PART 1

8.7K 300 3
                                    


"Allah menciptakan manusia

Dengan jumlah yang tak terbilang angka.

Dan kamu,

Akan menjadi satu diantara dua hamba

Yang akan melahirkan angka-angka tak terhingga

Melalui kekuatan cinta."

***


Ahad pagi, hari yang ditunggu-tunggu bayak orang. Hari untuk melepas penat, setelah sepekan menghadapi banyak beban berat. Tapi, berbeda denganku. Meski hari libur, aku masih saja harus pergi ke perpustakaan kampus untuk membereskan, menata dan mengentri buku-buku. Besok, bangunan berlantai tiga ini akan penuh dengan desak-desakan mahasiswa yang antri untuk meminjam buku.

Aku adalah salah satu mahasiswa beruntung yang mendapatkan beasiswa prakerin diperpustakaan. Sebuah beasiswa yang diberikan kepada para mahasiswa yang rajin datang keperpustakaan, dengan syarat, aku harus membantu para pegawai dan karyawan perpustakaan mengelola dan menjaga perpustakaan sebaik mungkin.

Aku menggunakan beasiswa ini untuk meringankan beban umi supaya tidak terlalu banyak tanggungan. Wajarlah, aku lahir yatim tanpa sosok ayah. Selain itu, aku juga tipikal anak yang mandiri. Aku sama sekali tidak ingin menyusahkan umi. Meski kehidupan sehari-hari kami dibantu oleh paman Idris, satu-satunya adik laki-laki abi yang memiliki sebuah pesantren besar di Madura, tapi aku tidak mau terus-terusan ketergantungan pada beliau. Aku harus belajar mendapatkan uang sediri demi umi.

Pintu perpustakaan sudah terbuka. Rupanya pak Syamsyul, pemegang kunci perpustakaan sudah datang. Aku masuk menyusuri ruangan menuju tempat loker. Samar-samar, aku mendengar sebuah isak tagis perempuan dari ruangan sebelah. Suaranya terdengar tidak asing. Ku percepat langkahku dan segera bergegas menuju ruangan itu. Ternyata Dita, sahabatku. Dia menelungkupkan wajahnya keatas meja, jilbabnya terlihat basah karena air matanya tumpah. Segera ku hampiri dia dan duduk disampingnya.

"Innalillah, Dita? Kamu kenapa, Dit?!" Tanyaku heran sambil mengusap-usap pundaknya. Dita tetap tidak menjawab pertanyaanku, dia justru semakin keras menangis.

"Kamu sendirian disini, Dit? Hanya dengan pak Syamsyul? Kamu di apain sama pak Syamsyul, Dit?"

"Jangan sembarangan Yasmin, Bukan itu!" Dita semakin mengencangkan tangisannnya.

"Ups, maaf , Dit. Aku kira kamu diapain sama pak Syamsyul. Terus, kamu kenapa? Ada apa?"

"Aku mau dijodohin sama anaknya temen ayah, Yasmin."

"MasyaAllah.. Terus? Kamu terima, Dit?"

"Ya nggak lah, Yasmin. Rudi mau aku kemanain coba? Aku cinta mati sama dia," Dita masih menelungkupkan wajahnya. Dia tidak mau membuka wajahnya untuk sekedar melihatku.

"Dit, dengerin! Jodoh itu nggak ada yang tau, Dit. Coba saja dulu kamu bicarakan sama bundamu, mungkin nanti akan ketemu jalan terbaiknya!"

"Tapi aku nggak mau dijodohin, Yasmin. Sekarang ini udah bukan jamannya Siti Nurbaya yang harus dipaksa-paksa nikah sama Datuk Maringgi. Aku gak mau pokoknya!" Dita membuka wajahnya dan menatap kesal kearahku, terlihat jelas raut wajahnya memerah. Ia terlihat benar-benar marah dengan keputusan orang tuanya yang ingin menjodohkan dia dengan anak sahabatnya itu.

Gus Alfin, Pejuang Cinta Halal Di Ujung Hilal (TERBIT)Where stories live. Discover now