08. || Lewat Tengah Malam

420 65 4
                                    

Motor sport hitam merah itu parkir di pekarangan indeskos yang memiliki palang bertuliskan 'Kos Bu Yen' di atas pintunya. Danil was-was, dia menghubungi Yosep tapi tak diangkat. Cowok itu berusaha tak menimbulkan suara apa pun. Harapan Danil saat ini hanyalah Yosep sudah membuka kunci pintu, sehingga dia bisa masuk. Tak peduli sudah hampir jam satu dini hari, yang penting Danil harus masuk. Karena tidak mungkin tidur di luar.

Dengan langkah perlahan Danil melangkah mendekati pintu, berusaha tidak menimbulkan suara sedikit pun. Dia memegang knop pintu yang dingin, menariknya ke bawah dengan perasaan tak menentu; takut ketahuan Bu Yen, takut karena telah melanggar peraturan, dan realistis saja, Danil takut kalau apa yang pernah dilihat anak indekos akan dilihatnya juga. Kalau pun sosok itu menampakkan diri, Danil berharap dia bisa menahan diri untuk tidak teriak.

Pintu terbuka. Danil membuang napas lega karena Yosep sempat membuka kuncinya. Pelan-pelan dia mendorong pintu agar tak menimbulkan suara, begitu pula saat menutup pintu.

Danil melanjutkan langkah menuju tangga. Langkahnya pelan dan hati-hati. Indekos gelap, Danil menghidupkan senter ponselnya. Beberapa kali dia mengintip ke bawah untuk memastikan Bu Yen atau Vinan tak melihatnya.

Danil sudah di lantai dua, tinggal melewati satu tangga lagi agar sampai di mana kamarnya berada. Indekos benar-benar sepi. Mengingat larangan keluar lewat tengah malam, Danil was-was dan tak berani menoleh kanan kiri. Bulu kuduknya sudahnya berdiri sedari tadi memikirkan hal-hal di luar nalar akan tertangkap matanya.

Rambut panjang dan baju putih.

Sedikit penjelasan Yosep saat itu kembali terngiang di telinga Danil. Cowok itu berhenti, dia mendongak, tinggal melewati empat anak tangga lagi dan sampai di lantai tiga.

Klek!

Danil tak jadi melanjutkan langkahnya. Kepalanya masih mendongak dan tak sanggup bergerak, bahkan bola mata cowok itu pun tak berpindah. Katakan dia penakut, realistis saja, siapa pun yang imannya serendah Danil pasti akan takut mendengar pintu terbuka itu. Ditambah penerangan minim dari ponsel serta ruangan sesepi ini, bahkan suara pintu saja menjadi senyaring itu menusuk indera pendengaran Danil.

Sebuah langkah mendekat menyusul suara pintu terbuka. Jantung Danil berpacu cepat sampai rasanya dia sulit bernapas. Tanpa sadar tangan cowok itu mencengkeram pembatas tangga sangat kuat. Kalau mampu Danil memperhatikan, maka dia bisa melihat buku-buku jarinya terlihat menonjol jelas. Namun jangankan melihat, mengalihkan pandangan saja dia tak berani. Ya, inilah risiko melanggar peraturan.

Suara langkah itu semakin nyaring dan semakin kuat pula cengkeraman Danil pada pembatas tangga, tapi semakin lemah lututnya.

Mata Danil membulat melihat sosok itu yang kini berdiri di atas siap turun. Sosok yang persis seperti yang Yosep jelaskan waktu itu. Rambut panjang di atas pinggang terurai hampir menutupi wajah, serta baju putih panjang di atas lutut.

Danil menjatuhkan ponselnya, tangan cowok itu berpindah menutup rapat mulutnya yang tak sanggup untuk tak berteriak. Kalau saja tangan Danil ikut tak berfungsi seperti kakinya, mungkin dia sudah jatuh dan berguling. Untung saja keadaan remang-remang, sehingga Danil tidak perlu melihat wajah sosok itu.

Tak berlangsung lama, sosok menakutkan bagi Danil itu berbalik dan pergi, bahkan berlari. Iya, berlari!

🌇🌇🌇

Introvert VS Ekstrovert ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang