PART 29

5.3K 271 32
                                    

***

Aku mengikuti langkah suster dan gus Alfin dari belakang. Kulihat tubuh pak Manaf yang di penuhi selang itu mulai bergerak. Wajahnya tersenyum kala melihat gus Alfin datang. Aku melihat dan mendengar jelas percakapan mereka dibalik kaca pintu ruangan pak manaf dirawat.

"Fin!" pak manaf mengangkat tangannya pelan seolah meminta Alfin untuk mendekat.

Gus Alfin segera berlari menyentuh tangan ayahnya, "Bi.. abi jangan banyak bergerak dulu!" dia menggenggam tangan ayahnya yang sudah sangat keriput itu sambil lalu menciuminya.

"Maafkan Alfin ya, bi! Selama ini Alfin sudah dibutakan oleh kebencian tanpa pernah mencari kebenarannya. Maafkan Alfin, bi!" gus Alfin terisak-isak sambil memeluk ayahnya.

"Sudahlah, Fin. Lupakan saja apa yang pernah terjadi! Abi tidak pernah marah padamu. Karena abi yakin, jauh dibalik hatimu yang beku ada padang kehangatan yang membentang luas. Suatu kelak padang itu akan mencairkan kebekuanmu. Abi masih menyayangi Alfin, sebagaimana Alfin anak abi dua puluh sembilan tahun yang lalu," pak Manaf membelai rambut gus Alfin yang tenggelam di dadanya.

"Apa yang harus Alfin lakukan untuk menebus dosa-dosa Alfin, bi? Katakan semuanya bi, Alfin akan lakukan.!"

"Tidak ada. Tapi, sebelum abi pergi, abi hanya ingin melihat kamu mengabulkan satu saja permintaan abi."

"Bi, abi tidak boleh pergi, abi harus tetap hidup! Alfin janji bi, Alfin akan penuhi semua yang abi minta asal abi mau sembuh. Izinkan Alfin berbakti bi, Alfin mohon!"

"Berbaktilah kepada Abi dengan menikah, nak!"

"Menikah?" Alfin menatap ayahnya heran.

"Iya, menikah. Abi ingin memastikan kamu tidak sendirian lagi ketika abi pergi," pak manaf berhenti sejenak sebelum melanjutkan kalimatnya. Dia seperti tidak sanggup jika membiarkan anak lelakinya itu harus hidup sebatangkara lagi tanpa seseorang disampingnya.

"Lalu, dengan siapa Alfin harus menikah, Bi?"

"Abi sudah menjodohkan kamu dengan anak sahabat Abi. Abi punya hutang budi yang besar pada ayahnya, Fin. kini saatnya kita membalasnya. Kamu maukan mengabulkan permintaan abi?"

Gus Alfin terdiam sejenak, dia nampak sedang berpikir dalam-dalam sebelum memutuskan untuk menjawab pertanyaan pak Manaf.

"Baiklah bi, Alfin akan kabulkan semua permintaan abi. Nikahkan Alfin dengan siapapun yang abi suka, Alfin pasti akan terima!"

Aku mendengar persis kata-kata gus Alfin dari balik pintu kaca rumah sakit. Dadaku teramat sesak mendengarnya. Tenggorokanku tercekat kuat. Kepalaku pening. Air mataku mengucur deras mendengar dan melihat kenyataan yang saat ini ada didepanku. Aku seperti hancur berkeping-keping, tubuhku merosot kelantai, air mataku membanjiri hijabku yang sudah lusuh.

Kenapa semuanya begitu sakit? Kenapa semuanya terasa sulit? Aku baru saja mengikhlaskan gus Alfin untuk Shireen, sahabatku sendiri. Dan saat ini aku juga harus menerima kenyataan bahwa gus Alfin adalah putra dari lelaki paruh baya yang sempat ku impikan menjadi ayahku itu.

Pak manaf ingin gus Alfin menikah dengan seseorang yang sudah dia pilih. Apakah perempuan itu adalah Shireen? Bukankah keluarga mereka berteman baik satu sama lain?

Ya Allah, Shireen adalah hambamu yang luar biasa. Dia bisa sekaligus mendapatkan dua orang yang sama-sama aku kagumi selama ini. Dua sosok lelaki yang pernah aku impikan menjadi seorang ayah dan sebagai pendamping hidup.

Aku tidak ingin menyalahkan takdir Siapa aku untuk sekedar mengharapkan dua lelaki hebat itu? Aku hanya gadis biasa, gadis sederhana. Aku hanyalah si yatim, punuk tidak tau diri yang mengharapkan indahnya sinar rembulan dan mentari. Harusnya, aku mempertimbangkan dahulu sebelum pada akhirnya jatuh pada lubang khayal yang membumbung tinggi.

Gus Alfin, Pejuang Cinta Halal Di Ujung Hilal (TERBIT)Where stories live. Discover now