Chapter 6 (Him)

4.7K 621 41
                                    

Namjoon memejamkan kedua matanya saat hembusan sejuk angin senja menyentuh wajah tampannya. Kakinya yang tak mengenakan alas menginjak akar-akar diantara pepohonan besar yang dipenuhi lumut basah. Langkahnya terhenti saat ia tiba di reruntuhan bangunan yang dimakan usia, lumut tebal yang tumbuh disekitarnya menyamarkan bangunan itu dengan semak belukar dan pepohonan disana, namun Namjoon masih sangat mengenali tempat itu, tempat yang dulu ia habiskan bersama dengan keluarganya, rumahnya.

Senyum kecil tersunging di bibirnya kala ia berjongkok, menyamakan tingginya pada tumpukan batu yang nampak seperti sebuah nisan, Namjoon menyentuh nisan itu pelan, "Apa yang harus kulakukan?" bisiknya disertai helaan nafas berat, tentu saja tak ada yang menjawabnya. Saat ini Namjoon hanya ditemani suara dedaunan yang bergesekan ditiup angin, dan suara hewan melata yang sesekali melintas disana, menenangkan sekaligus menyedihkan.

"Aku tak menyangka akan sesulit ini." Namjoon mendesah frustasi seraya mengacak rambut silver keabuannya, "Ayah, kau bilang padaku dulu, kalau aku dewasa nanti, aku akan menemukan mate-ku," ia mengigit bibir bawahnya, kali ini ia duduk bersila dihadapan makam sang ayah yang ia buat sendiri, dulu, "aku sudah menemukannya, ia... sangat sempurna." Senyum simpul penuh akan makna tersunging di bibir Namjoon kala sosok Seokjin terlintas dipikirannya.

"Matanya bercahanya, kulitnya putih dan halus, sentuhannya lembut serta hangat, senyumannya sangat manis, ia juga sangat berbakat, ia bisa melukis dengan sangat baik," Namjoon dapat merasakan jantungnya berdebar kencang hanya dengan membayangkan sosok Seokjin, "dan lagi... aromanya, aku sangat menyukainya, wanginya seperti bunga plum dan susu, manis dan menenangkan." Jujur saja, Namjoon sedikit merasa malu saat ia bercerita mengenai Seokjin di depan pusara kosong sang ayah, ia merasa seperti seorang remaja yang baru merasakan jatuh cinta, dan hal itu tak sepenuhnya salah, ini adalah kali pertama ia jatuh cinta.

"Aku sangat menyukai tawanya, meskipun Hoseok bilang tawanya seperti suara jendela saat dilap, tapi aku sangat menyukainya." Ia ingat saat pertama kali mendengar tawa Seokjin, saat itu Yoongi ditantang oleh Taehyung untuk menggambar tupai di buku sketsanya yang dengan suka rela ia pinjamkan, namun hasilnya malah seperti gambar seorang centaur tua yang mengamuk. "Apa yang kau bilang benar adanya, ayah. Saat aku bersamanya, aku ingin membuatnya selalu tertawa, aku ingin dia bahagia." Namjoon tersenyum getir, mata zamrudnya memancarkan kesedihan yang dalam.

"Namun, saat mendengar ceritamu saat ibu menjadi mate-mu berbeda dengan apa yang ku alami, semua terdengar begitu mudah," dulu, ayah Namjoon sering bercerita padanya saat ia bertemu sang ibu. Di pertemuan pertama, mereka berdua sama-sama saling jatuh cinta dan akhirnya bersatu tak lama setelah itu, kedengarannya begitu mudah dan sederhana. "Apa aku harus selalu mengenakan topeng ini saat aku bersamanya?" Kini Namjoon menunduk, merasakan sakit itu datang kembali memenuhi tubuhnya, "Dia telah memiliki pasangan." Helaan nafas berat ia keluarkan disela ucapannya, "Aku tak menyangka akan sesulit ini."

Sulit memang, namun Namjoon tak menyesalinya. Ia tak menyesal jika mate-nya adalah seorang manusia bernama, Kim Seokjin. Namjoon tahu, tak semua werewolf yang telah menemukan mate-nya akan selalu berjodoh, ia pernah mendengar dari cerita para leluhurnya, jika seorang werewolf tidak bersatu dengan mate-nya, maka hal buruk akan menimpa werewolf tersebut. Dan Namjoon telah siap akan konsekuensinya, jika ia tidak berjodoh dengan Seokjin.

'Ia tidak akan bisa bahagia jika bersama denganku'

Mata Namjoon yang tadinya sayu mendadak menajam, ia segera menoleh saat merasakan aroma yang tak asing datang, "Jimin?" Panggilnya. Dari sisi yang gelap di dalam semak belukar tak jauh darinya, Jimin melangkah mendekati Namjoon.

But, I Still Want You [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang