3. Just Like Me

4.3K 591 181
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


"Selamat pagi, Pak Ailean." Seluruh staff Dormir Hotel berjejer di depan pintu lobi dan membungkuk ketika Ale melangkah masuk.

Ale menganggukkan kepalanya singkat sambil terus berjalan dan mengancingkan satu kancing jas Kiton berwarna hitam miliknya. Semenjak Dormir di Jakarta dialih kuasa kepada dirinya, Ale jauh lebih sibuk karena seluruh Dormir punya pemegang masing-masing. Seperti Dormir Bandung yang di pegang sepupunya—Senna, atau Dormir di Swiss yang bulan lalu baru selesai di resmikan dan masih di pegang oleh ayahnya. Ale masih harus meminta persetujuan pemegang Dormir lain untuk beberapa hal. Jadinya, ia sangat sering bepergian hanya untuk bertemu saudara-saudaranya yang lain.

"Pak, hari ini ada perwakilan Kedutaan Besar Cina yang akan berkunjung membahas kerja sama untuk penyewaan Dormir." Sekertaris Ale—Erfan memberitahukan bosnya itu sambil membuka catatannya.

Ale memijat kepalanya. "Penyewaan Dormir Jakarta?"

Erfan mengangguk. "Iya Pak. Selama perhelatan Asian Games ini, seluruh pejabat dan pihak yang berkepentingan membantu atlet Cina minggu lalu mengirimkan proposal permintaan penyewaan Dormir."

Ale kembali berkerut bingung. "Kenapa kamu tidak bilang?"

Erfan menggaruk kepalanya bingung. Sekertarisnya itu ingat dengan jelas bahwa dirinya mengabari Ale berulang kali masalah ini. "Saya..."

Ale berdecak kesal. "Suruh David yang membahas dengan pihak mereka. Saya ada urusan." Jawabnya mutlak.

"Tapi Pak, pihak Kedutaan Besar Cina meminta berdiskusi langsung dengan Bapak."

Ale kembali memijat kepalanya. "Dan siapa mereka menyuruh-nyuruh saya?"

Erfan langsung menelan ludahnya susah payah. "Baik Pak. Saya akan hubungi Pak David untuk mewakilkan Bapak dalam pertemuan nanti siang."

Ale semakin memijat kepalanya dan menyuruh Erfan segera keluar ruangannya. Sang sekretaris pun tanpa protes langsung melangkah pergi meninggalkan Ale sendirian di dalam ruangannya. Lantai dua puluh di Dormir Hotel. Satu lantai penuh yang isinya hanya ruangan Ale. Jadi bisa dibayangkan seberapa luasnya ruangan bos itu.

Ale menekan tombol home di HP nya dan menatap wallpapernya yang masih merupakan foto Trella. Sejak dulu dan bahkan setelah dua tahun terlewati, Ale tidak berniat menggantinya. Untuk apa? Perjuangan Ale belum selesai. Ia akan terus mengejar Trella sampai perempuan itu mau kembali pada dirinya, bagaimana pun juga.

Le, kamu jangan ikut donor darah, kan kamu suka anemia.—Ale tiba-tiba teringat ucapan Trella saat dulu perempuan itu bersikeras ikut kegiatan donor darah di kampusnya.

Ale terkekeh sambil memijat dahinya. Kalau Ale harus bercerita, kadang dirinya lelah mengejar Trella tanpa jawaban pasti sampai dua tahun lamanya. Tapi, perasaannya pada perempuan itu tidak bisa membuatnya menyerah. Bodoh. Bagi Ale, semua orang yang mau melepaskan cintanya itu bodoh dan sok. Kemanapun Trella, ia akan mengejar perempuan itu. Seperti sekarang.

Lingua FrancaWhere stories live. Discover now