CHAPTER 8

20.8K 2.6K 51
                                    

#8

Ingar bingar kantin yang dipadati siswa-siswi sudah menjadi pemandangan yang lumrah pada jam istirahat. Sesekali menciptakan riuh yang berirama. Teriak meminta pesanan ataupun sapaan yang ditujukan antar siswa kala bertemu pandang. Begitupun tujuan utama mereka, yaitu memenuhi keinginan perut yang kadang beradu hingga menimbulkan bunyi di sana. Betah berlama-lama sembari bercengkrama, melepas jenuh yang sempat menghinggap ataupun menyiapkan otak untuk menjemput jenuh dan lelah kemudian.

Belum lagi makanan di sini yang pas di cap oleh lidah mereka, yang terkadang mampu membuat candu para penikmatnya. Seperti halnya enam anak manusia yang tengah menikmati makanan di pojokan kantin sembari bercengkrama ria. Akhir-akhir ini mereka memang sering mengunjungi kantin ini. Karena seperti yang kita tahu, mereka lebih sering pergi ke warteg seberang sekolah. Ataupun kantin yang terletak di gedung timur-- dekat lapangan indoor.

"Mungkin sang fajarrr," Diki mulai membuka vokalnya.

"Dan sayap-sayap burung--,"

"Puyuh." Potong Zikri.

Diki melemparkan kacang bawang ke wajah sok polos Zikri. " Beda server bego!"

"Iri bilang sahabat." Celetuk Zikri yang masih tak mau kalah.

"Gini nih, kalo kunci motor di kasih nyawa." Celetuk Diki.

Daffa memutar bola matanya. "Sehari kagak bawa urusan rumah tangga bisa?"

"Najis!" Diki bergidik geli. "Gue tuh mau bangun rumah tangga sama Zana!" lanjutnya.

"Halah gaya lo! Makan Indomie aja masih jilatin piring sampe bersih lo!"

Sontak yang lain langsung menahan tawa kala mendengar ejekan yang dilontarkan Zikri.

"Lo sehari nggak sewot sama gue bisa?! Terus lo, lo pada kalo mau ketawa, ya ketawa aja. Paham gue ketawanya nistain orang mah beda." Ujar Diki sembari menahan kesal.

Fikri menepuk-nepuk pundak Diki. Mendapat tepukan pada pundaknya membuat Diki seolah mendapat secercah harapan untuk bangkit. Oke, lupakan pemikiran lebay Diki.

Diki menatap Fikri dengan dramatis. "Lo emang soib gue."

"Bangun, Dik. Mimpi lo ketinggian." Tutur Fikri yang masih terus menepuk pundak Diki.

Mendengar itu akhirnya mereka terbahak, setelah beberapa menit yang lalu mereka mati-matian tak menertawai muka memelas Diki.

"Udah! emang yang paling ngertiin gue cuma Mpok Leha. Nggak ada adab lo pada!" rajuknya.

Belum sempat melanjutkan perdebatan, suara Regan yang menginterupsi membuat mereka mengalihkan fokusnya. "Lo jadi ikut olimpiade matematika 'kan?" tanya Regan.

Satu bulan lalu Nata memang ditunjuk untuk mewakili sekolahnya mengikuti olimpiade matematika. Tak hanya sendiri, Nata ditemani oleh Nanaz, siswi kelas XII IPA 8 yang merupakan juara 2 paralel disekolah. Walaupun Nata siswa pindahan, tetapi kemampuan akademik nya tidak diragukan. Bahkan Nata mengambil posisi juara 1 di sekolah bergengsi ini.

"Jadi." Jawab Nata seadanya.

"Ck, ck, ck. Kayaknya lo bakal kena masalah Nat." Lanjut Regan.

"Kenapa?" tanya Daffa.

"Barusan gue buka WA, dan ada yang nge-share kalo Nanaz baru aja kecelakaan. Lomba lo kan tinggal 9 hari lagi."

"Dan di sini juga ada kabar kalo Nanaz bakal di pindah ke Medan untuk sementara. Buat rawat jalan disana, soalnya kerabat dia di sana semua." Lanjut Regan.

NATA [Selesai]✓Where stories live. Discover now