02

10.4K 971 92
                                    

Kasih komentarnya, okay

🍀🍀🍀

Rika, seorang wanita separuh baya sedang berada di meja makan mempersiapkan sarapan pagi untuk keluarganya. Dia meletakkan piring yang berisi nasi goreng disetiap meja lalu menuangkan air putih dimasing-masing gelas.

Senyum Rika melebar melihat suaminya menggunakan jas abu-abu berjalan mendekatinya.

"Pagi, sayang." Sapa Tama sembari mencium kening istrinya. "Gilang sama Aray belum turun?" Tanyanya yang sudah duduk di kursi meja makan.

"Itu Aray." Tunjuk Rika menggunakan dagunya melihat Aray turun dari tangga dengan tas ransel dipundak cowok itu.

"Pagi, Om, Tante." Sapa Aray yang langsung duduk menyantap sarapannya.

Rika menghela napasnya. "Berapa kali Tante bilang, kamu itu udah seperti Gilang, anak Tante sendiri!" Rika menatap lekat Aray. "panggil aku mama, jangan panggil Tante."

Aray tersenyum. "Makasih Tan, tapi panggilan itu lebih pantes buat Gilang, bukan buat Aray." Jelasnya.

Rika berdecak. "Serah apa mau kamu, yang jelas Aray udah seperti anak kandung Tante sendiri." Ucapnya mengacak lembut rambut Aray.

Aray hanya membalasnya dengan lengkungan senyum.

Gilang turun dari tangga dengan mulut yang asik bersiul. Lalu dia menghentikan siulannya dan menatap Rika, mamanya. "Pagi mama Gilang yang cantik." Sapa nya sembari mencium pipi Rika.

"Pagi sayang." Balas Rika juga mencium pipi anaknya.

Aray yang melihat itu hanya tersenyum tipis lalu kembali melanjutkan sarapannya.

"Ma, pa, hari ini aku ke sekolah naik motor ya?"

Rika menggelengkan kepalanya. "Gak, kalau kamu naik motor, Aray pergi sama siapa? naik mobil aja. Kamu tau kan motor Aray masih di bengkel?"

"Tinggal suruh Aray naik taksi atau angkot apa susahnya sih ma?" Balas Gilang berhenti mengunyah.

"Gilang bener, Aray naik angkot aja." Jawab Aray.

"Tapi_"

"Gapapa Tan."

Rika menarik napasnya melihat sifat Aray yang selalu mengalah kepada Gilang. "Ya udah kamu hati-hati."

Mendengar perkataan Rika, Gilang langsung menyambar. "Aray udah besar kali mah, gak perlu mama bilang kayak gitu. Lagian kalimat itu gak pantas buat Aray." Gilang melirik sinis Aray.

Aray hanya diam sembari menikmati sarapannya.

"Tas kamu mana?" Tanya Rika mengalihkan pembicaraan.

"Oh iya ma, lupa. " Gilang melirik Aray. "Ambilin tas gue Ray!" Perintahnya.

"Gilang, ambil sendiri jangan suka perintah orang." Sela Tama berhenti mengunyah.

"Gapapa Om, Aray aja yang ngambil." Aray berdiri lalu berjalan menuju lantai dua.

"Denger sendiri pa, Aray nya yang mau, gak ada Gilang paksa." Dia tersenyum miring. "Oh iya Ray, sekalian sepatu gue ya!" Teriak Gilang.

Aray menganggukkan kepalanya lalu kembali berjalan. Bukannya dia takut kepada Gilang, tetapi setidaknya dengan cara ini dia berterima kasih kepada kedua orang tua Gilang, yang sudah membiayai hidupnya sampai saat ini.

Setelah kecelakaan itu, kedua orang tua Aray tidak bisa terselamatkan. Hanya Aray yang dapat menatap dunia kembali setelah koma selama enam bulan.

Setelah sadar dari komanya, Aray mendapat kabar buruk, bahwa dia kehilangan kedua orangtuanya. Aray yang masih anak kecil menjerit sambil menangis memanggil orangtuanya di atas kasur rumah sakit. Bahkan dia tidak dapat melihat wajah papa mamanya untuk yang terakhir kalinya.

Tama, sahabat dekat Hendra memutuskan untuk mengadopsi Aray sebagai anaknya. Membawa Aray pergi untuk tinggal bersama dengan keluarganya.

Gilang, lelaki itu membenci Aray semenjak Aray mendapatkan kasih sayang dari orangtuanya. Dia tidak pernah bersikap baik dengan Aray, dia ingin Aray pergi dari kehidupan keluarganya. Maka dari itu Gilang memperlakukan Aray bukan layaknya seorang keluarga, Gilang sangat membenci Aray!

Aray seperti manusia yang hidup tetapi jiwanya mati. Dia tidak bersemangat menjalani hidup tanpa seorang yang ia cintai. Bukan hanya kehilangan orangtuanya, bahkan Aray tidak pernah berjumpa lagi dengan sahabat kecilnya, Kayla. Janji yang pernah ia katakan kepada gadis itu tidak dapat ia kabulkan, dia sudah melanggar janji itu. Aray sudah membuat gadis itu terluka.

Jika dia tidak bisa bertemu dengan papa mamanya lagi. Setidaknya Aray memohon kepada Tuhan agar kembali mempertemukannya dengan sahabat kecilnya, Kayla.

Aray hanya ingin tahu kondisi gadis itu, apakah dia baik-baik saja? Apakah gadis itu masih mengingat dirinya? Atau gadis itu sudah melupakannya?

🍀🍀🍀

Bandung, pagi hari.

Suara klakson menggema di rumah besar bercat abu-abu. Lelaki yang berada tepat dihadapan rumah tersebut terus membunyikan klakson berkali-kali sampai sih pemilik rumah keluar dengan wajah sangarnya.

"DENI!" Kayla menjerit di depan rumahnya dengan kedua tangan menutupi kupingnya. "DENI GILA, ASTAGHFIRULLAH KENAPA GUE PUNYA TEMAN KAYAK LO!"

Deni berhenti membunyikan klaksonnya lalu menatap gadis itu. "Pagi, ratu drama." Sapa nya. "Lo tau gak, gue udah dari tadi ya nungguin Lo disini, sampai-sampai kegantengan gue bertambah." Cerocosnya.

Kayla memanyunkan bibirnya lalu membenarkan rambut panjangnya. "Lo emang gak punya urat malu lagi Den, dasar manusia sedikit waras!" Kayla menuruni tangga dengan cepat. "Pagi-pagi udah bikin ribut, gak malu Lo sama emak-emak tetangga? Dasar sinting!"

"Hina gue terus hina, gapapa gue ikhlas!" Ucap Deni dengan wajah sewotnya.

"Biasa aja muka Lo, gak usah dijelek-jelekkin nanti tambah jelek." Ucap Kayla yang sudah berada di samping Deni.

"Udah ayo buruan berangkat, entar kita telat tau rasa Lo!"

Deni mendengus sebal, bukannya dia yang seharusnya marah kepada wanita itu karena sudah membuatnya menunggu terlalu lama, ini kenapa wanita itu yang malah memarahinya? Dasar wanita, selalu merasa paling benar!

"Cepetan naik, pendek!"

Tanpa membalas perkataan Deni, Kayla langsung menaiki jok belakang. "Ayo berangkat pak supir!"

Deni langsung mengendarai motornya dengan kecepatan stabil melewati gerbang besar rumah Kayla. Kayla dapat merasakan sejuknya udara pagi hari ini.

Kayla menarik napasnya saat menatap rumah disampingnya yang tak berpenghuni sama sekali. Rumah yang dulu sering ia kunjungi, rumah yang selalu membuatnya tertawa ketika sedang bermain dengan anak pemilik rumah itu.

"Den,"

"Hm?"

"Aray kenapa gak balik-balik ya? Dia masih hidup kan? Masih bernapas kayak kita kan?"

Deni melirik Kayla dari kaca spionnya, wanita itu sedang menundukkan kepalanya. Mendengar kalimat Kayla, Deni bisa merasakan bahwa gadis itu sangat merindukan Aray.

"Sekalipun Aray gak ada di dunia ini, dia pasti selalu rindu sama Lo, percaya sama gue."

Mendengar jawaban Deni sedikit membuat hati Kayla merasa tenang. Selama ini cuma Deni, satu-satunya cowok yang selalu menghiburnya disaat Aray tidak ada di dekatnya.

Kayla mendongakkan kepalanya, menatap langit lalu berucap dengan sangat pelan. "Cepat balik, Aray."

-----

Apa yang kalian rasakan kalau berada diposisi Aray?

Jangan lupa tinggalkan jejak
.....

Dunia ArayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang