17 || Berangkat Lomba

377 51 0
                                    

Banyak murid-murid SMA Bakti sudah berdatangan. Pukul tujuh mereka harus pergi ke SMA Integritas Bangsa untuk berbagai kegiatan lomba memperingati hari ulang tahun SMA tersebut, dan SMA Bakti diundang. Tidak hanya yang mengikuti lomba saja yang ikut, ada juga beberapa lainnya yang khusus menjadi supporter tim sepak bola. Jumlah mereka yang berangkat kurang lebih lima puluh orang—tidak termasuk guru pembimbing setiap lomba.

Tim basket dan anak-anak cheers menjadi satu bus, serta enam orang anak cerdas cermat, sedangkan tim sepak bola dan supporter-nya berada dalam bus yang berbeda. Satu bus cukup sekitar 27 orang.

Radea tampak gusar di samping Galang. Gadis itu menggigit kuku ibu jarinya sejak tadi. Satu bus dengan orang sebanyak itu, perempuan dan laki-laki, Radea tidak biasa, bahkan tidak pernah. Gadis itu tidak bisa mengontrol detak jantungnya yang berpacu cepat. Ketakutan terus menghantui Radea jika nanti harus bergabung dengan orang-orang yang tidak dikenalnya itu.

"Lo kenapa?" tanya Galang, melihat Radea yang tidak tenang sejak tadi. Cowok itu mengernyit melihat dahi Radea yang berkeringat padahal masih pagi, udaranya pun tidak panas.

Gadis itu menggeleng cepat tanpa menjawab. Dia tidak juga berani menatap Galang, padahal sudah hampir seminggu mereka belajar bersama. Untung Galang sabar menghadapi sikap anehnya.

"Lo kenapa keringatan?" Galang membuka tasnya dan mencari sesuatu. Setelah itu dia memberikan sapu tangan berwarna cokelat pada Radea. "Lo sakit? Mau gue izinin?" tanya Galang perhatian. Dia menunduk menatap gadis yang hanya setinggi dadanya itu.

Radea kembali menggeleng. Dia masih menggigiti kuku ibu jari tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya mencengkeram rok. Tak mendapat respons, Galang memegang tangan Radea, memaksa gadis itu mengambil sapu tangan yang dia berikan.

"Pake aja dulu."

"Tapi-"

"Lo bisa balikin kapan-kapan," ucap Galang menginterupsi. Cowok itu tersenyum lembut seolah mengerti ketakutan Radea.

Gadis itu mendongak, mencoba balas tersenyum kemudian mengelap keringatnya. "Makasih, Kak."

"Sama-sama." Galang memperhatikan Radea. Dia jadi penasaran dengan gadis di depannya ini. Apalagi kalau diperhatikan, Radea cantik juga.

Smrik cowok itu tergambar tanpa Radea lihat. Entah pikiran macam apa yang sedang berputar di kepalanya sampai binar aneh berpendar dari manik hitam itu. Radea memang cantik walaupun jarang ada yang menyadari. Kulitnya putih bersih, bibir mungil berwarna merah muda, pipi bulat, mata bundar, dan wajah kecil membuatnya terlihat imut. Semakin diperhatikan, Radea benar-benar tampak asing-tidak seperti Radea yang ada di mata Galang kemarin-kemarin. Gadis itu berkali-kali lipat lebih menarik jika semakin diperhatikan.

Galang menyelipkan rambut Radea yang menutupi wajahnya di balik daun telinga. Diambilnya sapu tangan dari tangan Radea yang sedang mengelap dahi. "Biar gue aja," kata Galang dan berhasil membuat tubuh Radea mematung.

Serangan macam apa ini?

Mulut Radea tidak dapat menolak walaupun tubuhnya ingin menghindar. Tubuh Radea bergerak ke belakang, tetapi Galang menahan pergelangan tangannya. Galang semakin menunduk, memperhatikan wajah Radea yang mendongak. Dia mengelap keringat dingin di samping pipi—dekat telinga—gadis itu.

"Nggak usah takut. Gue jaga lo," lirih Galang yang membuat ketakutan Radea sedikit, sedikit saja, mereda.

Setelah selesai dengan aksinya, Galang meletakkan lagi sapu tangan di telapak tangan Radea. "Bawa aja dulu."

Radea mengangguk. Dia meremas sapu tangan itu. Dia mundur, membuang muka, kemudian tersenyum tipis. Wajah Galang tadi sangat dekat dengan wajahnya. Dilihat dari bawah, wajah cowok itu benar-benar memikat. Rahangnya yang tidak begitu tegas memberikan kesan bahwa Galang adalah pria lembut, ditambah aksinya tadi.

Introvert VS Ekstrovert ✔️Where stories live. Discover now