang jabatan ditempat lain. Jarang buka email dan hanya ada di kampus tiga hari dalam seminggu. Jadi Juna tidak akan menyia-nyiakan waktunya lagi dengan menunggu email dibalas sampai mengering.

✔ [0.1] AN ACCIDENTALLY - KINAN chap. 1 // Lee TaeyongWhere stories live. Discover now