16 || Curiga

377 53 6
                                    

Danil keluar dari toilet setelah mencuci wajahnya. Ujung rambut bagian depan cowok itu sedikit basah. Dia menyugar rambut ke belakang sambil membuang napas panjang, lelah habis latihan sepak bola berjam-jam. Rasanya sudah lama sekali dia tidak bermain sepak bola seserius tadi.

Koridor sangat ramai. Banyak siswa dan siswi berlalu-lalang karena hari ini masih jam kosong. Cowok itu berjalan di koridor hendak menuju kelas, tetapi langkahnya terhenti saat melewati perpustakaan. Hari ini Radea pasti belajar dengan Galang, cowok itu jadi berniat melihat ke dalam.

Perlahan Danil masuk, melihat beberapa murid lain yang juga sedang belajar. Cowok itu terus masuk sampai menemukan Radea dekat jendela yang duduk tepat di samping Galang, hampir tidak berjarak. Mereka sedang melihat sebuah buku di meja yang di letakkan secara adil di tengah-tengah.

Danil tidak suka melihatnya, apalagi tahu seperti apa tabiat Galang. Dengan jarak wajah sedekat itu, sudah pasti pikiran bejat Galang ke mana-mana. Danil juga cowok, dia paham sekali pikiran laki-laki sejenis Galang.

Danil melangkah semakin dekat, dia berdeham nyaring sebelum mendudukkan tubuh di kursi. Cowok itu tampak santai saat Radea menatapnya terkejut, kemudian menatap Galang lagi.

"Dan-Danil? Kenapa?" tanya Radea. Dia menatap Galang di sampingnya, jadi tidak enak dengan kehadiran Danil yang notabenenya adalah temen Radea sendiri. Sedangkan Galang pasti tidak suka diganggu.

"Lanjut aja belajarnya." Danil menatap Galang secara terang-terangan dengan raut wajah tak suka.

"Lo ngapain?" tanya Galang. "Masih banyak  'kan bangku lain?" Cowok itu secara tidak langsung mengusir Danil, membuat Danil tersenyum miring.

Radea sadar tiba-tiba saja atmosfer di dekatnya berubah tegang. Dia menatap Galang dan Danil bergantian, kemudian berhenti pada cowok di depannya. Ditatapnya Danil memohon, berharap cowok itu mengerti arti tatapannya.

"Masih lama?" tanya Danil. Entah kenapa malah terdengar seperti over protective pada Radea.

Galang mengerutkan alisnya. "Urusan lo?"

"Gue ada urusan sama Radea."

Radea menunduk dan mendesah pelan. Bingung harus bagaimana melerai perang saraf kedua cowok itu. Gadis itu sendiri bicara saja tidak biasa. Walaupun sudah beberapa hari sering berdua dengan Galang, tetapi dia tetap tidak akrab. Memang kadang Radea curi pandang menatap wajah tampan kakak kelasnya itu, tetapi tidak untuk mengobrol.

Kalau dibilang kagum, siapa yang tidak kagum dengan Galang? Cowok penuh prestasi, tidak neko-neko di sekolah, tampan pula. Suka? Jelas suka. Cinta? Tidak. Radea sama sekali tidak mengerti cinta.

Galang menoleh pada Radea. "Ya udah, Ra. Nanti aja habis istirahat sekalian dilanjut lagi belajarnya."

Radea menatap Galang bersalah. Kemudian gadis itu menunduk lagi sambil berkata, "Maaf, Kak. Saya pamit dulu."

"Nanti langsung ke sini aja, ya, Ra, setelah makan siang."

"Iya, Kak."

Radea membereskan buku-bukunya terburu-buru. Dipeluknya buku itu di depan dada kemudian berdiri, ditatapnya Danil sebelum pergi, memberi kode agar cowok itu mengikutinya. Danil mengerti dan langsung berdiri setelah menatap Galang tak suka.

🌇🌇🌇

"Danil, kamu ada urusan apa?" tanya Radea memulai percakapan setelah mereka sampai di kelas. Gadis itu duduk di bangkunya dan menyimpan buku di laci.

Danil mengusap tengkuknya, ikut duduk di samping Radea. Cowok itu menarik bibirnya datar. "Sudah makan?" tanyanya. Sumpah, tidak ada topik lain yang bisa Danil temukan. Sebenarnya dia tidak ada urusan apa-apa dengan Radea. Hanya sekadar tak suka saja jika gadis itu dekat-dekat dengan Galang seperti tadi. Bisa saja Galang mengambil kesempatan dalam kesempitan.

Introvert VS Ekstrovert ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang