13

4.3K 416 21
                                    

Happy reading 🌷🌷

•••

Kelas nampak begitu hening hanya ada suara Bu Desi yang terdengar dan para murid sibuk mendengar sesekali mencatat bagian terpenting yang dijelaskan oleh Bu Desi.

Jika semua murid terlihat begitu fokus, beda halnya dengan Aray, lelaki itu hanya menatap lurus ke depan dengan pikiran yang bercabang entah kemana-mana. Aray tampak tidak bersemangat pagi ini.

"Aray."

Panggilan dari Bu Desi membuat lamunan Aray bubar seketika. Sontak semua mata memandang ke arahnya.

"Iya, Bu."

"Ibu lihat kamu hari ini tidak bersemangat belajar, ada apa?"

Aray mengangkat alisnya. Bingung ingin menjawab apa.

"Ya udah, silahkan ke kamar mandi cuci muka."

Aray mengangguk girang, tak butuh waktu lama dia langsung menghilang dari kelas.

"Bu." Doni, cowok yang memiliki postur tubuh sedikit berisi mengangkat tangannya hingga Bu Desi menoleh ke arahnya.

"Ada apa?"

"Saya juga mau ke kamar mandi, udah diujung nih Bu." Jelasnya dengan ekspresi memelas.

"Hanya murid berprestasi yang boleh permisi di jam saya." Bu Desi diam sejenak. "Murid yang nilainya selalu dibawah rata-rata tidak boleh permisi, kalau sudah tidak tahan lagi tunggu aja sampai jam saya selesai."

Seisi kelas tertawa melihat Doni kembali duduk dengan ekspresi terluka. Seperti baru saja ditolak cintanya.

•••

Aray melangkahkan kakinya menuju kamar mandi, hari ini dia seperti orang yang tidak bernyawa bahkan saat ini dia berjalan sangat pelan. Mungkin benar dia harus mencuci muka supaya terlihat seperti orang hidup.

Sayangnya dipertengahan koridor Aray tak sengaja melihat Kayla sedang menuruni anak tangga. Hingga langkah kaki Aray terhenti, dia menatap gadis itu yang tengah sibuk dengan beberapa buku tulis di tangannya.

Tak berbeda dari Aray. Kayla juga menghentikan langkahnya, dia menatap Aray dengan lekat. Mata keduanya saling bertemu, Kayla sedikit aneh melihat tatapan Aray yang sangat berbeda dengannya seperti beberapa Minggu lalu. Bahkan lelaki itu tersenyum tipis ke arahnya, tetapi senyum itu terlihat sangat tulus.

Kayla memalingkan wajahnya tidak ingin lama-lama menatap Aray. Hingga tatapan keduanya terputus.

"Kayla." Panggil Aray lembut.

Sedangkan Kayla membalasnya dengan wajah cuek, seakan-akan tidak peduli dengan panggilan tersebut.

Dengan wajah sombongnya, Kayla sedikit mengangkat kepalanya ke atas. Dia kembali menuruni anak tangga, karena tidak melihat tangga alhasil kakinya terpeleset hingga jatuh terduduk mengakibatkan buku yang ia bawa berserakan.

Kayla meringis kesakitan, "aw, sakit banget, mama...." Dia merengek kesakitan hingga terdengar suara orang menahan tawa di sampingnya.

Dan pada saat itu rasa malu lebih sakit ketimbang kakinya.

Aray berjongkok. "Sakit?" Ejeknya.

Gadis itu langsung menatap sinis cowok itu. "Sini gue bantu berdiri." Sambung Aray.

"Gue bisa sendiri!" Ketusnya. Lalu membersihkan buku yang jatuh, pelan-pelan dia berdiri sambil meringis kesakitan.

"Pak," Aray memanggil seorang penjaga sekolah yang tengah berjalan ke arahnya. "Bisa tolong anterin buku ini?"

Dunia ArayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang