episode 16 : kebingungan atau keegoisan?

645 176 22
                                    

load number sixteen :
kebingungan atau keegoisan?

adrian udah balik sedari tadi, dia mau jemput ayahnya. Sementara lile memilih untuk menginap dulu dirumah cila bersama dhamar, dan sahabat barunya cila, cole.

lile menatap langit-langit kamar, ia berusaha memejamkan matanya, tapi tetep, ia gabisa tidur. Lile natap cila yg udah tidur disebelahnya, lalu ia menghela nafas, dan setelahnya, ia bangun dari tidurnya.

Lile turun ke bawah, dan bagai keberuntungan, ia melihat dhamar yg terjaga duduk disofa ruang tamu. Lile menghampiri dhamar, duduk disebelah anak itu.

"maafin, kakak." ucap lile seraya menyentuh sudut bibir adiknya yg terluka akibat tonjokannya. Dhamar terkekeh.

"gapapa. Kak, mau tau ga omongan nino sebelum aku pergi?" tanya dhamar. Lile ngangguk.

"katanya, nino percaya kalo keluarganya bakalan balik kayak dulu lagi." ucap dhamar. lile menghela nafas, lalu menggedikan bahunya.

"kakak gatau itu bisa dimulai lagi atau engga. Karna kamu tau, seberapa sakitnya kakak, saat papa ngomong begitu ke kakak. Kamu bayangin dhamar, papa numpahin semuanya ke kakak." ucap lile, suaranya bergetar.

Ya, saat dulu kebangkrutan menimpa keluarganya. Satu-satunya orang yg paling disudutkan keluarganya ya cuma lile aja. Karna kata ayahnya, cuma lile yg belajar di universitas swasta, yg otomatis butuh biaya banyak, disaat adik-adiknya belajar di sekolah negeri. Ayahnya dengan gampang, tanpa dosa memaksa kakaknya untuk berhenti, supaya ga ngabisin banyak uang lagi. uang-uang dan uang, itulah yg dipikirkan ayahnya saat itu.

"padahal kamu tau kan dhamar? Kakak lulus diuniversitas negeri dengan jurusan TV dan perfilman, cita-cita kakak. Tapi apa kata ayah kamu? Katanya, kakak lebih baik diuniversitas swasta dgn jurusan dibidang kesehatan dibandingkan jurusan seni yg ga punya masa depan. Dia yg nyuruh kakak berjalan dimimpi orang lain, tapi dia yg nyalahin kakak ketika masalah dateng? Gaada yg jauh lebih sakit dari itu, dhamar." ucap lile lagi.

Dhamar menarik kakaknya ke dalam pelukannya. Lalu mengusap lembut bahu kakaknya itu, "tenang,kak. Gapapa kalo emang belum mau pulang. Gue ngerti itu."


💻💻💻

George yg merasa bosan berada dikamar rawat terus pun memilih untuk jalan-jalan sebentar. Lily lagi sibuk mengurus biaya pengobatannya, sementara anak-anaknya entah ada dimana. mungkin sambil jalan-jalan, george bisa ngeliat anak-anaknya ada dimana.

Bener aja, pas george ngelewatin taman, george bisa ngeliat Nino yang lagi main jungkat-jungkit sama zian. Senyum diwajah george mengembang, karna didalam hatinya, george ga percaya, kalo anak-anaknya udah pada sedewasa itu. Bahkan george kaget liat badan zian yg makin hari makin tinggi aja.

"nino, zian." panggil george, yg kini duduk dibangku taman. Nino yg denger pun segera turun dari jungkat-jungkit terus gendong adiknya si zian dan setelahnya mereka ikut duduk dibangku taman bareng ayahnya itu.

"kenapa pa?" tanya nino. George mengambil alih zian, membawa anak bungsunya itu kepangkuannya.

"gapapa, cuma mau ngobrol aja. Udah lama papa ga ngobrol sama kalian." ucap george. Nino ngangguk, terus keadaan hening, cuma zian doang yg kedengeran berisik karna sibuk main sama mobil-mobilan ditangannya.

"nino, kalo udah besar, mau jadi apa?" tanya george, iseng.

Nino menggedikan bahunya, "jadi apa aja deh. Nino ga mau milih, kan ujung-ujungnya, papah juga yg milihin." jawab nino cepat, dan sukses membuat george merasa tertembak.

hingga pada akhirnya, george sadar, betapa egoisnya ia selama ini. Ya,  akhirnya george sadar diri, bahwa dirinya lah penyebab anak-anaknya merasa depresi hingga sampai sejauh ini.

°load number sixteen :
to be continued.

[✔️]all the kids are depressed; LileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang