18 || Naraya

370 48 0
                                    

Cowok itu berdiri di depan gerbang SMA Integritas Bangsa. Di bahunya tercangklong tas dan memegang lembar latihan soal. Ekspresinya cukup santai walaupun sesekali mengecek arloji di tangan kirinya. Galang, dia sedang menunggu Radea.

Keadaan lingkungan sekolah ramai. Galang berdiri di luar gerbang yang masih terbuka. Lalu-lalang anak SMA dengan seragam berbeda-beda tidak jarang meliriknya. Keberadaan Galang di mana pun memang sekontras itu.

Sebuah motor sport menurunkan kecepatan laju motornya saat hendak memasuki gerbang. Galang menatap intens Danil yang tidak berhenti, cowok itu malah langsung masuk. Galang hanya bisa menggeram dalam hati. Dia pun masuk ke lingkungan sekolah.

Masih tidak menyerah. Galang berdiri dengan punggung disandarkan pada pilar koridor. Dia menunggu Radea tepat pada koridor yang akan gadis itu lewati dari parkiran nanti. Cowok itu masih setia dengan lembar latihan soal dan tas di punggungnya. Sejak sampai di SMA Integritas Bangsa tadi, Galang memang sudah berpisah dengan kumpulan anak-anak SMA Bakti dan memilih menunggu Radea.

"Radea!" panggil Galang saat Radea berjalan ke arahnya. Jarak mereka sekitar lima meter.

Yang dipanggil menoleh pada sumber suara, mengalihkan pandangannya dari Danil. Tangan Radea memegang ujung jaket bomber milik Danil, jarak keduanya juga tidak jauh. Keadaan yang sangat ramai membuat Radea tidak nyaman, takut.

Galang mengernyit saat melihat keberadaan tangan gadis itu. Radea yang sadar akan pandangan Galang langsung menarik tangannya. Sedangkan Danil tidak sedikit pun menatap Galang, dia menoleh ke samping kiri, di mana banyak murid-murid entah dari sekolah mana sedang berkumpul.

Namun kemudian, mata Danil menyipit saat melihat seragam putih dengan bawahan oranye kecokelatan kotak-kotak. Itu adalah seragam sekolahnya dulu.

"Ra, ayo belajar dulu. Gue udah siapin latihan soalnya," ucap Galang mengundang tatapan Danil. Cowok itu tidak suka mendengar ajakan Galang yang malah terdengar modus di telinganya.

"Belajar di mana, Kak?" tanya Radea pelan. Dia sempat melirik Danil saat menanyakan hal itu pada Galang.

"Kita cari tempat yang agak sepi aja."

"Di tempat rame aja, ngapain di tempat sepi," celetuk Danil tidak setuju.

"Belajar itu butuh fokus," kata Galang, "berisik begini gimana bisa fokus?"

"Alesan," gumam Danil yang tidak didengar jelas oleh Galang. Kedua tangan cowok itu berada di saku jaketnya.

"Ayo, Ra."

"Iy-iya, Kak," setuju Radea. Gadis itu sudah melangkah saat Danil menahan pergelangan tangannya.

"Bentar." Danil menarik tangannya. Lalu cowok itu membuka jaket yang tadi sempat dia pinjamkan untuk Radea. "Bawa jaket gue." Diulurkannya jaket itu pada Radea.

"Loh—"

"Bawa, Ra. Kalau duduk dipake kayak tadi."

Radea mengangguk paham. Diambilnya jeket Danil dan tersenyum. "Makasih, Danil."

Danil berdeham dingin. "Telepon gue kalau ada apa-apa. Kalau butuh apa-apa juga telepon aja gue," pesannya.

"Udah kayak bapaknya aja lo." Galang terkekeh mengejek. "Ada gue yang jaga Radea, lo fokus sama lomba lo aja."

Ucapan Galang bagaikan angin lalu bagi Danil. Dia sama sekali tidak menanggapi ucapan cowok di depannya itu. Mata Danil masih jatuh pada Radea. Ekspresi Radea sudah mulai membaik, tidak terlihat setakut saat baru sampai tadi.

"Ingat, Ra. Telepon gue," pertegas Danil sekali lagi. Dia menekankan dua kata terakhir dari kalimatnya.

"Iya, Danil."

Introvert VS Ekstrovert ✔️Where stories live. Discover now