30 || Siapa Yang Lebih Penting?

264 44 3
                                    

Suara gaduh kembali mengisi kantin, Danil yang sedang makan dengan Yosep jadi penasaran apa yang sedang terjadi. Mereka mengamati sekitar, banyak pasang mata tertuju pada pintu kantin. Secara naluri, bola mata kedua cowok itu bergulir menatap apa yang menjadi fokus orang-orang di kantin ini.

Danil kaget, tetapi Yosep sepertinya lebih kaget. Dia memukul-mukul lengan Danil heboh sambil mengoceh tidak jelas.

"NIL, PARAH. TIGA HARI NGGAK SEKOLAH APA AJA YANG SUDAH KITA LEWATIN?!" Yosep masih memukul-mukul tangan Danil, cowok itu memang suka berlebihan.

Sedangkan Danil, dia juga terkejut sampai bingung harus apa. Otaknya masih bekerja untuk mengerti apa maksud situasi ini. Mata cowok itu berpindah pada kedua tangan yang bergandengan. Saat itu juga, Danil membuang muka. Dia menatap nasi goreng miliknya di atas meja tanpa selera, padahal baru dimakan tiga suap.

"DEMI APA, NIL? LO LIAT RADEA KE KANTIN, SETELAH MAU DUA TAHUN SEKOLAH!" Yosep menunjuk Radea yang jalan bersisian dengan Galang.

"Jangan nyaring-nyaring, lo nggak malu didengar mereka?" tanya Danil tajam.

Yosep langsung mengatupkan bibirnya, dia melirik lagi sekilas pada Radea dan Galang yang kini sudah duduk, lalu menatap Danil. "Lo marahan sama Radea?"

"Biasa aja."

"Nggak mungkin. Biasanya lo nempelin dia terus, khawatir terus, sedangkan hari ini gue nggak ada liat lo gangguin dia. Ada apa, sih?!"

"Kepo lo!" Danil membanting sendoknya di piring, membuat suara dentingan nyaring. Yosep sampai mengusap dadanya karena terkejut.

Cowok itu segera berdiri dan pergi, tetapi bukan keluar kantin. Cepat dan pasti, langkahnya tertuju pada Radea yang kini duduk sendirian, sedangkan Galang sedang memesan makanan.

Langkah Danil berhenti tepat di samping Radea. Gadis itu mendongak, lalu tersenyum kikuk.

"Apa, nih? Sejak kapan lo dekat sama dia kayak gini?" tanya Danil dingin. Netra cowok itu menyorot Radea tajam.

Tidak dapat dihindari, kini mereka jadi tontonan orang-orang di kantin. Dan hal itu tidak ada pengaruhnya untuk Danil, berbeda dengan Radea yang kini panas dingin.

"Gue nggak salah liat 'kan lo ke kantin bareng Galang dan gandengan?" tanya Danil lagi. Dia menegaskan setiap kata yang dia ucapakan.

"Ni-Nil ...."

"Jadi ini alasannya chat gue nggak penting?"

"Bu-bukan," jawab Radea terbata-bata.

"Lo kenapa sih, Ra, nggak percaya sama omongan gue?" Danil memasukkan kedua tangannya di saku celana abu-abunya, kini berdiri dengan lebih santai.

"Aku ... aku ...." Radea menggantung ucapannya. Gadis itu menggigit bibir bawahnya gemetar. "Kak Galang yang ajak aku ke kantin, dia baik. Ini sudah kali kedua aku ke kantin sama Kak Galang dan semua baik-baik aja."

"Jadi lo nggak percaya sama gue?"

"Ada apa, nih?" Tiba-tiba Galang datang. Cowok itu meletakkan dua mangkuk bakso di meja. Dia masih berdiri menatap Danil dan Radea bergantian.

"Jawab, Ra. Lo nggak percaya sama gue?"

Radea menggeleng perlahan. Gadis itu menunduk, tidak berani membalas tatapan Danil yang penuh amarah ... atau kecewa? Entahlah.

"Oke," ucap Danil datar. Dia sama sekali tidak memedulikan Galang. "Kalau lo masih keras
kepala juga, gue nyerah."

"Lo apain Radea, sih, sampe dia ketakuan begitu?!" bentak Galang. Dia melangkah mendekati Danil. "Lo kira lo punya hak marahin dia, hah?!"

Introvert VS Ekstrovert ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang