Manusia dan Bumi #1

599 6 0
                                    

Sinar mentari telah kembali dari tidur malam panjangnya, terbangun lebih awal daripada para manusia yang masih terlelap akibat malam tahun baru. Rumah sederhana di pusat kota, dengan kamar berjumlah kurang dari lima itu memiliki salah satu kamar yang menghadap langsung ke ufuk timur.

“Huh ... tutup tirainya, Bu,” keluh seorang perempuan muda sembari membelakangi jendela dan pintu balkon yang terbuka lebar.

“Bangun, bukankah kau harus bersiap untuk penelitian mengenai matahari yang sudah mengalami perubahan drastis?”

“Memang, aku akan ke sana nanti,” sahut wanita muda itu dengan mata yang tetap terkatup rapat seolah mencari ruang mimpi indah.

Wanita muda itu memutuskan untuk mengambil alarm di meja kayu dan berusaha mengumpulkan roh-roh yang masih berkeliaran, namun ... rasa kantuk seakan memaksanya tidur kembali.

Dengan gerakan bermalas-malasan, perempuan muda yang mempunyai usia 20 tahun tersebut mengeluarkan tangannya dari dalam selimut.
Matanya masih berusaha untuk dibuka walaupun sedikit saja. Sulit, itulah yang dirasakan oleh pemilik nama Shiren Natalia ini. Kasur dan AC seperti memiliki magnet terhadapnya agar tetap dekat dan berada di sana.

09.12 AM.

Sontak, perempuan Shiren membelalakan mata saat jam berbunyi dan beranjak menuju kamar mandi untuk segera membersihkan diri, meninggalkan sang ibu yang masih terpaku diam dengan kekehan yang ditujukan kepada putri semata wayangnya.
Helaan napas terdengar dari seorang wanita yang baru saja keluar dari bilik kecil menggunakan baju handuk.

“Kenapa nggak ada yang bilang kalau sudah jam sembilan lewat?” gerutunya pada diri sendiri sembari mengenakan setelan yang telah ia siapkan sejak malam.

“Shiren! Cepatlah!” seru seorang pria yang berpusat dari ruang utama rumahnya pada wanita yang sedang bersolek di hadapan cermin.

Shiren segera memoleskan bedak tipis di wajah cantiknya, dan mengenakan ransel berisi berbagai peralatan.

“Bentar, lipstiknya dikit lagi kok,” ucap Shiren sembari mengambil satu kotak makan dari ibunya dan meletakkannya di meja.

“Jaga Shiren dan barang-barangnya baik-baik! Itu ‘tupperware’, harganya mahal,” pinta wanita paruh baya itu kepada pria muda nan tampan yang berstatus sebagai tunangan anaknya.

Kendaraan roda empat bernuansa biru langit itu melaju dengan cepat, mengejar waktu yang disebabkan oleh kedua manusia penggemar tidur.

“Makanlah yang cepat,” titah seorang pria setelah memarkirkan kendaraannya di wilayah gedung angkasawan negara.

Deheman di balik kunyahan super cepat yang dilakukan Shiren itu mengundang kekehan dari para pekerja lainnya. Wanita muda nan cantik itu hanya melengos kemudian mempercepat langkah dan kunyahannya menuju ruangan para astronaut.

“Baik, bagaimana dengan keadaan dirimu, Shiren Natalia?”

“Achum cucah thelichi itchu ... hmm mungkin,” ucap Shiren yang mulutnya masih dipenuhi dengan makanan yang tadi diberikan oleh sang ibu.

Lima pria dan tiga wanita lainnya yang berada di ruangan saling menatap dan tertawa lepas atas jawaban dari Shiren di balik suapan terakhir.

Vanno, pria dengan jabatan penanggung-jawab bagi kesehatan para astronaut itu berdeham untuk menetralkan keadaan yang cukup canggung selepas tawa mereka.

“Jadi?" sindir pria itu kepada Shiren seolah meminta jawaban dari wanita yang baru saja menelan air mineral.

“Aku sudah teliti itu, mungkin,” Shiren terlihat santai mengucapkan sederet kalimat tersebut. Padahal, orang-orang yang satu ruangannya sudah tercengang.

Lipatan dahi Vanno timbul begitu jelas sesaat setelah Shiren menyelesaikan ucapannya, “Mungkin?” ulang Vanno memastikan pendengarannya.

Hal yang mustahil bagi para pekerja di Astronout Group Indonesian atau yang biasa dikenal dengan singkatan AGI untuk mendengar kata ‘mungkin’ dari mulut Shiren Natalia.

Shiren yang selalu memastikan apa pun dengan benar dan mengejar kebenaran adalah kegiatannya sehari-hari, “Ada beberapa file yang tidak aku mengerti. Seperti pencurian terhadap bahan utama panas matahari,” jawabnya sembari menunjuk file yang ia maksud.

“Iya, ada sebuah roket no-name terlihat mendekati matahari. Aku yakin, itu bukan roket biasa, karena sangat sulit untuk mendekati matahari yang memiliki panas sampai 1000°C atau lebih,” jelas Dessy, seorang wanita dengan jabatan ilmuwan atau peneliti dari segala sesuatu yang dibawa pulang astronout.

“Roket kita bisa mendekat,” ucap Gerry dengan nada yang terbilang heran.

“Ck, Gerry. Kalau roket kita bisa mendekat, aku pasti akan mengambil bahan utama panas matahari untuk aku jual dengan harga fantastis,” gertak Shiren menyahuti ucapan bodoh yang ia duga sebagai pertanyaan.

“Roket kita memang bisa mendekat. Aku sudah merancangnya sejak lama, apa kalian belum menyadarinya?” tanya Gerry, sang teknisi mesin dan listrik pada Shiren dan Xelaf yang berstatus sebagai astronaut.

Sontak saja, dua astronout itu menggeleng dan terkekeh pelan. “Kalian bodoh. Sekarang, cepatlah menuju matahari untuk mengambil bahan utama panasnya agar aku teliti,” Dessy memberikan perintah kepada dua astronaut andalannya sembari menyusun file-file yang masih setia di tangannya ...perkerjaan yang menyulitkan baginya.

“Apa ada tempat penampungnya?”
Gerry mengangguk dan mengambil sebuah tempat persegi panjang berbahan besi setebal satu meter dengan bahan tambahan lainnya.

“Di dalam kotak ini ada aliran listrik, jagalah hati-hati jangan sampai terbanting. Terbanting? Kau harus menanggung semuanya,” ucap pria berambut pirang itu, Gerry Handerson Walance Juard.

“Sst ....” Xelaf mendesis terkejut kala ia mencoba mengangkat kotak itu, “berapa beratnya?” keluhnya.

“Sekitar 60 kilogram atau mungkin lebih. Aku lupa tepatnya,” sahut Gerry santai melayani keluhan Xelaf.

Sebelumnya, bukan Gerry namanya jika dia tidak bersikap santai terhadap hal apa pun. Bahkan, menanggapi keterkejutan Xelaf.

“Cepatlah, bumi kebanyakan sinar matahari. Beberapa Negara Asia sudah mempercayai kita, Ren,” oceh Dessy yang disambut gerutuan serta derap langkah kencang dari Shiren menuju roket.

Bukan maksud mengusir, dia memang hanya menginginkan Shiren dan Xelaf melakukan perkerjaannya dengan cepat dan benar sehingga tidak perlu banyak hal lagi yang perlu ia tangani.

Dessy memijitkan kepalanya sambil bergumam kecil. “Semoga tidak ada masalah apa pun lagi yang akan menghadapi penilitian ini, astaga!”

*****

Lanjut sebelah yups🤗🤗

By si sipit Pirpirtapir

~~Makasih sudah membaca~~

Kumpulan Kisah InspiratifWhere stories live. Discover now