14 : Lost

16.8K 1.4K 25
                                    

Deeva berlari dan langsung memberhentikan taksi begitu ia sampai di luar otoritas sekolah. Rey yang melihat tingkah Deeva, saat itu juga ia melayang cepat mengejar Deeva. Seakan teringat sesuatu ia menghentikan tujuannya untuk mengejar Deeva. Pengejaran terasa repetitif. 

Pikiran Rey berputar cepat. Pikirannya mengatakan kalau Deeva butuh waktu sendiri. Ya, dia benar. Tubuh Rey berbalik mencoba membiarkan Deeva menumpahkan segala emosinya sendiri. Seorang diri. Namun, di sisi lain Rey tidak rela meninggalkan Deeva rapuh sendiri. 

"Apa boleh buat gue gak tahan untuk ketemu dia,"

***

 "Deev!"

Seruan itu terdengar bersamaan dengan gedoran pintu yang cukup keras. Deeva sama sekali menggubrisnya. Tak ada niatan untuk bangkit bahkan untuk bersuara.

Untuk apa Kakaknya peduli? Bukankah selama ini Kakaknya selalu tak acuh dengannya? Bukankah selama ini Kakaknya tidak pernah menyadari kehadirannya? Ironisnya lagi, Kakaknya bahkan enggan untuk mengakui Deeva sebagai adiknya.

Dan hari ini Kakaknya baru pulang dari Jepang setelah menyelesaikan kuliahnya disana. Deeva sama sekali tidak peduli akan hal itu. Toh, untuk apa?

"Deev! Mama sama Papa kemana sih? Bi Ratih juga kemana? Gue laper nih, baru pulang. Buatin makanan dong!" Suara bariton milik Kakaknya membuat Deeva merasa tertohok.

Dia salah persepsi mengenai Kakaknya yang tiba-tiba memanggilnya. Dia kira Kakaknya...sudahlah lupakan.

"Bikin sendiri!"balas Deeva tanpa minat. 

Ia pun bersembunyi di balik selimut. Menutupi seluruh tubuhnya, berharap seruan Kakaknya akan menghilang. Hingga tak sadar matanya tertutup dengan air mata yang lolos merembes permukaan pipinya.

==========

Begitu sampai di rumah Deeva, Rey tidak langsung melayang ke lantai 2. Dimana kamar Deeva berada. Dia memasuki melalui pintu seolah-olah seperti orang normal walaupun cara ia memasuki pintu tidak seperti manusia. Melainkan seperti hantu. Yap, menembus.

Rey menemukan figur seseorang yang asing. Matanya meneliti orang tersebut. Orang itu bergender laki-laki. Dia tengah duduk di sofa dengan tangan yang memeluk perutnya erat-erat. Dia tak hentinya menyerukan nama Deeva.

Siapa sih? Sksd amat ama Deeva. Apa jangan-jangan pencuri? Yakali pencuri kenal sama Deeva, batin Rey mula ngalor ngidul. 

"Bodo ah. Gue ke atas aja," 

Begitu sampai di depan kamar Deeva. Sebelumnya Rey benar-benar mematung. Memikirkan apakah keputusannya benar dengan cara menemui Deeva yang sedang kalut? 

"Deev gue masuk ya!" 

Tanpa menunggu balasan dari Deeva, Rey sudah memasuki daera teritori Deeva. Matanya langsung menangkap Deeva yang tidur meringkuk dibalik selimut. Rey mendekat. Melihat wajah Deeva yang ternyata terlihat di balik selimut yang menutupi wajahnya separoh. 

Bekas-bekas air mata terlihat dikedua pipinya. Rey menyentuhnya namun jari-jarinya lolos. Ia mendecak mengingat kalau saat ini dirinya adalah arwah. Yang hobinya menembus dan menembus. 

"Gue kesel. Di saat lo lagi sedih gue gak bisa berbuat apa-apa buat lo. Bahkan untuk mengelap jejak air mata lo aja gue gak bisa. Hal yang tadinya mudah jadi sulit saat gue seperti ini. Gue..." ucapan Rey mengambang. 

Padahal kata-kata yang dikatakannya akan cuma-cuma. Toh, tidak didengar juga oleh Deeva. Namun, dia membiarkan dirinya menumpahkan segala uneg-unegnya. 

FarewellWhere stories live. Discover now