[ Thirtythree : Long Time No See ]

408 33 0
                                    

Elka menatap berbagai bentuk kado yang disusun rapi di meja ruang tengahnya

К сожалению, это изображение не соответствует нашим правилам. Чтобы продолжить публикацию, пожалуйста, удалите изображение или загрузите другое.

Elka menatap berbagai bentuk kado yang disusun rapi di meja ruang tengahnya. Tiga jam yang lalu, seluruh keluarga dan karyawannya memberi kejutan kecil-kecilan disini. Karel, Angga, Emma bahkan turut datang menambah suasana menjadi lebih meriah. Elka bahkan sempat menitihkan air mata beberapa kali, tak menyangka diusianya yang sudah menginjak angka dua puluh empat ia masih diperhatikan oleh banyak orang layaknya anak SMA yang baru saja merayakan sweet seventeen.

Tiga puluh menit sudah, mereka pamit pulang bergantian. Kedua kakaknya tidak bisa menginap karena masing-masing dari mereka sudah memiliki keluarga sendiri, karyawan dan ketiga temannya juga tidak ada yang menginap, besok bukan hari libur; itu salah satu alasan utamanya.

Baru saja Innu melakukan video call dengan dirinya, laki-laki itu sudah betah tinggal di Osaka dan entah kapan akan berkunjung ke Indonesia. Kalau boleh Elka akui, Innu semakin tampan dan dewasa. Sangat berbeda dengan Innu yang ia kenal semasa putih abu-abu dulu. Namun ketika ditanya masalah wanita, laki-laki itu hanya cengengesan tak menjawab. Katanya ia masih ingin menikmati kebebasannya disana, traveling kesana-kemari tanpa ada sosok penganggu. Ya, jangan kaget. Innu memang seperti itu, kerap menganggap makhluk bertitel perempuan adalah penganggu ataupun hama dihidupnya. Kecuali Elka, begitu katanya.

Setelah membersihkan bekas konveti yang berserakan di lantai ruang tengahnya, Elka berjalan memasuki kamarnya dan berhenti tepat di balkon kamar yang biasa ia gunakan untuk menatap bintang-bintang di langit malam.

Ada perasaan kecewa di dalam lubuk hatinya. Tak salah bukan, jika dirinya menginginkan kehadiran Dikta di perayaan ulang tahunnya tadi?

Terkadang Elka sangat ingin hidupnya seindah novel-novel yang sering Meily ceritakan pada dirinya. Setelah perpisahan yang lama, sang lelaki akan memberikan kejutan yang membuat sang perempuan menangis terharu lalu keduanya berpelukan meluapkan rasa rindu yang menumpuk tinggi dan akhirnya hidup bahagia.

"Dikta, bahkan kita masih menatap bulan yang sama."

"Apa lo nggak kangen gue? Apa lo nggak ada niatan buat nemuin gue? Apa lo ngga——" Elka menutupi mulutnya, tangisan yang selama ini ia tahan dan sembunyikan dari halayak umum kini pecah berbaur dengan dinginnya angin malam yang menusuk kulit.

Elka menepuk-nepuk dadanya, menahan rasa sesak yang amat menyakitkan. Rindu itu kejam. Kejam sekali, sampai rasanya Elka ingin teriak sekeras-kerasnya berharap laki-laki itu mendengar suaranya dan bisa kembali memeluknya seperti dulu lagi.

Setelah merasa lelah, Elka kembali masuk ke dalam kamarnya. Jiwanya sangat lelah, ia butuh tidur agar dirinya besok memiliki tenaga yang cukup untuk menjalani hari-harinya yang panjang.

Nada dering ponselnya berdering kencang. Elka yang tadinya sudah setengah terlelap kini dengan berat hati merembet ke pinggiran kasur untuk mengambil ponsel yang tergeletak di nakas.

"Waalaikumsalam, Mei. Ada apa?"

"..."

Mata Elka yang tadinya sudah hampir menutup sempurna kini terbuka lebar setelah mendengar ucapan dari sang penelpon.

SKETCHМесто, где живут истории. Откройте их для себя