Awal dan Akhir Kisahku

834 12 1
                                    

Gadis itu berlari menembus hujan. Terus berlari dan berlari tanpa arah. Biarlah, ia tak peduli pada keadaannya sekarang, yang terpenting adalah menjauh dari tempat laknat itu. Sekarang tak ada lagi yang percaya mempercayainya, semua orang menjauh hanya karena kesalahpahaman mereka. Mereka menganggap Sandra melakukan perbuatan yang tidak-tidak. Tapi apa daya, bukti palsu itu menyudutkan dan membuat seolah dirinya yang bersalah. “Aku tak tahan lagi dengan semua penderitaan ini.”

Gadis itu melihat ada sebuah jembatan di depan sana. Sesaat terlintas di benaknya untuk mendekat. Sungai dalam mengalir deras di bawahnya seakan mengajak untuk bermain. “Ah, aku akan datang!”

Namun baru saja Sandra hendak memanjat setengah dari pagar jembatan itu, tiba-tiba ada seseorang menghentikan aksi nekatnya. Ia menoleh kesal.

“Jangan! Jangan loncat dari sana!” teriak sosok berpayung kelabu seraya berlari menghampiri.

“Mengapa? Mengapa aku tidak boleh loncat dari sini? Apa urusanmu mengehentikanku!” ujar Sandra.

Pemuda itu terlihat seperti sedang berpikir. “Karena ... karena masih banyak orang yang menyayangimu,” jawabnya meyakinkan.

Sandra diam sejenak. “Menyayangiku? Kamu sudah tidak waras? Tidak ada orang yang menyayangiku!” ia membeberkan jika semua orang mengucilkan, menyalahkanku, juga tak peduli padanya. “Untuk apa aku hidup jika semua yang kulakukan adalah kesalahan!” teriaknya lantang.

“Jika aku tidak peduli padamu, mana mungkin mencegahmu untuk bunuh diri. Kumohon jangan bunuh diri,” balas orang itu memohon agar Sandra mengurungkan niat untuk bunuh diri.

“Kau bahkan tak mengenalku!” rintih Sandra diiringi isak tangis pilu.Tapi tak semudah itu. Setelah apa yang dilakukan orang-orang padaku, mana mungkin aku percaya padanya. Ia orang asing.

Sandra menatap pemuda tersebut seolah meminta bukti atas apa yang telah terucap. Kemudian dengan santai, sosok di hadapannya kini menuturkan bahwa ia bersedia mendengar keluh kesah yang mungkin tak akan habis dalam sekejap.

“Kita berteman,” ujar pemuda itu.
Sandra berpikir sejenak mendengar ucapannya. Tatapan itu sangat meyakinkan. Perlahan, ia menurunkan sebelah kaki lalu ke aspal.

“Syukurlah,” ucapnya, “sekarang kau boleh cerita apa masalahmu?”

Sandra menelan ludahnya yang kini terasa pahit. “Tidak di sini. Bolehkah aku menceritakannya di tempat lain? Rumahmu misalnya,” pintanya penuh pengharapan.

“Tentu. Kau bahkan boleh tinggal bersamaku.”

Seraya melempar senyum, Sandra mengucap terimakasih pada pemuda yang belum diketahui namanya.

Sandra melangkah mengikuti pria misterius berpayung kelabu dari belakang seraya mendengar cerita tentang kehidupannya. Sungguh dirinya tak menyangka jika orang itu hidup sebatang kara sejak masih kecil. Tak ada saudara yang bersedia mengasuh. Dari situlah dirinya mulai bekerja dan menghidupi diri sendiri tanpa mempedulikan usia yang masih kecil. Ia harus tetap sekolah sesuai keinginan terakhir orangtuanya.

Seiring berjalannya waktu, semua usaha dan perjuangan itu membuahkan hasil dan menjadi orang sukses saat ini. Ia sangat bersyukur karena kini bukan seperti belasan tahun lalu di mana sangat tak berharga di depan saudara-saudaranya.

Hati Sandra tersentuh mendengar kisahnya, namun ia hanya bisa diam dan menyimak, “Masalahku dengannya tak jauh berbeda. Dikucilkan oleh banyak orang, untungnya ... ayah dan ibu masih bersamaku.”

Tak butuh waktu lama untuk sampai di rumah pemuda itu. Rumah yang cukup sederhana tapi terlihat sangat nyaman. Ia melangkah ke dalam rumah dan menyilakan Sandra duduk di sebuah sofa tua berwarna merah marun. “Aku masuk dulu,” ucapnya seraya melangkah ke salah satu ruangan yang ada di rumah itu.

Kumpulan Kisah InspiratifWhere stories live. Discover now