18 : Tears

13.6K 1.3K 11
                                    

a/n : gak terlalu lama apdet kan?hoho gatau mau ngomong apa lagi. pokoknya enjoy dan makasih bagi yang masih bertahan sampe part 18.

btw,cerita farewell mendekati ending~
• • •

Author POV

Disinilah mereka sekarang. Tepat di meja resepsionis, Karrel sibuk bertanya sementara Deeva mengedarkan pandangan ke sekitarnya. Setelah mendengar cerita Karrel, Deeva tak habis pikir dengan Karrel. Kenapa di saat Kiara membutuhkan seseorang untuk menemaninya justru Karrel malah meninggalkannya. Deeva nyaris meluapkan emosinya saat Karrel selesai bercerita.

Deeva menghembuskan nafas dengan kasar. Mendengar suara ramai di rumah sakit membuatnya benar-benar pusing mendengarnya. Rumah sakit hal yang dari dulu ia hindari. Padahal semenjak Rey dirawat, Deeva kerap kali ke rumah sakit untuk menjenguknya. Namun sampai sekarang dia belum terbiasa dengan situasi di rumah sakit.

Ohiya, dimana Rey sekarang?

"Ayo,"ajak Karrel yang ternyata sudah lima langkah di depannya.

Deeva mengangguk dan langsung berlari kecil sekaligus mensejajarkan langkahnya dengan Karrel. "Di kamar nomor berapa?"

"321,"jawab Karrel tanpa menoleh sedikitpun.

Deeva memaklumi sikap Karrel. Wajar setelah menerima panggilan telpon dari mama Kiara yang terkandung nada tidak beres membuat Karrel sepanjang perjalanan menuju rumah sakit hanya diisi dengan aura kesuraman.

Karrel sebagai navigator jalan menuntun Deeva menuju kamar dimana Kiara dirawat.

Di sepanjang lorong rumah sakit Deeva tak jarang melihat para makhluk gaib berterbangan kesana kemari. Melalui kaca pintu kamar Deeva dapat melihat arwah seseorang yang keluar dari tubuh. Deeva menyimpulkan kalau orang tersebut meninggal dunia.

Mata Deeva mengerjap seakan menyadari sesuatu. Ah, pantas. Deeva merasa tak asing dengan lorong rumah sakit ini. Toh ternyata tempat Kiara dirawat sama dengan tempat Rey dirawat. Dia pun memutuskan setelah menjenguk Kiara dia akan menjenguk Rey.

Mendadak Karrel menghentikan langkahnya. Matanya menatap sesuatu. Deeva yang heran mau tak mau mengikuti arah pandang Karrel. Belum sempat Deeva bertanya, Karrel sudah berlari meninggalkan Deeva yang menatapnya bingung.

Tanpa banyak berpikir lagi, Deeva pun mengejar Karrel. Deeva terdiam sesaat, kakinya berhenti mengejar Karrel begitu ia menyadari Karrel memasuki kamar Kiara yang terbuka lebar. Tanpa orang mengintip pun, Deeva dapat melihat apa yang terjadi di dalam sana.

Ya, Kiara.

Matanya terpejam dan wajah pucat pasi yang bahkan membuat Deeva sulit mengenalnya. Selama ini wajah Kiara selalu cerah seakan ada cahaya yang terus memancar dari wajahnya. Dadanya sesak saat melihat elektrokardiogram yang menunjukkan detak jantung Kiara yang melemah.

Deeva melirik Karrel yang terlihat menahan rasa sakitnya. Hati Deeva berdenyut ngilu. Dia benci dengan dirinya sekarang. Hatinya mengatakan ingin menghibur Karrel, mengatakannya kalau semua akan baik-baik saja. Namun logikanya menolak. Logikanya mengatakan hal yang berlawanan dengan hatinya.

Bagaimana kalau Kiara tidak baik-baik saja? Bagaimana kalau menghibur Karrel akan mempersulitnya? Bagaimana kalau-

Oke cukup. Pikiran negatifnya mulai menutupi akal sehatnya. Saat ini dia harus tegar. Hanya itu yang bisa dia lakukan untuk saat ini.

Deeva perlahan mendekati Karrel yang masih bertahan dalam posisi berdirinya. Deeva hendak menyentuh bahu Karrel namun tiba-tiba Karrel tumbang ke arahnya membuat Deeva dengan spontan memegang kedua lengannya.

FarewellOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz