Chapter 14 (Festival)

5K 490 47
                                    

Seokjin terbangun terlebih dahulu, hari masih gelap, namun suhu di kamarnya tetap hangat. Ia mengeratkan pelukannya pada boneka beruang yang selalu setia menemaninya tidur, Seokjin tak bisa meneruskan tidurnya, ia terbangun karena pinggangnya sakit, tidak, seluruh tubuhnya sakit.

"Uh.." Desisnya saat satu gerakan saja membuat pinggulnya gemetaran.

"Hyung?" Seokjin sedikit tersentak saat ia mendengar suara berat yang tak asing di belakang telinganya, "Kau baik-baik saja." Ia baru ingat, dibalik selimut hangatnya, ia tidak sendirian, Namjoon masih disana, memeluk pinggangnya dari belakang, "Apa ada yang sakit?" Pipi Seokjin memanas, ia ingat betul sekarang, alasan sebenarnya Namjoon tidur bersamanya.

"Hyung?" Namjoon mengangkat kepalanya, ia menyentuh lengan Seokjin dengan hati-hati, gerakannya itu membuat wajah Seokjin seolah terbakar.

"Apa aku membangunkanmu?" Seokjin buru-buru menggeleng, ia sepenuhnya terbangun sekarang, dan Seokjin sedikit menyesalinya. Ada rasa perih yang ia rasakan di bahunya, Namjoon menggigitnya disana semalam.

Namjoon menyadarinya, cahaya remang dari rembulan yang masih terang di kala subuh menyempurnakan penglihatannya, manusia dalam pelukannya bergerak tak nyaman sambil meringis menahan perih. "Maafkan aku." Bisiknya seraya mengecup dan memberi jilatan pelan pada luka dari gigitannya semalam.

"Namjoon-ah?" Seokjin terenyuh, ini bukan sepenuhnya salah Namjoon, ia yang memutuskannya sendiri, setelah ini mungkin ia akan berkonsultasi kembali dengan Jimin atau Sandeul, "Tidak, jangan minta maaf." Perihnya berkurang, ia menyentuh lembut tangan Namjoon yang ada di bahunya, meremasnya sebagai tanda bahwa ia telah baik-baik saja, "Justru aku yang harusnya minta maaf."

"Kenapa?" Masih dengan rasa bersalahnya, Namjoon mengecup belakang kepala Seokjin, menyesap harumnya shampoo yang ia pakai.

"Karena membuatmu hmm... menunggu." Seokjin ingin sekali berbalik untuk menatap wajah Namjoon, apa daya dirinya tak mampu karena gerakannya akan memperburuk rasa nyeri di tubuhnya.

"Sudah kubilang, Seokjin-ah, kau milikku," Suara Namjoon sedikit lebih berat, kecupannya berpindah pada leher Seokjin, "Ada atau tidaknya tanda yang kutinggalkan padamu tidak akan mengubah fakta itu." Namjoon benar, sampai kapanpun ia tidak akan lepas darinya, klaim hanyalah bentuk penegasan, perlindungan, dan juga ikatan, yang juga berarti kutukan, Seokjin sadar akan kondisinya, ia tak ingin Namjoon ikut menderita.

"Namjoon-ah, bagaimana kalau aku tidak bisa sembuh?" Seokjin spontan mengatakannya, ia segera sadar dan menyesali apa yang ia katakan.

"Apa maksudmu?" Tubuhnya sedikit tegang saat Namjoon bertanya padanya, ia mengambil nafas dalam, sebelum berkata dengan bisikan yang sangat pelan, "Jantungku..." Mereka berdua terdiam cukup lama, hingga mentari memaksakan cahayanya untuk masuk, menyapa lembut dua pasang insan dalam rengkuhan hangat yang mereka bagi.

"Mungkin aku tidak akan bisa sembuh." Bisikan itu lebih pelan dari sebelumnya, ia sedikit tersentak saat tangan hangat Namjoon menyentuh dadanya, tepat dimana jantungnya berdetak.

"Bagi 'lah penderitaanmu itu denganku." Lirih Namjoon, kini ia mengerti, apa yang membuat mate-nya ragu untuk memperdalam ikatan mereka. "Jangan pikirkan jika aku akan menderita karenamu, tapi pikirkan 'lah aku yang akan menjadi kekuatan bagimu."

Batin Seokjin berdebat, kata-kata Namjoon memenuhi relung jiwanya, mendengung diantara penolakan dan penerimaan sosok Namjoon yang akan mengklaim jiwanya, untuk selamanya. Dari lubuk hatinya yang paling dalam, Seokjin sangat menginginkannya.

But, I Still Want You [End]Where stories live. Discover now