PART 16

3.9K 205 1
                                    


Program semester pendek benar-benar melelahkan. Ustadz Yusuf dan gus Alfin sama-sama dosen express. Mereka menuntut banyak hal pada mahasiswanya supaya secepatnya bisa lulus dari mata kuliahnya. Mereka berdua sama-sama berekspektasi agar supaya kami bisa segera mendapatkan pembimbing dan bisa segera menyelesaikan skripsi.

Sebenarnya cara ini bagus untuk membantu para mahasiswa yang berkeinginan segera ikut ujian skripsi. Tapi tak jarang dari kami yang sakit karena kelelahan. Kami benar-benar sibuk karena masuk setiap hari. Sehari bisa sampai ada enam kelas, tugaspun sangat menumpuk. Setiap pertemuan isinya adalah presentasi, kemudian kuis dengan hanya poin dua soal namun jawabannya bisa sampai lima halaman. Dan jika jawaban kami tidak memuasakan maka fatal jadinya. Kami masih harus mengikuti remedial. Ah, benar-benar melelahkan dan menyebalkan.

Kenyataan ini benar-benar menyiksa. Terutama untukku yang memiliki beberapa aktifitas diluar kampus, seperti menjaga perpustakaan dan mengajar di masjid Ar-Rahman. Aku bahkan sudah hampir dua minggu tidak mengajar di masjid Ar-Rahman karena sering pulang sore. Beruntung sayyid Bahar dan syarifah Jannah memahami kondisiku.

Karena terlalu sibuk pada semester pendek dan menyelesaikan banyak tugas, aku sampai lupa mengembalikan ponsel gus Alfin. Bahkan aku belum sama sekali menyalakan ponsel mahal itu. Padahal ini sudah hampir seminggu aku membawanya. Ah, aku benar-benar lupa untuk mengembalikannya. Biarkan saja, toh orangnya juga tidak pernah bertanya. Padahal aku beberapa kali bertemu dengannya dikelas filsafat dakwah. Entah dia lupa atau dia memang tidak peduli pada ponselnya. Dia sama sekali tidak menanyainya padaku.

Selepas mengajar, dia pasti segera masuk ke ruang dosen lalu kembali pergi. Maklumlah, selain sebagai seorang dosen, dia juga memiliki sebuah perusahaan yang harus dia handle sendiri. Sehingga dia benar-benar terlihat sangat sibuk, sampai-sampai aku tidak memiliki kesempatan berbicara dengannya.

Ponsel persegi berwarna merah itu ku nyalakan pelan-pelan dan hati-hati. Karena melihat casingnya yang masih terlihat sangat mulus itu membuatku takut. Aku khawatir akan merusaknya. Harga charger-nya saja sangat mahal, apalagi jika harus membeli ponselnya.

Ponsel itu kini menyala, wallpaper layar utamanya adalah foto siluetnya ditengah senja. Wajahnya hanya terlihat dari samping. Dia sedang bersedekap, wajahnya setengah menunduk, matanya terpejam sempurna. Siluet senja membuat foto itu terlihat gelap, tak ada yang terlihat jelas, hanya hidungnya yang mancung terlihat jelas tersorot kamera. Entah apa yang terjadi dengan ritme jantungku. Melihat foto siluet itu membuat degup jantungku dua kali lebih cepat. Ya Allah, perasaan apa ini?

Aku tidak bisa membuka sandi kuncinya karena gus Alfin menguncinya dengan menggunakan angka. Ini benar-benar tidak adil, dia membawa ponselku yang bahkan sama sekali tidak bersandi. Sementara ponsel miliknya dikunci menggunakan angka. Bahkan untuk sekedar menelpon pun aku tidak bisa. Ritme jantungku benar-benar tidak bisa diatur. Entah mengapa, saat melihat foto itu aku kembali terigat pada mimpiku saat itu. Ah, aku tidak boleh terlalu lama melihatnya. Segera ku telungkupkan ponsel itu diatas kasur. Kututupi ia dengan bantal.

Tiba-tiba sebuah panggilan masuk, aku segera mengangkatnya. "Ooooy Yasmiiin, kemana saja, kenapa tidak buka pesannya?!!" Syifa nyerocos karena aku sama sekali tidak merespon pesannya di What's App. Bagaimana mungkin aku bisa membukanya sementara ponselku masih ada di gus Alfin.

"Ponselku masih ada di orang itu, Fa."

"Huh dasar, kamu memang sama sekali tidak peduli sama ponsel kamu sendiri, Yasmin," cetus Syifa kesal.

"Aku cuma mau ngsih info penting tentang dosen pembimbing. Ternyata kampus memberikan kebijakan untuk kita. Mahasiswa yang ikut semester pendek bisa segera dapat dosen pembimbing karena jadwal sidang sudah mepet. Pengumuman pembagian pembimbing ada di web. Segera buka ya! Assalamualaaikum," Syifa mematikan panggilan.

Aku segera meraih laptopku. Ku buka laman universitas Darul Falah di web. Sudah ada beberapa nama mahasiswa yang tertera disana. Aku langsung men-scroll kebawah karena namaku pasti ada dideretan dipaling akhir.

"Yasmin Rachelia El-Haq dosen pembimbing M. Alfin Maulidani Alaydrus."

Apa?!!!

Aku mengucek-ngucek mataku berkali-kali seolah tak percaya. Mengapa harus dosen galak itu yang menjadi pembimbingku? Bagaimana kalau kata Dita benar? Dia menyuruhku merombak total isi skripsiku. Bisa-bisa aku harus mengulang semuanya dari nol dan rencana lulus di gelombang pertama akan gagal. Aku juga akan gagal ikut test LPDP ke Maroko.

Ya Allah, ini benar-benar mimpi buruk. Ku lihat lagi ponsel merah yang tergeletak dikasur. Ku telungkupkan dan kututupi lagi dengan bantal. Aaarg, dosen itu, mengapa harus dia?

Gus Alfin, Pejuang Cinta Halal Di Ujung Hilal (TERBIT)Where stories live. Discover now