Chapter 17 (Love)

3.8K 496 30
                                    

Percuma. Seokjin sudah mencoba segala cara untuk membuka pintu itu tapi usahanya sia-sia. Begitu memastikan kalau tidak ada seorang pun yang berjaga di luar sana, ia tidak peduli dengan seseorang yang Hakyeon bicarakan tadi, ia harus segera kabur dari sini.

Sudah hampir setengah jam Seokjin berusaha membuka pintu bercat merah yang memang terlihat lebih mudah dibuka dibanding pintu besi dari penjara sebelumnya yang mengurungnya itu, ia sudah berusaha memutar baut hingga mencungkil lubang kuncinya dengan pecahan kaca dari gelas wine yang dilempar Hakyeon sampai telapak tangannya terluka.

"Aku harus segera pergi dari sini." Seokjin sadar, pasti Jungkook dan yang lain sedang mencarinya, ia masih tidak begitu yakin dimana dirinya saat ini, tapi ada satu hal yang ia tahu pasti, dalam perjalanannya ke ruangan ini dari ruangan yang mengurungnya tadi, ia sempat melihat keadaan diluar, banyaknya pohon pinus tua dan semak belukar serta tanaman merambat disekitarnya membuat Seokjin yakin kalau ia dibawa masuk ke dalam hutan yang paling dalam, jauh dari pemukiman manusia.

Bagaimana pun ia tidak boleh panik dan bergerak sehalus mungkin, pecahan kaca yang ia gunakan sudah terkikis sebagian, ia tak memperdulikan telapak tangannya yang perih karena gesekan dari tajamnya pecahan kaca itu, Seokjin melihat sekelilingnya, ia harus mencari benda atau objek yang dapat ia gunakan untuk mencungkil kunci pintu ini.

Seokjin terus mencari sampai pandangannya tertuju pada alat pembuka tutup botol wine yang tergeletak di meja, ia segera mengambilnya, tersirat dalam benaknya kalau dirinya bisa menggunakan alat ini, tetapi saat ia hedak melakukannya, pandangannya seketika menggelap, serta jantungnya berdetak dengan tidak konsisten, melambat dan makin lambat, Seokjin terjatuh dan bertumpu pada lututnya, ia masih dalam kondisi sadar tetapi seluruh tubuhnya tak bisa ia kendalikan.

Arteri koroner pada jantungnya kejang.

"Tidak, tidak, jangan sekarang." Gumam Seokjin disela nafasnya yang mulai tersendat. Ia dapat merasakan keringat dingin yang mulai mengalir di pelipis hingga dagunya saat sesak dan rasa nyeri di dada terutama dada bagian kirinya makin menjadi.

Seokjin butuh obatnya, tetapi ia tidak membawanya. Dalam keadaan seperti ini, Seokjin tahu betul kalau ia tidak boleh panik, meskipun kegelapan masih menguasai indera penglihatannya, Seokjin meraba lantai disekitarnya hingga tangannya menyentuh kaki meja, dengan gerakan hati-hati dan nafas yang terputus-putus, Seokjin merangkak dan bersandar disana, ia berusaha tak menghiraukan rasa nyeri yang menyerang dada kirinya, tetapi hal itu mustahil

Tangan kirinya terangkat untuk meremas pakaian yang ia kenakan di bagian itu hingga kusut, bibir Seokjin gemetar, ia mulai kedinginan, suhu tubuhnya turun drastis perlahan-lahan. Satu tetes air mata lolos kala ia memejamkan matanya seerat mungkin.

"Tinggal sedikit lagi..." Benaknya menyesali kondisinya saat ini, sedikit lagi, mungkin ia bisa lolos sedikit lagi.

"Namjoonie.." Panggil Seokjin disela isakannya, sosok pria yang ia cintai itu hadir dalam benaknya, Seokjin merindukan Namjoon, ia berharap Namjoon ada disampingnya saat ini, merengkuhnya dengan hangat, "Namjoon." Bisiknya sekali lagi seraya meringis menahan sakit di dadanya, dalam angannya Seokjin membayangkan sosok Namjoon yang membisikkan kata 'Tidak apa-apa, semua akan baik-baik saja' padanya. Seokjin percaya bahwa Namjoon akan datang menyelamatkannya, tetapi ia juga tidak mau Namjoon datang menjemputnya kesini, ke sarang Hakyeon dan kawannnya, Namjoon dan yang lain bisa saja terluka.

"Aku tidak mau berpisah seperti ini." Seokjin menengadahkan kepalanya, ia tidak boleh menyerah, serangan jantung ringan ini tidak akan mengalahkan tekadnya untuk kabur dan kembali pulang. Ia berusaha mengatur nafasnya, dan perlahan-lahan penglihatannya mulai bisa menerima cahaya, meskipun buram, ia bisa melihat kembali.

But, I Still Want You [End]Where stories live. Discover now