33

1.7K 242 6
                                    

Meskipun bukan pembalap kelas dunia tapi cara menyetir Juna memang sudah tidak diragukan lagi. Dengan lihai diarahkannya setir kekanan dan kiri, menyalip kendaraan lain meskipun sudah jelas akan disambut dengan klakson nyaring dari orang-orang karena dianggap membahayakan.

Ia menjadi kalap karena mengetahui kabar buruk ini dari Dena.

Begitu sampai ditujuan, Juna memarkir mobilnya asal. Dengan cepat dilangkahkannya kaki sesuai dengan lokasi yang dikirimkan Attala. Hutan kota.

Ia berhenti, dua meter dari tempat berdirinya Attala sekarang. Temannya itu langsung menoleh menyadari ada yang datang.

Juna mengedarkan pandangannya dari atas sampai bawah. Attala tampak kacau saat ini.

Sejenak keduanya terdiam sambil Juna maju beberapa langkah lagi kehadapannya. Ditatapnya Attala dengan sejuta rasa prihatin.

"kok bisa?" desisnya.

"secepat apa berita itu nyebar?" Attala balik bertanya.

"secepat elo ngancurin perasaan dia."

Mengerti siapa yang dimaksud Juna dalam jawabannya, Attala mengatupkan rahangnya keras.

"maksud lo apa sih kayak gini? Lo pacaran sama Kinan bertahun-tahun terus ngehamilin cewek lain selagi lo jauh, bangga lo?"

Attala terkekeh hambar, "suci ya lo bisa ngomong kayak gitu?" timpalnya, "kasus lo sama gue gak ada bedanya, Jun."

Juna balik tertawa, lebih sarkas. "seyakin itu?" tanyanya, "biar gue jabarin,"

Ia menarik nafas panjang sesaat sebelum memulai bicara, kemudian memasukkan dua tangannya kedalam saku jaket.

"pertama, yang lo hamilin itu orang lain. Dua, itu bener anak lo. Tiga, kenyataannya lo selingkuh."

Keduanya terdiam beberapa detik.

"lo boleh ngomong apa aja, tapi yang pasti gue gak pernah selingkuh apalagi main cewek. Semuanya insiden, Jun."

Dari sorot matanya terlihat jelas penuh penyesalan. Awan mendung seperti menyesaki setiap iris matanya. Juna menyadari itu.

"gue stress, masalah gue banyak waktu di Palembang. Gue lepas kendali," jelasnya dengan suara semakin parau.

Juna mengalihkan pandangan kearah lain. Menyibukkan diri dengan melihat pohon-pohon rindang disisi kanan dan kiri jalan aspal ini. Sepi dan tidak terlalu banyak pengunjung karena memang bukan hari libur.

Sengaja Attala memintanya bertemu disini.

"pukul gue Jun,"

Juna menoleh lagi, Attala sedang memohon dengan tatapannya yang benar-benar penuh sesal.

"jangan kayak anak kecil deh lo." balas Juna.

Tapi Attala malah mengguncang bahunya keras sambil terus meracau, "pukul gue sekarang, Jun!"

Dengan sekuat tenaga Juna mendorongnya. Disusul satu tinju keras dirahang cowok itu.

Attala yang memang tidak menyangka langsung terhuyung dengan mudahnya. Disentuhnya bagian yang berdenyut itu sedetik sebelum Juna menghajarnya lagi.

Kali ini lebih brutal. Beberapa kali wajah Attala dihantam keras dengan kepalan tangannya. Namun tidak ada balasan apapun dari Attala. Ia diam dan menerima semua yang dilakukan temannya itu.

Juna menarik kerah baju Attala dan memaksanya untuk berdiri. Dengan nafas menggebu dihentakkannya punggung cowok itu ke sisi mobil.

"lo lebih brengsek dari yang gue kenal Ta. Lo sadar kalo lo salah, bukannya berenti tapi lo malah ngajak nikah." bisik Juna sinis tepat didepan wajah Attala yang sudah babak belur dan penuh luka gores karena aspal.

Pandangan Attala yang sejak tadi tertuju pada jalan beralih secara perlahan menatap Juna, "temuin dia," ujarnya.

Juna refleks melepaskan cekalannya dari Attala, "bangsat." desisnya.

"seberapa pun gue mau, gak akan bisa buat dia lebih baik. Dia butuh seseorang, Jun. Gue mohon, untuk yang terakhir."

Tidak peduli dengan darah segar yang baru saja melewati cupid hidungnya. Attala memohon pada Juna sebagaimana yang diucapkan, terakhir kalinya.

Seseorang yang telah hancur, takkan mudah untuk bangkit lagi. Sekalipun bisa, tak akan sama dengan yang dulu. Seperti kaca yang sudah pecah.

Juna yang memperhatikan itu jadi semakin prihatin. Apalagi saat Attala mengatakannya dengan penuh permohonan, dan air mata itu jatuh begitu saja. Menyatu dengan darah.

Tanpa banyak bicara Juna menuruti, ia melangkah pergi dengan sejuta rasa yang menggantung. Meninggalkan Attala yang hanya bisa terdiam ditempatnya.

🌿

Sesuai praduga, Kinan tidak mau ditemui oleh siapapun. Bahkan bunda yang biasanya ceria kini terlihat lebih sendu.

Baik Dena, Indra maupun Juna, semua yang datang kerumahnya hanya bisa masuk sampai ruang tamu. Bunda pun mencoba meminta Kinan keluar dari kamarnya, tapi selalu membawa hasil yang sama. Anak itu perlu waktu sendiri.

Sehancur apapun orangtuanya, tak ada yang lebih hancur dari dirinya sendiri. Ia dengan segala keegoisannya dan secara naif harus mengakui semua kesalahannya.

Butuh waktu berbulan-bulan untuk menata kembali dirinya yang telah mati karena termakan oleh cinta. Butuh waktu untuk itu, sama sekali tidak sebentar.

Mungkin tiada yang tahu, meski sulit, ia takkan pernah bisa membenci orang yang telah menghancurkannya.

🌿

.

.

.






Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
✔ [0.1] AN ACCIDENTALLY - KINAN chap. 1 // Lee TaeyongWhere stories live. Discover now