[ Twelve : Perang Dunia 3 ]

482 46 0
                                    


Warning ⚠ : Banyak mengandung umpatan-umpatan kasar yang sangat tidak patut untuk ditiru dan dialog dipenuhi oleh capslock an yang dapat membuat mata anda sekalian sakit. Diharapkan membaca saat pikiran anda jernih dan tidak dalam keadaan tubuh lelah :)

"Gaes, Nabila kelas sepuluh satu katanya bunuh diri kemarin di kamarnya," kata Reza yang baru saja dari koperasi membeli air mineral

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Gaes, Nabila kelas sepuluh satu katanya bunuh diri kemarin di kamarnya," kata Reza yang baru saja dari koperasi membeli air mineral.

Elka langsung menatap Damar. Damarpun melakukan hal sama seperti Elka. Keduanya bertatap-tatapan penuh makna.

Damar bangkit dari duduknya. "Jam olahraga kelas kita udah abis, balik ke kelas guys."

Seluruh anak kelas sepuluh tiga berbondong-bondong berjalan meninggalkan lapangan. Begitupun dengan Elka. Gadis itu berjalan sambil memikirkan sesuatu hingga sebuah tangan mencengkram pundak Elka dan membalik secara paksa tubuh Elka agar menghadap sang empu.

"Lo bilang sama gue, LO ANCEM APA ADEK GUE SAMPE DI BUNUH DIRI, AELKA! LO APAIN ADEK GUE SAMPE DIA DEPRESI DAN MILIH BUAT BUNUH DIRINYA SENDIRI!"

Mata Elka langsung membulat ketika mendengar penjelasan dari perempuan di depannya ini. Anak-anak kelas sepuluh tiga yang sudah sampai pinggir lapangan kini berbalik lagi untuk mengetahui apa yang sedang kakak kelasnya lakukan ke teman sekelasnya itu.

Murid-murid dari kelas lainpun yang sedang tak sengaja sedang melewati koridor pinggir lapanganpun berhenti sejenak untuk menonton aksi kedua anak itu.

"Gue nggak ngapa-ngapain Nabila asal lo tahu ya, Kak Raya?!" Elka mencoba tenang tak tersulut emosi. Mata Elka melirik sekitar lapangan. Ia membatin ternyata dirinya dan nenek lampir didepannya ini sedang menjadi pertunjukan gratis seluruh penghuni sekolah.

"NGGAK USAH SOK POLOS ANJING! LO KAN YANG UDAH ANCEM NABILA SAMPE ADEK GUE DEPRESI CUMA GARA-GARA DIA AMBIL SEPATU LO DI LAB. IYA KAN? NGAKU BANGSAT!"

Seluruh murid yang menonton langsung bisik-bisik mendengar ucapan Raya.

Lo harus rasain apa yang gue rasain dulu, Aelka.

Elka memejamkan matanya. Menahan emosinya yang sudah sampe ubun-ubun.

"Maaf ya Kak Raya yang terhormat, gue nggak sepicik itu asal main ancem orang sembarangan apalagi sama orang yang sebelumnya nggak gue kenal. Apalagi cuman perkara sepatu yang harganya nggak seberapa."

Raya tertawa hambar. "Kalo bukan elo siapa lagi gadis manis? Di rekaman cctv jelas-jelas elo orang terakhir yang bareng sama Nabila di parkiran. MAU NYANGKAL APALAGI HAH?!?"

"Gue nggak pendendam kayak lo yang cuma gara-gar—"

'Plak!'

Elka memejamkan matanya. Menahan rasa nyut-nyutan di area wajahnya yang baru saja kena tampar dari kakak kelasnya itu. "Anjing ya lo, Kak Raya? Gue dari tadi coba sesabar mungkin ngadepin lo yang udah senewen kayak emak-emak mergokin suaminya punya istri lagi. Gue udah coba ngehargai elo di depan banyaknya penghuni sekolah ini. Tapi lo nya kok bangsat sih? LO PIKIR GUE TAKUT APA SAMA LO?!"

SKETCHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang